Judul Cerpen Jarak Takkan Memisahkan Kita
“Kamu tahu hewan kecoak?”
“Iya tahu.”
“Apa menurut kamu tenteng binatang itu?”
“Dia adalah hewan yang hebat. Dia mampu hidup meski kelaparan dan dia tak memiliki leher.”
Rasanya aku ingin sekali tertawa ketika mendengar pernyataan ia barusan. Tapi aku menahannya demi menjaga kesantunan diriku.
“Lalu… apakah aku sekarang boleh bertanya kepadamu?”
“Tentu… silahkan.”
“Tuhan menciptakan sesuatu yang selalu ada manfaatnya, lalu kenapa Tuhan menciptakan babi?”
Aku diam seribu bahasa ketika ia berhenti dengan kata-katanya, dia begitu pandai, bagaimana aku menjawabnya. Aku terus berpikir dan…
“Heii… kenapa melamun.”
Seketika itu juga lamunanku buyar.
“Aku tak tahu jawabannya.” Jawabku seadanya
“Cobalah menjawabnya,”
“Tidak.. Aku ingin mendengarnya darimu langsung.” Kataku memelas
“Baiklah.. Tuhan menciptakan babi karena ingin menyadarkan kepada manusia bahwa lihatlah mereka yang hina, kotor dan malas. Jangan kau tiru mereka. Barang siapa yang menirukan babi apalagi memakannya maka Allah akan melaknatnya.”
Aku tersenyum mendengar penejelasan darinya. Aku bersyukur kepada Tuhan yang sudah mempertemukan Aku dengannya yang begitu sempurna untukku. Tiba-tiba dia menoleh ke arahku. Mata kami pun bertemu. Kulihat dia tersenyum saat melihat mataku yang tengah mengaguminya.
“Boleh aku bertanya lagi?”
Aku pun ternyum dan menganggukkan kepalaku mengisyaratkam “iya”
“Kenapa kamu memilihku, apa alasanmu?”
“Aku tak menemukan alasan kenapa aku memilihmu dan aku tak ingin alasan apapun.”
“Aku menyayangimu Na… selalu.”
Ya Tuhan terimakasih kau telah memberikan aku pendamping yang begitu menyayangiku. Terima kasih.
Tiba-tiba hal yang aku takutkan terjadi
“Hai. Kamu kenal Pram.?” Sapa seseorang di seberang sana dengan emoticon smile. Aku tahu itu adalah temannya Pram.
“Iya mbak, kenapa?”
“Oh haha ya nggak papa juga sih Cuma tanya”
“Kamu ada hubungan keluarga sama kak Pram?”
“Hah keluarga? Enggak kok, Cuma teman aja sih.. teman deket.”
“Ohh kirain keluarga Mbak kok deket banget.”
“Loh kok bisa ngomen aku sama dia deket banget, darimana?”
“Hehe Cuma liat komennya aja kok Mbak.”
“Ehh gimana si Pram menurut kamu? Sempet ada rasa ya!?.”
Pertanyaan itu membuatku tercengang, bagaimana mungkin dia tahu tentang hubungan Kami. Apa Pram udah pernah cerita ke dia… Demi menjawab rasa penasaranku aku pun menanyakan hal itu padanya.
“Kak Pram biasanya curhat ke kamu ta Mbak?”
“Kadang sih, nggak sering. Emang gimana perasaan kamu ke dia?”
Huufft… ternyata benar dugaanKu, dia sering curhat ke cewek ini. Aku pun ingin menggali informasi lagi tentang hubungan mereka berdua.
“Gimana ya mbak, aku masih labil, suka, tapi takut ngerasain sakit hati lagi.”
“Emm emang menurut kamu gimana? Secara kamu pribadi, apa yang kamu kagumi dari dia?”
“Kenapa ya mbak?”
“Nggak apa, sekedar tanya aja.”
Aku semakin heran sama ni cewek, kenapa Dia begitu ingin tahu tentang perasaanku sama Pram. Ohh Tuhan perasaan jadi gak enak.”
“Sekarang gimana? Masih?” Tanyanya lagi
“Iya.”
“Kalo boleh jujur ya, tapi jangan gimana-gimana ya, biasa aja.”
“Kenapa mbak?” tanyaku polos
“Aku mantan dia.”
Deggkk… Seketika itu juga jantungku serasa berhenti. Nafas yang tadinya normal serasa ngos-ngosan seperti abis lari maraton. Dan mataku membelalak tak percaya. Kubaca sekali lagi chat darinya tapi tulisan itu tak berubah.
Ya Tuhan… Benarkah cewek ini… Dia… Mantan… Tapi… Kenapa… Dia gak pernah cerita… Kalau Dia…
Pikiranku menerawang jauh melihat puing-puing rumah, rasanya aku seperti tenggelam dalam ketidak sadaran. Biji bening pun menetes lembut di pipiku. Ya Tuhan siapa yang harus aku percayai, cewek ini atau dia, Pram.. Tanpa aku tanya Dia sudah menjelaskan siapa dirinya, dan tanpa ragu dia mengirimkan sebuah screenshot dari hp-nya.
“Aku nggak ngasih harapan yang omong kosong… dan kalau aku sayang sama kamu ini bukan omong kosong… aku tulus aku mencoba ingin memperlihatkan sama kamu… tapi kadang kamu belum mengetahui.. jujur Arum… aku sayang banget sama kamu… aku anggap kamu lebih dari siapa pun yang aku kenal… aku sayang sama kamu dan ini bukan omong kosong… maafin aku kalau aku nyakitin kamu. Tapi aku gak pernah makhsud nyakitin kamu. Maafin aku.”
Kulihat nama yang tertera di atasnya “Pram Syakif”
Ya Tuhan… hancur kebahagiaanku selama ini. Kedatangan cewek ini yang semula menyapaku lalu dengan entengnya ngungkapin ini semua. Rasanya aku ingin membanting barang-barang yang ada di hadapanku sekarang ini. Segalanya… kebahagiaanku telah direngutnya, hanya karena masalah “mantan”.
Ingin kumematikan dataku, namun kuurungkan karena rasa penasaranku yang menjadi tentang perasaan cewek ini ke Pram. Kucoba tenangkan perasaanku dan hatiku yang saat ini lagi kacau. Kucoba menyapanya dengan keramahanku seakan tak ada apa-apa disini.
