Bukan Cinta Yang Pernah Kutanam

Baca Juga :
    Judul Cerpen Bukan Cinta Yang Pernah Kutanam

    Jam 9 pagi langit Mekkah biru terang. Matahari yang mulai meninggi memijarkan lidah-lidah api di petala langit. Angin langit berhembus sepoi-sepoi. Hawa panas menjajah angkasa, mencengkram apa saja yang berani menantang pijar alam. Pelataran Masjidil Haram yang berlapis marmer pualam putih memancarkan kilatan-kilatan menyilaukan seakan menantang panasnya matahari, sehingga siapapun yang memijaknya tidak akan merasa panas sedikitpun.

    Di salah satu sudut masjid terlihat 2 orang pemuda yang sedang duduk dan khusyuk berdoa kepada Tuhannya. Mereka adalah 2 mahasiswa asal Indonesia yang sedang kuliah di Ummul Qura. Sesekali di waktu senggang mereka menyempatkan untuk menyendiri di Masjidil Haram. Mereka selalu duduk disitu dan memohon kepada Rabb-nya setiap hari. Mereka yakin bahwasanya tanah haram adalah tanah yang diberkahi dan tempat diijabahnya segala doa.

    Rayhan duduk dengan dada yang sesak dan air mata berkucuran seraya berdoa “Ya Allah.. Ya Rabbul ‘Aalamiin. Hamba adalah makhlukmu yang hina, makhlukmu yang selalu dikelilingi dengan dosa-dosa. Hamba malu kepada-Mu Ya Allah, Engkau selalu memberikan nikmat kepadaku dari jalan yang tak disangka-sangka. Tanpa peduli akan seberapa besar dosaku Engkau selalu mengasihiku. Ya Rabb seandainya hamba boleh meminta, hamba mohon kepada-Mu, berikanlah nikmat yang serupa kepada keluargaku, kepada Ibuku, Ayahku, dan adik-adikku yang saat ini sedang jauh dari pandanganku. Hamba memohon Ya Rabb persatukanlah kami di Surga kelak, sehingga kami dapat mengobati perpisahan sementara ini secara kekal di akhirat nanti.” Setiap hari doa ini selalu dipanjatkan oleh Rayhan tatkala dirinya sedang berada di Masjidil Haram.

    Dari sebelahnya terdengar isak tangis yang tak kalah hebatnya, dengan tubuh yang gemetar dan hati yang menggebu-gebu Fahri menengadahkan tangannya, “Ya Rahman.. Ya Rahim.. Engkaulah Sang Mahabbah, Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hamba ingin bercerita kepadamu Ya Rabb. Cerita ini mungkin sudah Engkau ketahui karena sesungguhnya Engkaulah Sang pembuat Skenario. Tadi pagi Ayah hamba menelepon dan mengatakan bahwasanya dia menginginkan seorang cucu. Hamba bingung karena hamba belumlah menemukan jodoh yang Engkau pilihkan. Ya Tuhanku berikanku cinta yang Kau titipkan, bukan cinta yang pernah kutanam. Tuhanku, sesungguhnya usiaku sudahlah mencukupi untuk merasakan sebuah cinta, seumur hidupku belum pernah aku mencoba untuk mencinta. Hamba memohon kepada-Mu Ya Rahim, tatkala nanti Engkau mempertemukan hamba dengan jodoh yang Engkau janjikan maka berikanlah hamba jodoh yang senantiasa mengabdi kepada-Mu, sehingga keluarga yang kami bina akan melahirkan generasi-generasi yang Qurrota A’yun, yang mampu menjadi penyejuk bagi siapa-siapa yang berada di sekitarnya.”

