Aku Serahkan Akhir Kisahku Kepada Waktu

Baca Juga :
    Judul Cerpen Aku Serahkan Akhir Kisahku Kepada Waktu

    Mentari menghilang di ufuk barat, menandakan hari akan memasuki waktu malamnya. Bulan akan datang dengan sinarnya yang indah dan seribu bintang akan datang menemani malamku, malamku yang sunyi.

    Aku merenung menatap langit-langit kamarku. Waktu terasa berjalan lama, mengingat kapan mata ini akan menghantarku ke dunia mimpi. Malam ini, waktu tidak memperbolehkan aku untuk terlelap. Ia berusaha membuka mataku dengan dentingan jam dan alunan suara jangkrik yang bermain di telingaku.
    Seseorang, ada seseorang yang menyuruh waktu untuk melarangku pergi ke dunia mimpi, seseorang dengan enaknya memasuki hatiku tanpa adanya izin dariku. Ia masuk dan mengendalikan pikiranku. Membuat waktuku sia-sia untuk memikirkan sosok dirinya, yang aku pun tak tahu, ia juga sedang memikirkanku atau tidak.

    “Hai Fei” Sapa Leni, sahabat baikku. Ia adalah seseorang yang hangat, yang selalu bersamaku ketika aku senang maupun sedih. Ia adalah teman terbaik yang pernah aku miliki. Lalu, aku duduk di tempat biasa, yaitu berada tepat di depan meja guru. Tempat yang sama seperti penjara. Dimana kesempatan untuk menyontek ketika ulangan dan ujian adalah nol persen.

    Hatiku berdebar, ketika sosok orang yang mengambil alih pikiranku, orang yang kusukai, Zayn, muncul dari balik pintu. Ia terlihat sangat biasa, tidak menarik dan tidak memiliki pesona. Aku sendiri pun bingung, kenapa ia bisa membuatku jatuh hati padanya, kenapa ia selalu membuat jantungku berdebar.

    Sesekali, aku mencuri pandang padanya, sekedar untuk mengobati rasa rindu. ‘Kenapa waktu terasa singkat?’ Desahku ketika guru memasuki kelasku dan reflek membuatku menjadi berkonsentrasi pada pelajaran yang akan ia ajarkan. Karena, tujuan utamaku bersekolah adalah untuk menuntut ilmu. Walaupun, fakta bahwa aku ingin menemui Zayn, tidak dapat dipungkiri.

    “Dasar Cewek Galak!” Ledek Zayn padaku. Aku memarahinya karena ia tidak serius dalam pekerjaan kelompok. Ia selalu membuatku kesal dengan ledekan-ledekan yang ia buat, dan tidak jarang kami berdebat tentang sesuatu yang sama sekali tidak penting sehingga teman yang ada disekitar kami menjadi terganggu. Namun dengan cara inilah, aku bisa menjadi teman akrab dan teman dekat Zayn.

    Hari ini, Tak sengaja aku mendengar Zayn digosipkan sedang dekat dengan Lulu. Tentu saja perasaanku tidak sedamai senyum yang aku keluarkan, apalagi kepribadian Lulu sangat berbeda denganku. Lulu adalah perempuan feminin, lemah lembut dan terkenal cantik.‘Kok aku jadi nggak semangat ya?’ Gumamku.

    Baru aku sadari, bahwa Zayn sudah menjadi separuh semangatku. Semangatku menurun, senyum pun sulit kuukir di wajahku, dan sekolah, tidak terasa menyenangkan lagi bagiku.

    Aku pun baru saja tahu, perasaanku kepada Zayn mengandung resiko yang berat, perasaan sakit ketika hal yang tidak aku inginkan akhirnya datang. Waktu terasa lama dan setiap bayangan Zayn yang terlintas di kepalaku akan membuat goresan luka pada perasaanku yang tulus.

    Ada bagian dari diriku yang menyuruhku untuk menjauhi Zayn sebelum ia membuat perasaanku menjadi lebih sakit. Namun, ada juga bagian dari diriku yang lain, yang menyuruhku untuk terus menyukainya, untuk terus dekat dengannya. Aku tak tahu harus mendukung bagian diriku yang mana. Waktu pun juga tidak dapat memilih.