“Kamu kuat Dena.” Semangatku dalam hati
“Ohh ya salam kenal ya Mbak.” Ku mengetik sambil menahan tangisku
“Iya sama-sama. Maaf buat sebelumnya mungkin ada kata-kata yang kurang berkenan di hati. Lanjutin perjuanganmu, jangan berhenti di tengah jalan. Nggak ada yang gak mungkin. Aku? Sekarang kita Cuma sekedar teman kok.”
Aku tahu dia berusaha menyemangatiku. Tapi kata-katanya tadi malah membuatku salah paham kepada sosok Pram.
“Kamu dulu kenapa Mbak kok putus sama Kak Pram?”
“Akunya orangnya baperan sih, jadi waktu itu aku lagi kesel, bete, nah marah-marah gak jelas, terus malah aku marahin deh si Pram, aku putusin juga akhirnya. Haha dia bingung banget.”
Mendengar penjelasan dari ni cewek aku makin greget sama mereka berdua. Mantan ya mantan. kenapa?
Pertanyaanku pun terjawab ketika Arum mengirimkan screenshot keduanya.
“Kuberharap meskipun hubungan ini kamu putusin.. semoga tidak ada rasa dendam ataupun entar cuek-cuekan, aku mohon jangan…”
Huufft… Kumenarik nafas panjang seakan ingin mengeluarkan segala beban yang menyelubung di hatiku.
“Haha kasihan tahu Mbak dianya. Bay the way itu kapan kejadiannya?”
“Setengah tahun lalu, waktu liburan juga. Dia (nama pondok) kan, akunya (nama pondok) putri…”
“Emm iyah.”
Aku terduduk pasrah dalam lamunanku. Udah setengah tahun lalu tapi kenapa cewek ini masih menyimpan screenshot dari Chat mereka dulu. Itu udah lama. Gak mungkin kalau Dia udah gak ada rasa sama si Pram. Kenapa dia tiba-tiba muncul dan bilang kalau dia adalah mantannya Pram.
“Huufft…” aku menarik nafas panjang lagi.
Adzan Dhuhur pun berkumandang. Kulangkahkan kakiku untuk mengambil air wudhu dan pergi ke Masjid. Rasanya ingin sekali sujud lama-lama di hadapan Allah dengan harapan semoga bebanku cepat hilang dan kepercayaanku kepada Pram kembali.
Sempat aku pernah bertanya kepada Pram tentang cewek ini, dia malah jawab “kenapa?”
Huuu… sebenarnya ada rasa kesal waktu itu. Dan dia terus menanyakannya, kenapa? Kenapa? Dan kenapa? Saat aku jawab “gak apa” dianya malah bilang “jangan bohong Na”.
“Lupakan ajalah.”
“Gak bisa gitu dong.”
Sempat terpikir kalau dia khawatir dengan Aku saat ini tapi aku gak sePeDe itu ngakuinnya.
“Dia cantik juga baik, kayaknya dia masih sayang sama Kamu Kak.” Tiba-tiba aja aku ngetik kayak gitu dan pesannya udah aku kirim. Ya Tuhan.. semoga Pram gak marah.
“Loh kok jadi ngomongin itu… masih sayang… emang siapanya Kakak atuh.”
Dasar ni cowok udah tahu cewek itu mantan Dia masih gak mau ngaku juga. Lalu aku pun lama gak membalas pesan darinya. Aku sengaja memang, sambil berharap dia meminta maaf padaku, tapi do’a ku tak terjawab.
“Hmm ya udah Aku aja yang minta maaf duluan tak apa.” Pikirku dalam hati
“Maaf ya Kak.” Akhirnya aku kirim pesan singkat itu, dan benar saja baru beberapa menit dia sudah membalasnya.
“Iyaa… Tapi dia tuh sebenarnya pernah jadian. But just LDR…”
Aku gak tahu harus senang karena Dia udah ngakuin itu semua atau harus kecewa karena tadi Dia udah bohong sama aku.
“Jujur kamu masih punya rasa ndak sama Arum?”
“Biasa aja mah, kita emang deket kok… kenapa Na?”
“Tak apa”
“Yang bener Na?”
“Iyah.”
“Dena tuh mah gini… banyak yang diumpetin…”
“Emang aku misterius apa, gak ada apa-apa Kak.”
“Apa iya?” tanyanya sekali lagi sambil ngirim stiker yang membuatku semakin jengkel. Ni anak kayak tuh cewek banyak nanya.
“Iya aku tak apa, sudah lupakan.” Kataku jengkel
“Gak boleh gitu ma.” Logat Kaltimnya kental banget ni anak. Pikirku dalam hati
“Ya terus?”
“kasih tau akunya lah…”
Ihh ni anaknya maksa amat, pengen aku banting ni Hp tapi berhubung ni Hp satu-satunya jadi aku urungkan niatku itu.
“Aku tak apa-apa Kak, suwer deh.”
“Iya deh, maaf kalau Kakak maksa Dena yah.”
“Iya, santai aja Kak.”
Fyuuuuhh… Akhirnya selesai juga debat sama tuh cowok. Bisa gila aku kalau terus-terusan dihujam dengan pertanyaan-pertanyaan diluar naluriku itu. Segera kuambil langkah gontai menuju meja belajar di kamarku dan mengambil toples berisi makanan ringan pemberian ibuku semalam. Aku pun mengambil papan canggih milikku di kantung celanaku dan mulai memainkan jemariku di atas layarnya. Mungkin kalian anak alay yang sama sepertiku tahu apa yang mau aku lakukan. Iya. Aku mau curhat sama Medsos. Kutulis kata demi kata. Tak terlalu panjang hanya saja jelas sindiran itu yang aku hujamkan untuk mereka berdua.
“Mereka cuma ingin menghancurkan ketegaran hatiku… Ya Allah … Selamatkanlah Aku…”
Setelah ku klik kirim, beberapa menit kemudian banyak yang berkomentar memberi motivasi juga semangat dari mereka para sahabatku. Aku bersyukur dalam hidupku, aku masih mempunyai mereka, para sahabat yang menyayangiku.
