Judul Cerpen Cinta yang Semu
“Cinta itu buta”
“Cinta itu indah”
“Cinta itu menyenangkan”
Begitulah pendapat sebagian orang tentang cinta. CINTA, satu kata yang terdiri atas lima susunan alfabet ini sukses membutakan mataku. Bahkan bukan hanya mataku, namun juga hatiku.
Indah memang, menyenangkan memang. Tapi siapa sangka bila cinta yang tidak didasarkan atas nama Lillah hanya akan mengundang sakit yang begitu menyiksa.
Yogi namanya. Pria yang kukenal saat pertama kali aku memasuki dunia SMA. Seorang pria yang tampan, berperawakan tinggi nan tegap, berhidung mancung, dan memiliki sepasang bola mata yang berwarna coklat tua. Itulah sebabnya ia sangat dikagumi oleh banyak wanita di sekolahku. Salah satunya adalah Nozya. Teman satu kelasku yang dikabari tengah dekat dengan Yogi. Nozya memiliki kulit yang putih, rambut yang panjang, bibir mungil dan mata sipit. Karena ia blasteran Indonesia China.
Hari itu bel sekolah berbunyi. Bukan pertanda masuk kelas atau jam istirahat, namun bel itu menandakan bahwa waktu pulang sekolah sudah tiba. Aku langsung bergegas merapikan buku-buku pelajaranku untuk kemudian langsung menyusunkan ke dalam ranselku dan setelah itu aku langsung menuju parkiran sepeda motor di sekolahku.
Beberapa meter sebelum aku sampai di parkiran, kulihat Nozya dan Yogi tengah berbincang-bincang. Aku tak menghentikan langkahku dan aku tetap melanjutkan langkahku. Sepeda motorku yang parkir tepat di sebelah sepeda motor Yogi membuat aku tak sengaja mendengar perbincangan mereka.
“Yogi, pulang bareng ya” kata Nozya. Kulihat dan kudengar ia tengah memelas pada Yogi sambil menggenggam kedua tangan Yogi.
“Apaan sih kamu pegang-pegang tanganku” jawab Yogi dengan nada agak arogan sembari melepaskan genggaman Nozya.
Hanya itu yang aku dengar, karena aku langsung men-starter sepeda motorku untuk langsung pulang ke rumah.
Sesampainya aku di rumah, kejadian di parkiran tadi terngiang-ngiang di otakku. Apa mereka pacaran? Ah mungkin benar mereka pacaran. Tapi kalau mereka pacaran kenapa tadi Yogi kasar banget ya sama Nozya. Kataku sambil membayangkan wajah Yogi.
“Duh kenapa aku jadi kepo gini sih? Kalau mereka pacaran, apa urusannya denganku” gumamku sambil mulai membuka toples kue yang terletak di atas meja ruang tamuku. Aku memang suka ngemil, namun walaupun aku suka ngemil, aku bukan gadis yang gemuk kok. Berat ku hanya 50 kg, tinggi ku 150 cm. Cukup ideal kan?
Pagi itu aku berangkat sekolah agak kesiangan karena mama juga kesiangan. Wajar saja, aku ini anak mami banget, kalau nggak dibangunin ya nggak bangun-bangun. Di tengah perjalanan ban sepeda motor aku bocor.
“Ahk sial!!! Sudah kesiangan, pake acara bocor pula ban ini. Bikin repot aja” gumamku sambil menendang ban motorku itu. Aku mendorong sepeda motorku sambil mencari bengkel motor. Belum ada 1 meter aku mendorong, tiba-tiba kudengar ada sepeda motor yang berhenti di belakangku. Mungkin orang iseng yang mau ngeledeki aku. Pikirku.
“Lirza?” suara dari pengendara motor yang tiba-tiba berhenti di belakangku. Aku pun langsung menoleh ke belakang. Dan kulihat seorang pria yang mengenakan helm berwarna putih dan memakai masker hitam. Aku tanda dengan sepeda motor yang dinaikinya. Yogi, batinku berkata seperti itu. Namun aku belum yakin karena belum melihat wajanya.
“Ini sudah pukul 07.25, 5 menit lagi bel dan gerbang sekolah akan segera ditutup. Ban kamu bocor, lebih baik ayok pergi bareng aku aja” kata Yogi menawarkan tumpangan untukku dan sambil membuka helm dan maskernya sehingga aku tau itu Yogi.
“Tapi motorku gimana? Masa iya aku tinggal disini? Ntar kalau hilang gimana?” tanyaku sambil berharap ia memberi solusi.
“Kunci stang aja, terus kamu titipi di depan rumah orang itu” kata Yogi sambil menunjuk sebuah rumah berwarna merah muda itu. Aku pun mengikuti sarannya. Dan aku mulai menaiki sepeda motornya.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, baru kali ini aku dibonceng cowok. Deg-degan rasanya. Apalagi yang bonceng cowok ganteng kayak Yogi. Karena waktu bel sekolah nyaris akan berbunyi, Yogi pun tancap gas motornya. Aku yang diboncengnya pun sangat ketakutan.
“Lir, pegangan aku aja kalau takut jatuh” pinta Yogi.