    Rayhan dan Fahri adalah mahasiswa semester akhir di Fakultas Teknik dan Arsitektur Islam Universitas Ummul Qura, Mekkah. Mereka mempelajari ilmu teknik di Negeri Saudi dengan tujuan untuk hidup kaya raya dan mati masuk surga. Mereka ingin membantu agama Allah dari sisi yang jarang dilihat oleh para cendikiawan muslim. Mereka tidak ingin menjadikan dakwah sebagai mata pencaharian, tetapi mereka ingin menjadikan mata pencaharian sebagai media untuk berdakwah.

    Setelah mereka menyelesaikan doanya masing-masing mereka biasa berjalan-jalan di sekitaran Masjidil Haram, menyaksikan indahnya islam dari kota kelahiran Rasulullah SAW. Di tengah perjalanan mereka melihat seorang gadis tengah berdiri sendirian menggunakan gamis berwarna silver dan hijab berwarna putih sedang menunggu datangnya taksi.

    “Astaghfirullah, Rayhan coba lihat! Lihat gadis itu ingin naik taksi sendirian.”, Fahri dengan panik menarik Rayhan.

    Sambil berlari karena ditarik Fahri Rayhan menjawab, “Allahu Akbar, Ayo segera kita ingatkan dia sebelum terlambat.”

    Dengan nafas yang terengah-engah dan jantung yang berdegup kencang Rahyan dan Fahri berlari sekencang-kencangnya untuk mencegah hal yang buruk terjadi. Tanpa memperhatikan sekitar mereka berteriak “Yaa ukhti, laa tadzhab, laa tadzhab! (Saudariku, jangan pergi, jangan pergi!).”

    Entah karena jarak yang begitu jauh atau suara ngos-ngosan karena berlari sang gadis jadi tidak mendengar teriakan dari Rayhan dan Fahri. Hingga datanglah sebuah taksi dan berhenti tepat di hadapan sang gadis, sang gadis langsung menaikinya sebelum Rayhan dan Fahri datang menghampirinya.

    “Astaghfirullah kita terlambat”, seru Fahri.

    “Belum, Allah pasti memudahkan kita. Kita masih bisa mengejarnya. Ayo kita naik taksi juga untuk mengejarnya.”, jawab Rayhan.

    “Pak, saya ingin ke Jabal Thur”, ucap si gadis kepada supir taksi. Supir taksi memandanginya dari cermin yang ada di dalam taksi. Dipandanginya dengan tatapan seperti berburu mangsa. Dilihatnya hijab sang gadis yang masih tergolong belum Syar’i, hijabnya hanya dililitkan di lehernya sehingga menampakkan lekukan tubuhnya. Wajahnya yang juga cantik menjadikan mata sang supir taksi membelalak menatap penuh nafsu.

    Setelah jauh berjalan lama-kelamaan jalanan yang dilalui semakin sepi dan menyempit, hati sang gadis mulai risau dan bertanya “Pak memang benar ini jalannya? Kok sepi gini? Seharusnya kan ramai yang berwisata kesana.” Sang supir taksi hanya diam dan terus menjalankan taksinya sambil menunjukkan senyum kecil dari bibirnya.

    Di lain sisi ternyata taksi yang ditumpangi oleh Rayhan dan Fahri terus mengikuti taksi sang gadis. “Kan benar yang kita sangkakan, taksi itu pasti ingin berbuat jahat. Pak ayo bawa lebih cepat, tolong salip taksi di depan agar kita bisa menghentikannya”, teriak Fahri. Tapi secepat apapun taksinya tidak akan mampu menyalip karena jalanan yang dilalui sangatlah sempit.

    Sampai tiba saatnya suasana semakin mencekam, sang gadis sudah kebingungan tidak kepalang karena tiba-tiba mendengar suara klakson yang berulang-ulang dari belakang dan taksi yang ditumpanginya semakin melaju kencang. “Ada apa ini? Ibu, ibu, tolong aku bu”, gumam sang gadis sambil mengeluarkan handphonenya dan mencoba untuk menelepon sang ibu. Tapi percuma saja sinyal di daerah tersebut sangat terbatas.