Malam ini.. Bulan muncul setengah murum.. Bintang yang sekecil-kecilnya pun enggan menjenguk.. Seakan langit kelam bukan alasan.. Juga angin menari tak sepenuh hati.. Tak tentu arah.. Begitu juga di hati ini keadaannya.. Ada sepi hendak menelantarkan.. Sedikit rindu jiwaku terbelenggu.. Juga rasa bersalah.. Maafkan aku.. Yang ingin kamu mengerti.. Bila tadi aku mengerti.. Kamu takkan menghilang begini..
Seperti cintaku sebelumnya, aku gagal karena seorang mantan. Dan sekarang aku menjalin cinta lagi dengan lelaki yang berbeda yaitu Pram hubungan kami goyah karena mantan dia. Aku menyesali tiap tindakanku. Mantanku tak pernah lagi mengusik hubunganku dengan pacar baruku. Mereka begitu ikhlas karena di pihak merekalah yang meninggalkanku. selalu kujaga kesetiaanku dengannya. Pernah terpikir olehku.
“Jika memang aku bersama Pram. Aku harus siap menjalani hubungan jarak jauh dengannya. Apalagi dia mondok masih kelas 5. Insha’Allah aku sanggup menunggu dia 2 tahun lagi. Dulu waktu masih duduk di bangku taman kanak-kanak sampai lulus Sekolah Dasar nunggu Fajar peka aja aku sanggup. 8 tahun, meski akhirnya cintaku dengannya tak pernah kesampaian. Masa ini yang cuma 2 tahun aku gak sanggup.” Aku selalu menyemangati diriku sendiri ketika ada aja masalah di antara kami berdua. Kami memang tidak pacaran tapi kami saling punya perasaan. Dan aku menyukai itu.
Seminggu, dua minggu, sebulan, dia gak pernah ada kabar. Aku pun masih enggan untuk memulai percakapan dengannya meski cuma lewat pesan singkat. Namun 3 bulan, 6 bulan.
Saat aku ada rapat OSIS di Sekolah tiba-tiba Hp ku berbunyi “Ping!”
Dengan malas aku ambil Hp ku yang dari tadi aku letakkan di atas meja di hadapanku. Kulihat nama yang tertera di atas layar monitornya dan…
Aku mengucek mataku berkali-kali seakan tak percaya, kubaca sekali lagi, iya itu dari dirinya. Ya Allah.. benarkah itu dia? Aku masih mengerjap-ngerjapkan mataku tak percaya saat ku melihat nama di papan canggih di tanganku sekali lagi.
Dia kembali.. pikirku sekali lagi, tapi ku tak banyak berharap dan segera kumainkan jemariku dengan lincah di papan tombol qwertyku.
“Pong!” balasku tak kalah singkat
“Lama gak ketemu, gak kangen aku?”
Ihh PD amat nih anak ya, datang-datang udah bikin jengkel
“Ndak, kenapa?”
“Aku kangen kamu Na, kamu sekarang dimana?”
Deggk… jantungku mendadak berdetak dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Hmm… perasaan ini… gak boleh… jangan datang lagi.
Segera kutepis perasaan yang dulu sempat ada, tak mungkin dia akan menempati posisi spesial di hati ini lagi. Dan…
“Aku di sekolah, lagi rapat OSIS.”
Ku sengaja menjelaskan kenapa di Sekolah karena ku tahu pasti dia akan menanyakannya padaku.
“Pulang jam berapa nanti?”
“Mungkin jam 1 atau 2 siang.”
“Ohh ya udah.”
Setelah itu tak ada lagi percakapan sekedar basa-basi di antara kami. Percakapan yang sangat singkat memang namun mampu mengobati rasa rindu 6 bulan penantianku. Dan aku pun melanjutkan kegiatanku kembali.
“Baru pukul sebelas tapi udah boring banget.” Aku pun terus menggerutu sambil tiduran di atas karpet. Fitri yang di sampingku hanya terdiam tak mengerti apa yang aku bicarakan. Tiba-tiba
Krieeekk… Ada yang masuk ke dalam ruangan meeting tempatku berada saat ini. Dan…
“Na! Loe dicari seseorang tuh.”
“Siapa?” tanyaku penasaran
“Lihat aja sendiri, noh orangnya di luar nungguin elo.”
Aku pun yang dari tadi udah bad mood, jenuh dan males ngapa-ngapain pun terpaksa berjalan lunglai meninggalkan Fitri yang dari tadi sibuk memperhatikan kelakuanku.
Jegreeekk… kututup kembali ruang ber AC itu dan segera menemui siapa gerangan tamu yang ingin bertemu denganku. Dan ketika kuberbalik ada mereka teman-teman OSISku dan… Dia orang yang membelakangi kami semua. Kuteliti punggungku dan ketika dia berbalik menghadapku. Tak sengaja mata kami beradu. Ujung mataku menangkap senyum simpul miliknya.
“Dia… Dia datang lagi… untuk apa?”
Aku bertanya-tanya dalam hati, namun seketika itu juga teman-teman menyorakiku termasuk teman yang memanggilku di meeting room tadi.
“Ciee… Dena akhirnya ada yang ngapelin.” Kata salah seorang teman
“Ehh so sweet banget yah jauh-jauh dari Pondok bahkan ngelewatin perbatasan provinsi Cuma mau nemuin pujaan hati.” Kakak kelasku pun tak mau kalah dengan suara yang volumenya gak bisa dibilang itu normal.
“Wah bau-bau PJ nih..”
“Hahaha…” mereka semua tertawa lepas saat melihat aku cemberut dengan bibir manyun mendengar ocehan mereka. Kulihat Dia cuma tersenyum seakan menikmati ocehan demi ocehan teman-teman OSISku ini.
“Aku pinjem dulu ya wakil sekretaris OSIS kalian ini.” Aku kaget, bukan karena perkataannya barusan tapi karena tangannya yang tiba-tiba memegang tanganku erat.
Serentak mereka menjawab “Iya.”
“Silahkan, tapi jangan diapa-apain temen gue ini.” Kata temenku yang memanggilku tadi.
“Oke, aku pergi dulu ya..”
“Baiklah, hati-hati kawan.”
Semua pun kelihatannya senang, mungkin cuma aku disini yang masih memperlihatkan muka cemberutku. Aku ingin melepaskan gandengannya. Tapi semakin ku mencobanya cengkraman lelaki ini semakin kuat.