Aku pun langsung melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya.
Akhirnya kami sampai di sekolah dan pintu gerbang sekolah nyaris akan ditutup oleh pak Satpam. Tak kusangka, ternyata Nozya melihatku dibonceng oleh Yogi. Kulihat mata Nozya yang sipit tiba-tiba melotot lebar. Pipinya yang putih menjadi merah pertanda marah. Aku ketakutan, kukira ia akan marah padaku, namun dugaanku salah. Ia marah kepada Yogi. Aku tak ingin mendengarkan pertikaian mereka dan aku pun langsung lari masuk ke dalam kelas.
Hari demi hari berlangsung dengan cepat. Aku pun tamat SMA. bukan hanya aku, namun juga Yogi dan Nozya. Sekarang aku telah menjadi seorang mahasiswi di suatu perguruan tinggi negeri. Terkadang, dalam kesendirian, aku suka membayangkan dan mengingat masa-masa putih abu-abuku. Dan ketika aku mengingat masa-masa itu, bayangan wajah Yogi lah yang nyaris menyita perhatianku. Apa aku merindukannya? Atau jangan-jangan aku menyukainya. Takdir begitu baik padaku, hingga suatu hari ketika aku sedang asyik shopping di mall, aku bertemu dengan Yogi. Singkat cerita, aku dan dia pun sering ketemuan entah untuk ngedate atau sekedar refreshing saja. Dan akhirnya kita jadian. Yaapppsss. Kami pacaran.
Sebagaimana itu adalah hubungan yang dilarang oleh Allah. Maka ada saja yang tidak mengenakkan hati. 2 bulan pertama romantis nan harmonis bak pasangan yang telah menikah. 3 bulan kemudian mulai terekam cerita-cerita sedih nan mengikis hati. Sampai saat hari dimana anniversary kami yang ke satu tahun. Kisah tragis pun terjadi. Ia selingkuh. Aduhai.. Sakit sekali rasanya. Sepertinya tak ada guna lagi hidup ini. Dan aku mengeluh. Hampir 6 bulan aku tak bisa move on. Dan kuputuskan untuk bercerita dengan sahabatku. Akhirnya sahabatku pun memberikan solusi agar aku coba ikut acara-acara kajian keislaman. Dan kucoba mengikuti acara-acara pengajian seperti yang dipintakan oleh sahabatku.
Dan Alhamdulillah…
Kini aku hijrah.. Tak ingin masuk ke lubang yang sama.
Cerpen Karangan: Indri Wahyuniati
Facebook: Indri Wahyuniati Mps
“Cinta itu buta”
“Cinta itu indah”
“Cinta itu menyenangkan”
Begitulah pendapat sebagian orang tentang cinta. CINTA, satu kata yang terdiri atas lima susunan alfabet ini sukses membutakan mataku. Bahkan bukan hanya mataku, namun juga hatiku.
Indah memang, menyenangkan memang. Tapi siapa sangka bila cinta yang tidak didasarkan atas nama Lillah hanya akan mengundang sakit yang begitu menyiksa.
Yogi namanya. Pria yang kukenal saat pertama kali aku memasuki dunia SMA. Seorang pria yang tampan, berperawakan tinggi nan tegap, berhidung mancung, dan memiliki sepasang bola mata yang berwarna coklat tua. Itulah sebabnya ia sangat dikagumi oleh banyak wanita di sekolahku. Salah satunya adalah Nozya. Teman satu kelasku yang dikabari tengah dekat dengan Yogi. Nozya memiliki kulit yang putih, rambut yang panjang, bibir mungil dan mata sipit. Karena ia blasteran Indonesia China.
Hari itu bel sekolah berbunyi. Bukan pertanda masuk kelas atau jam istirahat, namun bel itu menandakan bahwa waktu pulang sekolah sudah tiba. Aku langsung bergegas merapikan buku-buku pelajaranku untuk kemudian langsung menyusunkan ke dalam ranselku dan setelah itu aku langsung menuju parkiran sepeda motor di sekolahku.
Beberapa meter sebelum aku sampai di parkiran, kulihat Nozya dan Yogi tengah berbincang-bincang. Aku tak menghentikan langkahku dan aku tetap melanjutkan langkahku. Sepeda motorku yang parkir tepat di sebelah sepeda motor Yogi membuat aku tak sengaja mendengar perbincangan mereka.
“Yogi, pulang bareng ya” kata Nozya. Kulihat dan kudengar ia tengah memelas pada Yogi sambil menggenggam kedua tangan Yogi.
“Apaan sih kamu pegang-pegang tanganku” jawab Yogi dengan nada agak arogan sembari melepaskan genggaman Nozya.
Hanya itu yang aku dengar, karena aku langsung men-starter sepeda motorku untuk langsung pulang ke rumah.
Sesampainya aku di rumah, kejadian di parkiran tadi terngiang-ngiang di otakku. Apa mereka pacaran? Ah mungkin benar mereka pacaran. Tapi kalau mereka pacaran kenapa tadi Yogi kasar banget ya sama Nozya. Kataku sambil membayangkan wajah Yogi.