    Sang gadis menangis dan mencoba untuk membuka pintu tapi pintu taksi sudah dikunci otomatis dari panel kunci sang supir. “Stop.. Stop.. Please stop!”, Teriak sang gadis kepada supir.

    Dengan gesit disaat ada sedikit celah, taksi yang ditumpangi Rayhan dan Fahri langsung menyalip taksi sang gadis dan berhenti di depannya. “Ibuuuu”, teriak sang gadis. Guncangan karena rem mendadak pun tak terelakkan. Tubuh sang gadis sedikit terbentur ke jok depan dan handphone yang dari tadi dipegangnya terjatuh ke bawah. Dia langsung menangis dan turun dari taksi tersebut. Fahri langsung menghampirinya seraya berkata,

    “A Anti Annaka Bikhair?”, Tanya Fahri.
    “Apa? Apa katamu? Can you speak English?”, jawab sang gadis bingung.
    “Masya Allah, kamu dari Indonesia?”, Tanya Fahri.
    Setelah mengobrol panjang lebar ternyata sang gadis bernama Nabila. Dia adalah jamaah umroh asal Indonesia.

    “Alhamdulillah Allah masih melindungi kamu. Jangan pernah bepergian sendirian menggunakan taksi disini. Karena supir-supir taksi disini bukan orang asli dari Saudi. Banyak sekali kasus kejahatan terjadi di taksi. Beberapa waktu lalu ada seorang wanita yang ditemukan tewas di tengah gurun pasir dengan pakaian yang sudah compang-camping. Dia meninggal diperk*sa dan dibunuh oleh supir taksi karena naik taksi sendirian.”, ucap Fahri.

    “Akhi, supir taksinya sudah aman kuurus, aku sudah telepon polisi Mekkah”, ujar Rayhan sambil memegangi sang supir nakal.

    Setelah polisi datang sang supir langsung diamankan dan Nabila pulang diantar oleh polisi. Sebelumnya Nabila sempat bertukaran nomor telepon karena meminta tolong kepada Fahri untuk dapat menemui ibu dan ustadz pembimbing umrohnya besok.

    Rayhan dan Fahri pun pulang ke asramanya menggunakan taksi yang tadi. Di perjalanan Rayhan dan Fahri terus-terusan bercerita tentang aksi heroik yang baru saja mereka lakukan tadi. Ditengah perbincangan Fahri mengatakan,

    “Ya akhi, sepertinya aku tertarik dengan wanita tadi. Bagaimana menurutmu? Apa yang harus kulakukan?”, ucap Fahri dengan wajah yang serius. Rayhan yang sudah menyangka dari tadi dengan senyum menjawab,

    “Haha aku sudah menebaknya. Kawan, suatu ketika kita pernah jatuh hati, memendam rasa, atau suka pada seseorang yang kita kagumi. Namun, banyak sekali yang salah mengekspresikan cinta hingga ia perdaya dengan cintanya.”

    “Sebenarnya dia bukan idamanku, tapi entah mengapa aku merasa hal itu sudah tidak jadi masalah”, jawab Fahri.

    “Sahabatku, marilah kita alihkan energi cinta kita, bukan untuk melihat, bukan hanya untuk memikirkan bahwa dirinya lah yang terbaik bagi kita. Namun untuk mempersiapkan sehingga suatu kelak Allah telah berikan pada kita 1 yang tepat untuk diri kita, kita akan komitmen dengan dirinya.”, nasihat Rayhan.

    Setelah mendengar nasihat dari Rayhan Fahri langsung terdiam dan menunduk, dia berpikir dalam-dalam tentang perasaan dan isi hatinya. Lalu dengan seketika Fahri mengangkat kepalanya, mencengkram bahu Rayhan dengan kuat lalu berkata, “Oke, insyaallah kita temui ibunya besok. Temani aku.”