“Sakit tahu!” Bentakku marah
“Iya maaf, ayo naik.” Kulihat wajahnya memelas, tak kuasa aku memarahinya lagi, dan disitulah kelemahanku saat aku bersama seseorang yang aku sayang. Aku tak mau menyakitinya meskipun aku tahu kalau dia pernah menyakitiku.
Aku pun menuruti permintaannya. Mungkin ia sengaja tak melajukan motornya dengan cepat dan mungkin ia tak mau terburu-buru. Iya. Itu kebiasaannya dari dulu, aku masih mengingatnya. Aku pernah sekali menanyakan hal itu padanya.
“Aku hanya ingin berlama-lama saja denganmu Na. Dan aku berharap perjalanan kita saat ini masih sangat jauh.” Mendengar jawaban darinya aku pun tersenyum. Dan dia tersenyum juga ketika melihat pipiku yang bersemu merah. Dia tahu… iya dia tahu karena aku melihatnya diam-diam melirikku lewat kaca spion miliknya.
Oke flashback off
Dia pun memberhentikan laju motornya. Dia ternyata membawaku ke alun-alun, tempat yang tak asing lagi bagiku untuk melihat para muda-mudi yang lagi asik pacaran. Dan mungkin orang-orang juga mengira kalau saat ini aku sedang bersama pasanganku. Setelah ia memarkirkan sepedanya, aku berjalan cepat mendahului lelaki ini aku berlari setelah ujung mataku menemukan tempat teduh dan kursi panjang di bawah pohon mangga.
“Kita gak jalan-jalan dulu Na, kan biasanya kamu yang paling aktif kalau aku ajak kemari.”
Dia mengingatnya… Dia masih mengingatnya…
“Malas ah panas.”
“Lagi bad mood ya?”
“Iya.” Mungkin jawabanku yang terlalu singkat ini membuatnya merasa bersalah.
“Gara-gara aku ya…” kulihat dia yang duduk di sampingku menunduk lesu.
“Ehh endak kok, itu tadi.. anu…emm.. gara-gara belum buat proposal lomba SSG, iya gara-gara itu..” jawabku berbohong sambil terbata-bata
“Gak usah bohong Na, aku kenal kamu. Aku tahu kamu sekarang ini lagi berbohong kan. Aku bisa lihat itu dari mata kamu.” Kulihat sorot mata lelaki yang ada di sampingku ini. Dia seakan mau menangis tapi menahannya.
“Maafkan aku Na. Aku gak bermaksud nyakitin kamu. Jujur aku merasa sangat kehilangan seseorang yang ada di hatiku saat kamu tak lagi memberikanku kabar. Aku kangen kamu Na. Aku kangen.. sekali lagi maafin aku. Aku sayang banget sama kamu.”
Dia lalu memelukku dengan erat seakan ia tak mau melepaskannya. Suhu badannya begitu hangat membuatku nyaman dipelukannya. Lalu tanpa sadar aku pun meneteskan air mataku dan membasahi pundaknya. Aku kembali mengingat saat bersama Pram di tempat ini dulu. Lelaki ini begitu baik. Ia selalu menuruti apa saja yang aku inginkan, dan sampai peristiwa itu terjadi. 6 bulan yang lalu, saat Pram meninggalkanku, dan perempuan itu…
“Dena!” suara serak Pram membuyarkan lamunanku
“Iya, kenapa Pram?” ku lihat matanya berbinar menatapku
“Aku sayang kamu. Maafin aku… Aku…”
“Udah cukup Pram.” Aku memotong pembicaraan Pram.
“Aku udah memaafkanmu sebelumnya, dari kamu jauh-jauh menemuiku dari Kalimantan Timur dulu tapi aku tak menemuimu, ku tahu pasti kau sangat kecewa. Lalu kamu datang lagi disini saat selesai ujian semester awal di Pondok Kamu. Aku tahu itu sangat jauh Pram. Dan aku menghargai jerih payahmu agar kau sampai menggenggam tanganku.”
“Air matamu menandakan kalau aku adalah cowok pengecut Na.” Lalu ia menghapus air mataku dengan begitu lembut.
“Tidak Pram. Ini air mata kebahagiaan. Aku menyayangimu, lupakan yang udah terjadi dulu. Sekarang kita buka lagi yang baru untuk mengganti lembaran kusam yang tertinggal 6 bulan lalu. Aku ingin selalu bersamamu Pram. Seperti ini.” Sambil ku memeluk dirinya. Aku menangis lagi. Pram membiarkan aku membuang beban beratku di pundaknya.
Terima kasih Tuhan telah mempertemukannya denganku. Sangat kusyukuri itu atas segala yang Engkau berikan. Bila engkau mengizinkan hamba untuk bersamanya Tuhan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan yang akan mendekatkan kami pada ridhomu. Ikatkanlah kami Tuhan… Dengan ikatan yang tak mampu dilepas oleh Dunia dan setelahnya. Terima Kasih Tuhan…
“Terima kasih Na, kamu udah mau nunggu Aku selama ini dan mau memaafkan aku yang telah bersalah ini.”
“Udah, jangan dibahas lagi, nanti aku nangis lagi loh… gak mau kan liat aku nangis lagi.”
“Nggak apa kalau nangis kamu nangis bahagia Na, kayak sekarang ini.” Godanya sambil menjewer pipiku yang katanya Pram tembem banget.
“Ihh sakit tahu.” Rintihku manja
“Ya udah balik yuk, nanti aku dimarahi temen-temen kamu lagi.”
“Ayuk.!!” Kali ini aku yang menggandeng tangannya terlebih dahulu, sedangkan ia merangkul pundakku sambil lalu meninggalkan tempat ini. Kursi putih panjang di bawah pohon mangga ini menjadi saksi cinta kami berdua.
Dalam perjalanan pulang aku masih mengingat perkataannya tadi.
“Dengan mengenalnya Tuhan menunjukkan jalanku untuk mengenalmu. Bersamamu ku mengerti Tuhan telah memberikan yang terbaik dalam kehidupanku.”
“Terima kasih Pram.” Ucapku bahagia
THE END
Cerpen Karangan: Dwi Elva Nurjana
Facebook: facebook.com/elpcyankmazchitutclalue.elpcyankmazchitutclalue
“Kamu tahu hewan kecoak?”