“Duh kenapa aku jadi kepo gini sih? Kalau mereka pacaran, apa urusannya denganku” gumamku sambil mulai membuka toples kue yang terletak di atas meja ruang tamuku. Aku memang suka ngemil, namun walaupun aku suka ngemil, aku bukan gadis yang gemuk kok. Berat ku hanya 50 kg, tinggi ku 150 cm. Cukup ideal kan?
Pagi itu aku berangkat sekolah agak kesiangan karena mama juga kesiangan. Wajar saja, aku ini anak mami banget, kalau nggak dibangunin ya nggak bangun-bangun. Di tengah perjalanan ban sepeda motor aku bocor.
“Ahk sial!!! Sudah kesiangan, pake acara bocor pula ban ini. Bikin repot aja” gumamku sambil menendang ban motorku itu. Aku mendorong sepeda motorku sambil mencari bengkel motor. Belum ada 1 meter aku mendorong, tiba-tiba kudengar ada sepeda motor yang berhenti di belakangku. Mungkin orang iseng yang mau ngeledeki aku. Pikirku.
“Lirza?” suara dari pengendara motor yang tiba-tiba berhenti di belakangku. Aku pun langsung menoleh ke belakang. Dan kulihat seorang pria yang mengenakan helm berwarna putih dan memakai masker hitam. Aku tanda dengan sepeda motor yang dinaikinya. Yogi, batinku berkata seperti itu. Namun aku belum yakin karena belum melihat wajanya.
“Ini sudah pukul 07.25, 5 menit lagi bel dan gerbang sekolah akan segera ditutup. Ban kamu bocor, lebih baik ayok pergi bareng aku aja” kata Yogi menawarkan tumpangan untukku dan sambil membuka helm dan maskernya sehingga aku tau itu Yogi.
“Tapi motorku gimana? Masa iya aku tinggal disini? Ntar kalau hilang gimana?” tanyaku sambil berharap ia memberi solusi.
“Kunci stang aja, terus kamu titipi di depan rumah orang itu” kata Yogi sambil menunjuk sebuah rumah berwarna merah muda itu. Aku pun mengikuti sarannya. Dan aku mulai menaiki sepeda motornya.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, baru kali ini aku dibonceng cowok. Deg-degan rasanya. Apalagi yang bonceng cowok ganteng kayak Yogi. Karena waktu bel sekolah nyaris akan berbunyi, Yogi pun tancap gas motornya. Aku yang diboncengnya pun sangat ketakutan.
“Lir, pegangan aku aja kalau takut jatuh” pinta Yogi.
Aku pun langsung melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya.
Akhirnya kami sampai di sekolah dan pintu gerbang sekolah nyaris akan ditutup oleh pak Satpam. Tak kusangka, ternyata Nozya melihatku dibonceng oleh Yogi. Kulihat mata Nozya yang sipit tiba-tiba melotot lebar. Pipinya yang putih menjadi merah pertanda marah. Aku ketakutan, kukira ia akan marah padaku, namun dugaanku salah. Ia marah kepada Yogi. Aku tak ingin mendengarkan pertikaian mereka dan aku pun langsung lari masuk ke dalam kelas.
Hari demi hari berlangsung dengan cepat. Aku pun tamat SMA. bukan hanya aku, namun juga Yogi dan Nozya. Sekarang aku telah menjadi seorang mahasiswi di suatu perguruan tinggi negeri. Terkadang, dalam kesendirian, aku suka membayangkan dan mengingat masa-masa putih abu-abuku. Dan ketika aku mengingat masa-masa itu, bayangan wajah Yogi lah yang nyaris menyita perhatianku. Apa aku merindukannya? Atau jangan-jangan aku menyukainya. Takdir begitu baik padaku, hingga suatu hari ketika aku sedang asyik shopping di mall, aku bertemu dengan Yogi. Singkat cerita, aku dan dia pun sering ketemuan entah untuk ngedate atau sekedar refreshing saja. Dan akhirnya kita jadian. Yaapppsss. Kami pacaran.
Sebagaimana itu adalah hubungan yang dilarang oleh Allah. Maka ada saja yang tidak mengenakkan hati. 2 bulan pertama romantis nan harmonis bak pasangan yang telah menikah. 3 bulan kemudian mulai terekam cerita-cerita sedih nan mengikis hati. Sampai saat hari dimana anniversary kami yang ke satu tahun. Kisah tragis pun terjadi. Ia selingkuh. Aduhai.. Sakit sekali rasanya. Sepertinya tak ada guna lagi hidup ini. Dan aku mengeluh. Hampir 6 bulan aku tak bisa move on. Dan kuputuskan untuk bercerita dengan sahabatku. Akhirnya sahabatku pun memberikan solusi agar aku coba ikut acara-acara kajian keislaman. Dan kucoba mengikuti acara-acara pengajian seperti yang dipintakan oleh sahabatku.
Dan Alhamdulillah…
Kini aku hijrah.. Tak ingin masuk ke lubang yang sama.
Cerpen Karangan: Indri Wahyuniati
Facebook: Indri Wahyuniati Mps
Cinta yang Semu
4/
5
Oleh
Unknown