Judul Cerpen Sebuah Nama Dari Orang Yang Cerdas
Fantasi ini dimulai dari alarm bangun pagiku. Aku baru ingat hari ini ada jadwal keberangkatanku ke suatu daerah penghasil salah satu makanan terenak yaitu pempek. Ya bener kota palembang.
Indahnya langit punya sang fajar memang sangat cantik. Bisa kulihat dengan tenang dari bangku pesawat yang memang sengajaku pesan di ujung jendela.
Di kota inilah fantasiku memegang kendali. Kusewa mobil untuk memulai perjalanan dari palembang sampai pekanbaru. Ya pekanbaru, di kota itulah ada sebuah nama yang sulit aku jauhkan dari otakku, Gigih Yudhiannisa Putri.
Sebuah nama dari orang yang bukan hanya cantik tetapi juga cerdas.
Kihitung perjalananku 21 jam lamanya. Tak tahu ditemani kejadian apa saja nanti selama perjalanan. Yang jelas fantasi ini akan begitu sangat menyengkan. Kumulai mengatur kaki di pedal gasku secara perlahan. Karena aku tidak mau terlalu lelah sebelum bertemu si nama itu.
6 jam sudah kulewati dengan pemandangan yang selalu setia menemani dari balik kaca mobil. Ya mugkin bukan rahasia umum. Pulau sumatera adalah surga bagi para petani kebun sawit. Dan tak lupa padang rumput liar juga hadir menemaniku. Terik memang tapi di situlah anugerahnya. Saya pernah membaca sebuah quote dari bob marley yang kurang lebih artinya seperti ini “kamu bilang kamu suka hujan tapi kenapa kamu berlindung di balik payung saat melewatinya, kamu bilang kamu suka sinar matahari tetapi kamu berlindung di balik bayang bayang saat ia bersinar, kamu bilang kamu suka angin tetapi kenapa kamu tutup jendelamu ketika ia mulai berhembus”.
Sebuah quote yang menurutku ditujukan ke orang orang munafik, dan selama ini aku beruntung aku masih bisa menikmati semua itu dan bukan termasuk orang orang yang dianggap munafik. Oke kita tinggalkan masalah itu.
Banyak bukit dan jembatan jembatan yang sudah kulewati. Bermacam tikungan dan desa desa kecil dengan populasi manusia yang bisa terhitung dengan jari. Aku mulai berpikir apakah fantasiku ini bisa berujung dengan bertemunya aku dengan perempuan sang pemilik nama itu. Dan untuk apa aku menemuinya?. Tidak ada yang tahu yang jelas aku pun masih seperempat jalan untuk sampai di sana.
12 jam berlalu dengan cara perlahan. Kutepikan mobil di tepi jalan sesambil kuhisap candu dalam istirahatku. Kebetulan yang kulalui itu sebuah bukit dan aku bisa melihat bukit yang berseberangan yang sedang asik berbicara tentang senja. Matahari yang secara malu mulai meninggalkan si bukit seraya mengucapkan selamat datang pada rembulan. Warna merah yang begitu cantik menemani langit. Bersiluet ke segala arah permukaan bumi. Warna yang bercampur keemasan yang disebut indah.
Kunikmati setiap kata muadzin mengumandangkan adzan. Dibalik bukit yang akan gelap dan tenang. Lampu kecil dari kejauhan mulai bermunculan. Menyebar dari satu titik ke titik yang lain. Seakan kompak menerangi desa kecil itu. Angin mulai berhembus tenang bawa segala angan melayang. Bermain di awan fantasi otakku. Istirahat yang bisa dibilang mengagumkan. Kuputuskan untuk meninggalkan suasana itu untuk berjalan.
20 jam sudah kulewati bersama angin malam. Sengaja memang kubuka kaca jendela mobil agar aku tetap terjaga dari rasa kantukku. Pohon yang berbaris dan bergelap gelapan tetap setia menemaniku. Masih sekitar 39 menit sampai di kota pekanbaru. Kota dimana perempuan cerdas menghabiskan waktunya. Tetapi rasa kantukku tak tertahan lagi. Akhirnya aku putuskan untuk tinggal tidur sejenak dalam mobil sewaanku. Mimpiku berlalu ditemani suara khas malam hari. Jangkrik dan katak tak henti hentinya berbicara. Beruntung angin waktu itu berhembus dengan tenang. Ya walapun kumatikan mesin mobil masih ada udara segar yang masuk melalui celah kaca.