“Iya tahu.”
“Apa menurut kamu tenteng binatang itu?”
“Dia adalah hewan yang hebat. Dia mampu hidup meski kelaparan dan dia tak memiliki leher.”
Rasanya aku ingin sekali tertawa ketika mendengar pernyataan ia barusan. Tapi aku menahannya demi menjaga kesantunan diriku.
“Lalu… apakah aku sekarang boleh bertanya kepadamu?”
“Tentu… silahkan.”
“Tuhan menciptakan sesuatu yang selalu ada manfaatnya, lalu kenapa Tuhan menciptakan babi?”
Aku diam seribu bahasa ketika ia berhenti dengan kata-katanya, dia begitu pandai, bagaimana aku menjawabnya. Aku terus berpikir dan…
“Heii… kenapa melamun.”
Seketika itu juga lamunanku buyar.
“Aku tak tahu jawabannya.” Jawabku seadanya
“Cobalah menjawabnya,”
“Tidak.. Aku ingin mendengarnya darimu langsung.” Kataku memelas
“Baiklah.. Tuhan menciptakan babi karena ingin menyadarkan kepada manusia bahwa lihatlah mereka yang hina, kotor dan malas. Jangan kau tiru mereka. Barang siapa yang menirukan babi apalagi memakannya maka Allah akan melaknatnya.”
Aku tersenyum mendengar penejelasan darinya. Aku bersyukur kepada Tuhan yang sudah mempertemukan Aku dengannya yang begitu sempurna untukku. Tiba-tiba dia menoleh ke arahku. Mata kami pun bertemu. Kulihat dia tersenyum saat melihat mataku yang tengah mengaguminya.
“Boleh aku bertanya lagi?”
Aku pun ternyum dan menganggukkan kepalaku mengisyaratkam “iya”
“Kenapa kamu memilihku, apa alasanmu?”
“Aku tak menemukan alasan kenapa aku memilihmu dan aku tak ingin alasan apapun.”
“Aku menyayangimu Na… selalu.”
Ya Tuhan terimakasih kau telah memberikan aku pendamping yang begitu menyayangiku. Terima kasih.
Tiba-tiba hal yang aku takutkan terjadi
“Hai. Kamu kenal Pram.?” Sapa seseorang di seberang sana dengan emoticon smile. Aku tahu itu adalah temannya Pram.
“Iya mbak, kenapa?”
“Oh haha ya nggak papa juga sih Cuma tanya”
“Kamu ada hubungan keluarga sama kak Pram?”
“Hah keluarga? Enggak kok, Cuma teman aja sih.. teman deket.”
“Ohh kirain keluarga Mbak kok deket banget.”
“Loh kok bisa ngomen aku sama dia deket banget, darimana?”
“Hehe Cuma liat komennya aja kok Mbak.”
“Ehh gimana si Pram menurut kamu? Sempet ada rasa ya!?.”
Pertanyaan itu membuatku tercengang, bagaimana mungkin dia tahu tentang hubungan Kami. Apa Pram udah pernah cerita ke dia… Demi menjawab rasa penasaranku aku pun menanyakan hal itu padanya.
“Kak Pram biasanya curhat ke kamu ta Mbak?”
“Kadang sih, nggak sering. Emang gimana perasaan kamu ke dia?”
Huufft… ternyata benar dugaanKu, dia sering curhat ke cewek ini. Aku pun ingin menggali informasi lagi tentang hubungan mereka berdua.
“Gimana ya mbak, aku masih labil, suka, tapi takut ngerasain sakit hati lagi.”
“Emm emang menurut kamu gimana? Secara kamu pribadi, apa yang kamu kagumi dari dia?”
“Kenapa ya mbak?”
“Nggak apa, sekedar tanya aja.”
Aku semakin heran sama ni cewek, kenapa Dia begitu ingin tahu tentang perasaanku sama Pram. Ohh Tuhan perasaan jadi gak enak.”
“Sekarang gimana? Masih?” Tanyanya lagi
“Iya.”
“Kalo boleh jujur ya, tapi jangan gimana-gimana ya, biasa aja.”
“Kenapa mbak?” tanyaku polos
“Aku mantan dia.”
Deggkk… Seketika itu juga jantungku serasa berhenti. Nafas yang tadinya normal serasa ngos-ngosan seperti abis lari maraton. Dan mataku membelalak tak percaya. Kubaca sekali lagi chat darinya tapi tulisan itu tak berubah.
Ya Tuhan… Benarkah cewek ini… Dia… Mantan… Tapi… Kenapa… Dia gak pernah cerita… Kalau Dia…
Pikiranku menerawang jauh melihat puing-puing rumah, rasanya aku seperti tenggelam dalam ketidak sadaran. Biji bening pun menetes lembut di pipiku. Ya Tuhan siapa yang harus aku percayai, cewek ini atau dia, Pram.. Tanpa aku tanya Dia sudah menjelaskan siapa dirinya, dan tanpa ragu dia mengirimkan sebuah screenshot dari hp-nya.
“Aku nggak ngasih harapan yang omong kosong… dan kalau aku sayang sama kamu ini bukan omong kosong… aku tulus aku mencoba ingin memperlihatkan sama kamu… tapi kadang kamu belum mengetahui.. jujur Arum… aku sayang banget sama kamu… aku anggap kamu lebih dari siapa pun yang aku kenal… aku sayang sama kamu dan ini bukan omong kosong… maafin aku kalau aku nyakitin kamu. Tapi aku gak pernah makhsud nyakitin kamu. Maafin aku.”
Kulihat nama yang tertera di atasnya “Pram Syakif”
Ya Tuhan… hancur kebahagiaanku selama ini. Kedatangan cewek ini yang semula menyapaku lalu dengan entengnya ngungkapin ini semua. Rasanya aku ingin membanting barang-barang yang ada di hadapanku sekarang ini. Segalanya… kebahagiaanku telah direngutnya, hanya karena masalah “mantan”.
Ingin kumematikan dataku, namun kuurungkan karena rasa penasaranku yang menjadi tentang perasaan cewek ini ke Pram. Kucoba tenangkan perasaanku dan hatiku yang saat ini lagi kacau. Kucoba menyapanya dengan keramahanku seakan tak ada apa-apa disini.