    “Aduh, sakit akhi hahaha.” Rayhan tertawa bahagia karena sebentar lagi sahabatnya akan menggapai doanya walaupun bahunya terasa sakit karena cengkraman yang kuat dari Fahri.

    Keesokan harinya Fahri dan Rayhan mendatangi Tharawat Al Shesha Hotel tempat menginap Nabila yang alamatnya dikirimkan melalui SMS tadi malam. Tempat itu cukup jauh dari Asrama tapi mereka tidak tersesat karena sudah mengenali wilayah di sekitar Mekkah.

    Setelah sekian lama menempuh perjalanan menaiki bis akhirnya mereka sampai di depan hotel dan sang ustadz pembimbing rombongan umroh pun turun bersama Nabila dan ibunya. Mereka mengobrol di lobby hotel. Ustadz dan ibu Nabila merasa berterima kasih karena Rayhan dan Fahri sudah menyelamatkan Nabila kemarin.

    Sudah hampir satu jam mereka mengobrol tiba-tiba ibu Nabila berkata, “Nak, mohon maaf karena saya lancang mengatakan ini. Tapi setelah kita berbincang saat ini ibu melihat keluasan ilmu serta ketawadhu’an yang kalian berdua miliki. Apalagi kalian juga berasal dari Indonesia. Ibu sangat ingin menjodohkan putri ibu dengan salah satu dari kalian. Apakah ada dari kalian yang bersedia membimbing anak ibu menuju surganya Allah?”

    Rayhan dan Fahri saling bertatapan. Mereka sangat terkejut mendengar pernyataan dari ibu Nabila tersebut, khususnya Fahri dia sangat terkejut. Fahri memang memiliki rasa terhadap Nabila tapi dia tidak menyangka jalannya akan semudah ini.

    Dengan gagah Rayhan menatap wajah ibunya Nabila dan berkata, “Alhamdulilah terima kasih atas pujian yang ibu alamatkan kepada kami. Sebenarnya sahabat saya sudah memiliki rasa kepada anak ibu sejak bertemu kemarin. Kedatangan kami kesini juga sekaligus untuk mengkhitbah anak ibu. Alhamdulillah ternyata Allah memudahkan jalan kita. Kalaulah ada yang pantas untuk menikahi anak ibu di antara kami berdua maka jawabannya adalah Fahri, sahabat saya.”

    Sang ibu pun menerima khitbah dari Fahri dan ustadz serta Nabila sendiri pun mengiyakan. Fahri langsung merasa senang tak kepalang sampai-sampai dia menelepon orangtuanya di Indonesia dan ayahnya pun merestui. Mereka langsung menentukan jadwal pernikahan dan menyesuaikan dengan jadwal kepulangan Fahri ke Indonesia.

    Selanjutnya semua rencana pernikahan dilakukan oleh keluarga Fahri dan keluarga Nabila di Indonesia. Beberapa bulan kemudian Fahri pulang ke Indonesia dan melangsungkan pernikahannya di rumah Fahri. Semua berjalan begitu saja sesuai rencana Allah. Mereka tidak pernah berpacaran sebelum ataupun sesudah berkenalan itu. Mereka berpacaran secara halal setelah melangsungkan pernikahan, Ya! mereka berpacaran dalam pernikahan.

    Inilah cinta yang dikirimkan Allah bukan dari cinta yang pernah ditanam oleh Fahri maupun Nabila. Mereka tak pernah menyangka akan pertemuan ini. Fahri hanya meminta kepada Allah dan Allah pun mengabulkannya. Betapa indah jalan yang digariskan Allah kalau kita percaya kepada-Nya. Mereka pun menjalani cintanya kekal sampai ke surga.

    Cerpen Karangan: Farhan Abdillah Dalimunthe
    Penulis di http://ittihadulmuslimeen.blogspot.com

    Artikel Terkait

    Bukan Cinta Yang Pernah Kutanam
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email