Aku berniat menemuinya bertepatan dengan jam masuk kantornya. Aku memulai mencari alamat tempat ia bekerja. Dan yang aku tahu ia bekerja di bandar udara kota tersebut. Dengan rasa gugup bercampur aduk aku sampai tepat di tenpat parkir kendaraan. Kemudian pertanyaan itu kembali muncul. Apakah fantasiku bisa berujung bertemu dengannya? Dan untuk apa aku menemuinya?
Otak dan hatiku beradu siapa yang paling dulu mengelabuiku. Sebab logika dan perasaan tak akan pernah menyatu dalam satu diri seseorang.
Dan waktu bimbang pun dimulai bertepatan datangnya sebuah mobil yang parkir di sebelahku.
Dimatikannya mesin mobil itu dan mulai perlahan terlihat sebuah raut muka yang sangat aku hafal, dihiasi tatapan mata yang begitu percaya diri. Gigih Yudhiannisa Putri. Nama itu muncul di depan mataku. Dan secara tak langsung pertanyaan “apakah fantasi ini berujung bertemunya dia?” telah gugur. Muncul pertanyaan kedua yang begitu rumit dijawab “untuk apa aku bertemu dengannya?”. Sulit menemukan jawaban yang masuk akal untuk itu. Antara berharap kesempatan kedua atau hanya memenuhi hasrat untuk bertemu. Jawaban yang konyol dari orang yang konyol.
Akhirnya kuputuskan untuk tetap tinggal seraya melihat wajah cerdas itu pergi menjauh ke balik pintu kantor. Sebuah keputusan yang sangat adil buatku. Berhela nafas panjang kuputar balik mobil menuju kota palembang lagi. Memulai perjalanan 21 jam untuk kedua kalinya.
3 bulan berlalu masih dengan perasaan bimbang yang sama. Suatu ketika aku mendapat personal message dari salah satu media sosialku. Antara berita gembira atau sedih aku pun tak bisa menyampaikannya. Yang pada intinya ada lelaki beruntung di dunia ini yang bisa melengkapi kebahagiannya menjadi sempurna.
*NB: Gigih Yudhiannisa Putri, sebuah nama yang selalu bisa dibuatkan cerita dalam sisa hidup ini. Sebuah nama cerdas yang bisa membuat otak ini berfantasi. Ninis yang manis namamu tak akan terganti dalam setiap lembar kata ceritaku.
Cerpen Karangan: Dian Wahyudi
Blog: Ordinarychar.blogspot.com
Fantasi ini dimulai dari alarm bangun pagiku. Aku baru ingat hari ini ada jadwal keberangkatanku ke suatu daerah penghasil salah satu makanan terenak yaitu pempek. Ya bener kota palembang.
Indahnya langit punya sang fajar memang sangat cantik. Bisa kulihat dengan tenang dari bangku pesawat yang memang sengajaku pesan di ujung jendela.
Di kota inilah fantasiku memegang kendali. Kusewa mobil untuk memulai perjalanan dari palembang sampai pekanbaru. Ya pekanbaru, di kota itulah ada sebuah nama yang sulit aku jauhkan dari otakku, Gigih Yudhiannisa Putri.
Sebuah nama dari orang yang bukan hanya cantik tetapi juga cerdas.
Kihitung perjalananku 21 jam lamanya. Tak tahu ditemani kejadian apa saja nanti selama perjalanan. Yang jelas fantasi ini akan begitu sangat menyengkan. Kumulai mengatur kaki di pedal gasku secara perlahan. Karena aku tidak mau terlalu lelah sebelum bertemu si nama itu.
6 jam sudah kulewati dengan pemandangan yang selalu setia menemani dari balik kaca mobil. Ya mugkin bukan rahasia umum. Pulau sumatera adalah surga bagi para petani kebun sawit. Dan tak lupa padang rumput liar juga hadir menemaniku. Terik memang tapi di situlah anugerahnya. Saya pernah membaca sebuah quote dari bob marley yang kurang lebih artinya seperti ini “kamu bilang kamu suka hujan tapi kenapa kamu berlindung di balik payung saat melewatinya, kamu bilang kamu suka sinar matahari tetapi kamu berlindung di balik bayang bayang saat ia bersinar, kamu bilang kamu suka angin tetapi kenapa kamu tutup jendelamu ketika ia mulai berhembus”.
Sebuah quote yang menurutku ditujukan ke orang orang munafik, dan selama ini aku beruntung aku masih bisa menikmati semua itu dan bukan termasuk orang orang yang dianggap munafik. Oke kita tinggalkan masalah itu.
Banyak bukit dan jembatan jembatan yang sudah kulewati. Bermacam tikungan dan desa desa kecil dengan populasi manusia yang bisa terhitung dengan jari. Aku mulai berpikir apakah fantasiku ini bisa berujung dengan bertemunya aku dengan perempuan sang pemilik nama itu. Dan untuk apa aku menemuinya?. Tidak ada yang tahu yang jelas aku pun masih seperempat jalan untuk sampai di sana.