“Kamu kuat Dena.” Semangatku dalam hati
“Ohh ya salam kenal ya Mbak.” Ku mengetik sambil menahan tangisku
“Iya sama-sama. Maaf buat sebelumnya mungkin ada kata-kata yang kurang berkenan di hati. Lanjutin perjuanganmu, jangan berhenti di tengah jalan. Nggak ada yang gak mungkin. Aku? Sekarang kita Cuma sekedar teman kok.”
Aku tahu dia berusaha menyemangatiku. Tapi kata-katanya tadi malah membuatku salah paham kepada sosok Pram.
“Kamu dulu kenapa Mbak kok putus sama Kak Pram?”
“Akunya orangnya baperan sih, jadi waktu itu aku lagi kesel, bete, nah marah-marah gak jelas, terus malah aku marahin deh si Pram, aku putusin juga akhirnya. Haha dia bingung banget.”
Mendengar penjelasan dari ni cewek aku makin greget sama mereka berdua. Mantan ya mantan. kenapa?
Pertanyaanku pun terjawab ketika Arum mengirimkan screenshot keduanya.
“Kuberharap meskipun hubungan ini kamu putusin.. semoga tidak ada rasa dendam ataupun entar cuek-cuekan, aku mohon jangan…”
Huufft… Kumenarik nafas panjang seakan ingin mengeluarkan segala beban yang menyelubung di hatiku.
“Haha kasihan tahu Mbak dianya. Bay the way itu kapan kejadiannya?”
“Setengah tahun lalu, waktu liburan juga. Dia (nama pondok) kan, akunya (nama pondok) putri…”
“Emm iyah.”
Aku terduduk pasrah dalam lamunanku. Udah setengah tahun lalu tapi kenapa cewek ini masih menyimpan screenshot dari Chat mereka dulu. Itu udah lama. Gak mungkin kalau Dia udah gak ada rasa sama si Pram. Kenapa dia tiba-tiba muncul dan bilang kalau dia adalah mantannya Pram.
“Huufft…” aku menarik nafas panjang lagi.
Adzan Dhuhur pun berkumandang. Kulangkahkan kakiku untuk mengambil air wudhu dan pergi ke Masjid. Rasanya ingin sekali sujud lama-lama di hadapan Allah dengan harapan semoga bebanku cepat hilang dan kepercayaanku kepada Pram kembali.
Sempat aku pernah bertanya kepada Pram tentang cewek ini, dia malah jawab “kenapa?”
Huuu… sebenarnya ada rasa kesal waktu itu. Dan dia terus menanyakannya, kenapa? Kenapa? Dan kenapa? Saat aku jawab “gak apa” dianya malah bilang “jangan bohong Na”.
“Lupakan ajalah.”
“Gak bisa gitu dong.”
Sempat terpikir kalau dia khawatir dengan Aku saat ini tapi aku gak sePeDe itu ngakuinnya.
“Dia cantik juga baik, kayaknya dia masih sayang sama Kamu Kak.” Tiba-tiba aja aku ngetik kayak gitu dan pesannya udah aku kirim. Ya Tuhan.. semoga Pram gak marah.
“Loh kok jadi ngomongin itu… masih sayang… emang siapanya Kakak atuh.”
Dasar ni cowok udah tahu cewek itu mantan Dia masih gak mau ngaku juga. Lalu aku pun lama gak membalas pesan darinya. Aku sengaja memang, sambil berharap dia meminta maaf padaku, tapi do’a ku tak terjawab.
“Hmm ya udah Aku aja yang minta maaf duluan tak apa.” Pikirku dalam hati
“Maaf ya Kak.” Akhirnya aku kirim pesan singkat itu, dan benar saja baru beberapa menit dia sudah membalasnya.
“Iyaa… Tapi dia tuh sebenarnya pernah jadian. But just LDR…”
Aku gak tahu harus senang karena Dia udah ngakuin itu semua atau harus kecewa karena tadi Dia udah bohong sama aku.
“Jujur kamu masih punya rasa ndak sama Arum?”
“Biasa aja mah, kita emang deket kok… kenapa Na?”
“Tak apa”
“Yang bener Na?”
“Iyah.”
“Dena tuh mah gini… banyak yang diumpetin…”
“Emang aku misterius apa, gak ada apa-apa Kak.”
“Apa iya?” tanyanya sekali lagi sambil ngirim stiker yang membuatku semakin jengkel. Ni anak kayak tuh cewek banyak nanya.
“Iya aku tak apa, sudah lupakan.” Kataku jengkel
“Gak boleh gitu ma.” Logat Kaltimnya kental banget ni anak. Pikirku dalam hati
“Ya terus?”
“kasih tau akunya lah…”
Ihh ni anaknya maksa amat, pengen aku banting ni Hp tapi berhubung ni Hp satu-satunya jadi aku urungkan niatku itu.
“Aku tak apa-apa Kak, suwer deh.”
“Iya deh, maaf kalau Kakak maksa Dena yah.”
“Iya, santai aja Kak.”
Fyuuuuhh… Akhirnya selesai juga debat sama tuh cowok. Bisa gila aku kalau terus-terusan dihujam dengan pertanyaan-pertanyaan diluar naluriku itu. Segera kuambil langkah gontai menuju meja belajar di kamarku dan mengambil toples berisi makanan ringan pemberian ibuku semalam. Aku pun mengambil papan canggih milikku di kantung celanaku dan mulai memainkan jemariku di atas layarnya. Mungkin kalian anak alay yang sama sepertiku tahu apa yang mau aku lakukan. Iya. Aku mau curhat sama Medsos. Kutulis kata demi kata. Tak terlalu panjang hanya saja jelas sindiran itu yang aku hujamkan untuk mereka berdua.
“Mereka cuma ingin menghancurkan ketegaran hatiku… Ya Allah … Selamatkanlah Aku…”
Setelah ku klik kirim, beberapa menit kemudian banyak yang berkomentar memberi motivasi juga semangat dari mereka para sahabatku. Aku bersyukur dalam hidupku, aku masih mempunyai mereka, para sahabat yang menyayangiku.