    “Kok lu jadi aneh akhir-akhir ini cewek galak?” Tanya Zayn ketika aku mengatakan “bodoh” kepadanya. Aku tetap mengatakannya bodoh dengan kesal dengan omelan-omelan yang yang tidak seharusnya aku katakan padanya. Lebih tepatnya lagi, ini seperti omelan aneh yang bahkan aku pun juga tidak mengerti.

    ‘Hah? M-mana semua orang? Apa sekolah ini dari awal memang sunyi atau entahlah.’ Gumamku bingung.

    “Zayn!!” Aku berteriak memanggil Zayn dan menahannya pulang. Aku meminta Zayn menemaniku menunggu jemputan orangtuaku. Awalnya ia menolak, namun setelah aku memohon kepadanya, ia pun setuju untuk menemaniku menunggu ibuku datang. Sesekali aku mendengar ia mengeluh ketika ibuku tak kunjung datang. Namun, ia tetap menemaniku dengan beribu perdebatan yang entah siapa yang memulai. Tiba-tiba, suasana menjadi sunyi.

    “Zayn, lu suka kan sama Lulu?” Tanyaku memecahkan sunyi.

    “Jangan sok tau lu” Tolak Zayn dan membuat hatiku menjadi sedikit tenang. Aku terus memancing Zayn sampai aku puas atas jawabannya.

    “Lu kok nanyain itu segala?” Tanya Zayn polos dan membuat jantungku berdebar-debar. Mendengar pertanyaannya tersebut, membuat aku membeku dan gugup.

    “Ya udah, nggak usah jawab” Ujarku. Aku sudah menduga bahwa ia akan bertanya tentang hal itu. Dan aku menyesal bertanya tentang itu padanya, memang benar, penyesalan selalu datang terlambat.

    “Gue nggak pernah suka sama Lulu. Apa lu pernah ngeliat gue deket sama Lulu? gue nggak pernah deket sama cewek.” Kali ini, Zayn yang memecahkan keheningan dan kata-katanya membuatku menjadi gugup sekaligus senang.

    “Tapi, kok lu bisa deket sama gue?” Tanyaku pada Zayn. Aku penasaran apa yang akan ia jawab atas pertanyaan anehku itu.

    “Gue bisa deket kayak gini sama lu, karena lu itu bukan cewek biasa, lebih kaya cewek aneh yang super galak.” Ledek Zayn padaku, aku memberikan pokerface padanya. Namun ia hanya menunjukkan senyumnya padaku, hal yang paling aku sukai pada diri Zayn.

    Aku pun tahu jawaban atas pertanyaanku. Tidak apa-apa aku terus menyimpan perasaan aneh untuk laki-laki ini, karena ia adalah separuh semangatku. Berada di dekatnya saja, aku merasa nyaman dan bersemangat.

    Aku tidak tahu akhir kisah ini, apakah akan bahagia atau malah sebaliknya. Yang aku tahu, Zayn adalah sang penebar semangat. Aku juga tidak harus menunggu waktu. Aku percaya pada waktu, bahwa ia akan memberikanku hari dengan disertai pelangi abadi. Waktu tidak akan menghianatiku, karena waktu menyayangiku.

    Saat ini, Zayn adalah teman yang cukup dekat denganku. Walaupun perasaan kasih sayang yang kuberikan, lebih dari sekedar teman. Tapi, aku tetap bahagia karena aku percaya, akhir kisah ini tidak akan melukaiku, perasaan ini tidak akan mengkhianatiku. Dan waktu, akan memberikan akhir terbaik untuk kisahku ini. Kuserahkan halaman terakhir kisahku ini, kepada waktu.

    Cerpen Karangan: Tasya Marliani
    Blog: Blogtasya01.blogspot.co.id

    Artikel Terkait

    Aku Serahkan Akhir Kisahku Kepada Waktu
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email