12 jam berlalu dengan cara perlahan. Kutepikan mobil di tepi jalan sesambil kuhisap candu dalam istirahatku. Kebetulan yang kulalui itu sebuah bukit dan aku bisa melihat bukit yang berseberangan yang sedang asik berbicara tentang senja. Matahari yang secara malu mulai meninggalkan si bukit seraya mengucapkan selamat datang pada rembulan. Warna merah yang begitu cantik menemani langit. Bersiluet ke segala arah permukaan bumi. Warna yang bercampur keemasan yang disebut indah.
Kunikmati setiap kata muadzin mengumandangkan adzan. Dibalik bukit yang akan gelap dan tenang. Lampu kecil dari kejauhan mulai bermunculan. Menyebar dari satu titik ke titik yang lain. Seakan kompak menerangi desa kecil itu. Angin mulai berhembus tenang bawa segala angan melayang. Bermain di awan fantasi otakku. Istirahat yang bisa dibilang mengagumkan. Kuputuskan untuk meninggalkan suasana itu untuk berjalan.
20 jam sudah kulewati bersama angin malam. Sengaja memang kubuka kaca jendela mobil agar aku tetap terjaga dari rasa kantukku. Pohon yang berbaris dan bergelap gelapan tetap setia menemaniku. Masih sekitar 39 menit sampai di kota pekanbaru. Kota dimana perempuan cerdas menghabiskan waktunya. Tetapi rasa kantukku tak tertahan lagi. Akhirnya aku putuskan untuk tinggal tidur sejenak dalam mobil sewaanku. Mimpiku berlalu ditemani suara khas malam hari. Jangkrik dan katak tak henti hentinya berbicara. Beruntung angin waktu itu berhembus dengan tenang. Ya walapun kumatikan mesin mobil masih ada udara segar yang masuk melalui celah kaca.
Aku berniat menemuinya bertepatan dengan jam masuk kantornya. Aku memulai mencari alamat tempat ia bekerja. Dan yang aku tahu ia bekerja di bandar udara kota tersebut. Dengan rasa gugup bercampur aduk aku sampai tepat di tenpat parkir kendaraan. Kemudian pertanyaan itu kembali muncul. Apakah fantasiku bisa berujung bertemu dengannya? Dan untuk apa aku menemuinya?
Otak dan hatiku beradu siapa yang paling dulu mengelabuiku. Sebab logika dan perasaan tak akan pernah menyatu dalam satu diri seseorang.
Dan waktu bimbang pun dimulai bertepatan datangnya sebuah mobil yang parkir di sebelahku.
Dimatikannya mesin mobil itu dan mulai perlahan terlihat sebuah raut muka yang sangat aku hafal, dihiasi tatapan mata yang begitu percaya diri. Gigih Yudhiannisa Putri. Nama itu muncul di depan mataku. Dan secara tak langsung pertanyaan “apakah fantasi ini berujung bertemunya dia?” telah gugur. Muncul pertanyaan kedua yang begitu rumit dijawab “untuk apa aku bertemu dengannya?”. Sulit menemukan jawaban yang masuk akal untuk itu. Antara berharap kesempatan kedua atau hanya memenuhi hasrat untuk bertemu. Jawaban yang konyol dari orang yang konyol.
Akhirnya kuputuskan untuk tetap tinggal seraya melihat wajah cerdas itu pergi menjauh ke balik pintu kantor. Sebuah keputusan yang sangat adil buatku. Berhela nafas panjang kuputar balik mobil menuju kota palembang lagi. Memulai perjalanan 21 jam untuk kedua kalinya.
3 bulan berlalu masih dengan perasaan bimbang yang sama. Suatu ketika aku mendapat personal message dari salah satu media sosialku. Antara berita gembira atau sedih aku pun tak bisa menyampaikannya. Yang pada intinya ada lelaki beruntung di dunia ini yang bisa melengkapi kebahagiannya menjadi sempurna.
*NB: Gigih Yudhiannisa Putri, sebuah nama yang selalu bisa dibuatkan cerita dalam sisa hidup ini. Sebuah nama cerdas yang bisa membuat otak ini berfantasi. Ninis yang manis namamu tak akan terganti dalam setiap lembar kata ceritaku.
Cerpen Karangan: Dian Wahyudi
Blog: Ordinarychar.blogspot.com
Sebuah Nama Dari Orang Yang Cerdas
4/
5
Oleh
Unknown