Malam ini.. Bulan muncul setengah murum.. Bintang yang sekecil-kecilnya pun enggan menjenguk.. Seakan langit kelam bukan alasan.. Juga angin menari tak sepenuh hati.. Tak tentu arah.. Begitu juga di hati ini keadaannya.. Ada sepi hendak menelantarkan.. Sedikit rindu jiwaku terbelenggu.. Juga rasa bersalah.. Maafkan aku.. Yang ingin kamu mengerti.. Bila tadi aku mengerti.. Kamu takkan menghilang begini..
Seperti cintaku sebelumnya, aku gagal karena seorang mantan. Dan sekarang aku menjalin cinta lagi dengan lelaki yang berbeda yaitu Pram hubungan kami goyah karena mantan dia. Aku menyesali tiap tindakanku. Mantanku tak pernah lagi mengusik hubunganku dengan pacar baruku. Mereka begitu ikhlas karena di pihak merekalah yang meninggalkanku. selalu kujaga kesetiaanku dengannya. Pernah terpikir olehku.
“Jika memang aku bersama Pram. Aku harus siap menjalani hubungan jarak jauh dengannya. Apalagi dia mondok masih kelas 5. Insha’Allah aku sanggup menunggu dia 2 tahun lagi. Dulu waktu masih duduk di bangku taman kanak-kanak sampai lulus Sekolah Dasar nunggu Fajar peka aja aku sanggup. 8 tahun, meski akhirnya cintaku dengannya tak pernah kesampaian. Masa ini yang cuma 2 tahun aku gak sanggup.” Aku selalu menyemangati diriku sendiri ketika ada aja masalah di antara kami berdua. Kami memang tidak pacaran tapi kami saling punya perasaan. Dan aku menyukai itu.
Seminggu, dua minggu, sebulan, dia gak pernah ada kabar. Aku pun masih enggan untuk memulai percakapan dengannya meski cuma lewat pesan singkat. Namun 3 bulan, 6 bulan.
Saat aku ada rapat OSIS di Sekolah tiba-tiba Hp ku berbunyi “Ping!”
Dengan malas aku ambil Hp ku yang dari tadi aku letakkan di atas meja di hadapanku. Kulihat nama yang tertera di atas layar monitornya dan…
Aku mengucek mataku berkali-kali seakan tak percaya, kubaca sekali lagi, iya itu dari dirinya. Ya Allah.. benarkah itu dia? Aku masih mengerjap-ngerjapkan mataku tak percaya saat ku melihat nama di papan canggih di tanganku sekali lagi.
Dia kembali.. pikirku sekali lagi, tapi ku tak banyak berharap dan segera kumainkan jemariku dengan lincah di papan tombol qwertyku.
“Pong!” balasku tak kalah singkat
“Lama gak ketemu, gak kangen aku?”
Ihh PD amat nih anak ya, datang-datang udah bikin jengkel
“Ndak, kenapa?”
“Aku kangen kamu Na, kamu sekarang dimana?”
Deggk… jantungku mendadak berdetak dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Hmm… perasaan ini… gak boleh… jangan datang lagi.
Segera kutepis perasaan yang dulu sempat ada, tak mungkin dia akan menempati posisi spesial di hati ini lagi. Dan…
“Aku di sekolah, lagi rapat OSIS.”
Ku sengaja menjelaskan kenapa di Sekolah karena ku tahu pasti dia akan menanyakannya padaku.
“Pulang jam berapa nanti?”
“Mungkin jam 1 atau 2 siang.”
“Ohh ya udah.”
Setelah itu tak ada lagi percakapan sekedar basa-basi di antara kami. Percakapan yang sangat singkat memang namun mampu mengobati rasa rindu 6 bulan penantianku. Dan aku pun melanjutkan kegiatanku kembali.
“Baru pukul sebelas tapi udah boring banget.” Aku pun terus menggerutu sambil tiduran di atas karpet. Fitri yang di sampingku hanya terdiam tak mengerti apa yang aku bicarakan. Tiba-tiba
Krieeekk… Ada yang masuk ke dalam ruangan meeting tempatku berada saat ini. Dan…
“Na! Loe dicari seseorang tuh.”
“Siapa?” tanyaku penasaran
“Lihat aja sendiri, noh orangnya di luar nungguin elo.”
Aku pun yang dari tadi udah bad mood, jenuh dan males ngapa-ngapain pun terpaksa berjalan lunglai meninggalkan Fitri yang dari tadi sibuk memperhatikan kelakuanku.
Jegreeekk… kututup kembali ruang ber AC itu dan segera menemui siapa gerangan tamu yang ingin bertemu denganku. Dan ketika kuberbalik ada mereka teman-teman OSISku dan… Dia orang yang membelakangi kami semua. Kuteliti punggungku dan ketika dia berbalik menghadapku. Tak sengaja mata kami beradu. Ujung mataku menangkap senyum simpul miliknya.
“Dia… Dia datang lagi… untuk apa?”
Aku bertanya-tanya dalam hati, namun seketika itu juga teman-teman menyorakiku termasuk teman yang memanggilku di meeting room tadi.
“Ciee… Dena akhirnya ada yang ngapelin.” Kata salah seorang teman
“Ehh so sweet banget yah jauh-jauh dari Pondok bahkan ngelewatin perbatasan provinsi Cuma mau nemuin pujaan hati.” Kakak kelasku pun tak mau kalah dengan suara yang volumenya gak bisa dibilang itu normal.
“Wah bau-bau PJ nih..”
“Hahaha…” mereka semua tertawa lepas saat melihat aku cemberut dengan bibir manyun mendengar ocehan mereka. Kulihat Dia cuma tersenyum seakan menikmati ocehan demi ocehan teman-teman OSISku ini.
“Aku pinjem dulu ya wakil sekretaris OSIS kalian ini.” Aku kaget, bukan karena perkataannya barusan tapi karena tangannya yang tiba-tiba memegang tanganku erat.
Serentak mereka menjawab “Iya.”
“Silahkan, tapi jangan diapa-apain temen gue ini.” Kata temenku yang memanggilku tadi.
“Oke, aku pergi dulu ya..”
“Baiklah, hati-hati kawan.”
Semua pun kelihatannya senang, mungkin cuma aku disini yang masih memperlihatkan muka cemberutku. Aku ingin melepaskan gandengannya. Tapi semakin ku mencobanya cengkraman lelaki ini semakin kuat.
“Sakit tahu!” Bentakku marah
“Iya maaf, ayo naik.” Kulihat wajahnya memelas, tak kuasa aku memarahinya lagi, dan disitulah kelemahanku saat aku bersama seseorang yang aku sayang. Aku tak mau menyakitinya meskipun aku tahu kalau dia pernah menyakitiku.
Aku pun menuruti permintaannya. Mungkin ia sengaja tak melajukan motornya dengan cepat dan mungkin ia tak mau terburu-buru. Iya. Itu kebiasaannya dari dulu, aku masih mengingatnya. Aku pernah sekali menanyakan hal itu padanya.
“Aku hanya ingin berlama-lama saja denganmu Na. Dan aku berharap perjalanan kita saat ini masih sangat jauh.” Mendengar jawaban darinya aku pun tersenyum. Dan dia tersenyum juga ketika melihat pipiku yang bersemu merah. Dia tahu… iya dia tahu karena aku melihatnya diam-diam melirikku lewat kaca spion miliknya.
Oke flashback off
Dia pun memberhentikan laju motornya. Dia ternyata membawaku ke alun-alun, tempat yang tak asing lagi bagiku untuk melihat para muda-mudi yang lagi asik pacaran. Dan mungkin orang-orang juga mengira kalau saat ini aku sedang bersama pasanganku. Setelah ia memarkirkan sepedanya, aku berjalan cepat mendahului lelaki ini aku berlari setelah ujung mataku menemukan tempat teduh dan kursi panjang di bawah pohon mangga.
“Kita gak jalan-jalan dulu Na, kan biasanya kamu yang paling aktif kalau aku ajak kemari.”
Dia mengingatnya… Dia masih mengingatnya…
“Malas ah panas.”
“Lagi bad mood ya?”
“Iya.” Mungkin jawabanku yang terlalu singkat ini membuatnya merasa bersalah.
“Gara-gara aku ya…” kulihat dia yang duduk di sampingku menunduk lesu.
“Ehh endak kok, itu tadi.. anu…emm.. gara-gara belum buat proposal lomba SSG, iya gara-gara itu..” jawabku berbohong sambil terbata-bata
“Gak usah bohong Na, aku kenal kamu. Aku tahu kamu sekarang ini lagi berbohong kan. Aku bisa lihat itu dari mata kamu.” Kulihat sorot mata lelaki yang ada di sampingku ini. Dia seakan mau menangis tapi menahannya.
“Maafkan aku Na. Aku gak bermaksud nyakitin kamu. Jujur aku merasa sangat kehilangan seseorang yang ada di hatiku saat kamu tak lagi memberikanku kabar. Aku kangen kamu Na. Aku kangen.. sekali lagi maafin aku. Aku sayang banget sama kamu.”
Dia lalu memelukku dengan erat seakan ia tak mau melepaskannya. Suhu badannya begitu hangat membuatku nyaman dipelukannya. Lalu tanpa sadar aku pun meneteskan air mataku dan membasahi pundaknya. Aku kembali mengingat saat bersama Pram di tempat ini dulu. Lelaki ini begitu baik. Ia selalu menuruti apa saja yang aku inginkan, dan sampai peristiwa itu terjadi. 6 bulan yang lalu, saat Pram meninggalkanku, dan perempuan itu…
“Dena!” suara serak Pram membuyarkan lamunanku
“Iya, kenapa Pram?” ku lihat matanya berbinar menatapku
“Aku sayang kamu. Maafin aku… Aku…”
“Udah cukup Pram.” Aku memotong pembicaraan Pram.
“Aku udah memaafkanmu sebelumnya, dari kamu jauh-jauh menemuiku dari Kalimantan Timur dulu tapi aku tak menemuimu, ku tahu pasti kau sangat kecewa. Lalu kamu datang lagi disini saat selesai ujian semester awal di Pondok Kamu. Aku tahu itu sangat jauh Pram. Dan aku menghargai jerih payahmu agar kau sampai menggenggam tanganku.”
“Air matamu menandakan kalau aku adalah cowok pengecut Na.” Lalu ia menghapus air mataku dengan begitu lembut.
“Tidak Pram. Ini air mata kebahagiaan. Aku menyayangimu, lupakan yang udah terjadi dulu. Sekarang kita buka lagi yang baru untuk mengganti lembaran kusam yang tertinggal 6 bulan lalu. Aku ingin selalu bersamamu Pram. Seperti ini.” Sambil ku memeluk dirinya. Aku menangis lagi. Pram membiarkan aku membuang beban beratku di pundaknya.
Terima kasih Tuhan telah mempertemukannya denganku. Sangat kusyukuri itu atas segala yang Engkau berikan. Bila engkau mengizinkan hamba untuk bersamanya Tuhan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan yang akan mendekatkan kami pada ridhomu. Ikatkanlah kami Tuhan… Dengan ikatan yang tak mampu dilepas oleh Dunia dan setelahnya. Terima Kasih Tuhan…
“Terima kasih Na, kamu udah mau nunggu Aku selama ini dan mau memaafkan aku yang telah bersalah ini.”
“Udah, jangan dibahas lagi, nanti aku nangis lagi loh… gak mau kan liat aku nangis lagi.”
“Nggak apa kalau nangis kamu nangis bahagia Na, kayak sekarang ini.” Godanya sambil menjewer pipiku yang katanya Pram tembem banget.
“Ihh sakit tahu.” Rintihku manja
“Ya udah balik yuk, nanti aku dimarahi temen-temen kamu lagi.”
“Ayuk.!!” Kali ini aku yang menggandeng tangannya terlebih dahulu, sedangkan ia merangkul pundakku sambil lalu meninggalkan tempat ini. Kursi putih panjang di bawah pohon mangga ini menjadi saksi cinta kami berdua.
Dalam perjalanan pulang aku masih mengingat perkataannya tadi.
“Dengan mengenalnya Tuhan menunjukkan jalanku untuk mengenalmu. Bersamamu ku mengerti Tuhan telah memberikan yang terbaik dalam kehidupanku.”
“Terima kasih Pram.” Ucapku bahagia
THE END
Cerpen Karangan: Dwi Elva Nurjana
Facebook: facebook.com/elpcyankmazchitutclalue.elpcyankmazchitutclalue
Jarak Takkan Memisahkan Kita
4/
5
Oleh
Unknown