Judul Cerpen Uang Kemana?
Suasana mencekam pada malam itu, Aku dan Warga Desa Sukamaju berbondong-bondong datang ke balai desa untuk menemui pak Kades.
“Pak di sini ada tuyul, Pasti perbuatan Pak Amir!”, “Iya pak betul bagaimana mungkin ia menjadi kaya mendadak”, susul warga desa lainya.
Aku hanya terdiam mendengar suasana sangat riuh di dalam balai warga itu, memang benar pekan pekan ini banyak warga yang kehilangan uang modal dagang mereka termasuk juga teman ayahku.
Yang kutau warga desa semua menuduh pak Amir sebagai dalang ini semua, mungkin karena pak Amir menjadi orang yang sangat berada di desa Sukamaju dengan istana dan sejumlah mobil mewahnya. Padahal pak Amir hanya seorang pengangguran yang pekerjaanya hanya duduk-duduk di pelataran rumahnya. Tapi entah, mungkin saja pak Amir memiliki perusahaan yang besar di luar kota.
Isu tersebut diperkuat dengan tutur pak Bagyo yang mengaku ngaku melihat tuyul berlarian di pelataran rumah pak Amir. Benar atau tidak tutur pak Bagyo aku tak tau akan titik terangnya.
Keresahan warga desa Sukamaju akan adanya tuyul semakin menjadi-jadi, atas usul warga desa pak Kades mencoba memecahkan masalah itu dengan memanggil ‘dukun’ setempat.
Kamis ‘wage’ malam, dikumpulkannya warga di kebun bambu yang dikabarkan sebagai tempat huni tuyul, warga duduk beralas tikar dan mereka benar benar tak mengucap satu kata pun dari mulutnya, hanya ada siulan angin lirih semrebat perpadu cenggeret malam. Malam itu sangat gelap sungguh hanya ada satu lampu petromak tua redup tergantung di tiang yang sengaja dibuat warga hanya dengan sebatang bambu tetancap.
Terlebih bau menyan dan dupa yang ‘ublek’ sangat menyengat di hidung, komat kamit mulut dukun membacakan mantra, banyak yang berkata bahwa dukun yang didatangkan dari desa sebelah itu sangat sakti, tapi “ah entahlah” pintaku.
Sungguh aku ingin cepat lari ke rumah di ruang yang terang berbaring di kasur empuk dan tengok acara tv kesayangan.
“Ah mengapa aku tak turuti kata ibuku, jikalau aku turuti pasti bulu kudukku tak berdiri semacam ini” keluh dalam hatiku.
Memang sebenarnya orangtuaku yang dikala itu sedang keluar kota tak memperbolehkan aku ikut dalam acara macam itu. “Tak ada faedah, syirik” katanya. Tapi bagaimana lagi, di rumah sendiri, teman teman mengajak mana boleh buat.
Dijajakan banyak sekali sesajen, uang ratusan ribu yang sangat menggiurkan terlebih jajanan pasar. “Akankah tuyul akan memakan jajanan pasar itu dengan suguhan kopi begitu?, itu aneh benar benar aneh” ternanung rasa ‘gumun’. Aku dan teman teman berencana mengambil jajanan pasar sesajen setelah ritual ritual yang tak bermutu itu usai, dari pada dibuang kan mubazir besar. Selain sesajen sesajen itu, juga disediakan ‘yuyu’ sebutan untuk kepiting kali yang dikononkan sebagai mainan favorit tuyul.
Seluruh warga desa yang hadir diperintahkan untuk menirukan mantra yang diucap oleh mulut dukun, kedua belah bibir mulutku masih menempel erat karena kutau itu suatu yang tak elok. Disebarkan bunga tujuh rupa ke sekeliling kebun.
Tiba tiba dukun berinteraksi semacam orang tak waras, sambil ‘glagepan’ dengan tangan bergetar dan mulut masih komat komit ia mengambil sesuatu yang tak kasat mata dari ‘rungkudan’ pohon bambu lalu dimasukan ke sebuah botol kaca bening.
“Ya, Tuyul yang meresahkan kalian telah tertangkap, berterimakasihlah kepada saya” ucap suara besar dukun dengan tangan menepukan dada.
Setelah tuyul tertangkap dukun, kehidupan masyarakat desa sukamaju ternyata eh ternyata selang beberapa hari, kabar kehilangan uang masih terulang lagi, kali ini Andik teman seperguruan di madrasah yang mengaku kehilangan uang titipan ibunya yang akan digunakan untuk bayaran buku cetak sekolah.
Kedua kalinya warga memanggil dukun yang sama.
“Mungkin kau lupa menaruh uangmu dimana ndik, coba pikirkan baik baik” ucap ibu Andik.
“Tapi ibuuu.. aku taruh uang 500 ribu itu di laci dan uang itu hilang sekejap, aku sudah cari dimana saja” menangis terisak isak.
“Sudah pasti ini pasti ulah tuyul pak Amir yang lain” tutur pak Bagyo mengontra ngontra warga desa.
Dan lagi lagi warga membetulkan pernyataan pak Bagyo.
“Amir itu orang yang sangat licik dan kejam, ia punya banyak setan!” ucap tiba tiba dukun dengan mata terpejam.
“Kumpulkan warga yang lain tanpa sepengetahuan pak Kades, lalu kita sama sama akan menggeledah rumah pak Amir itu malam ini” pinta Pak Bagyo kepada tukang kebunnya.
Suasana sangat memanas, jikalau ayah ada di rumah pasti sudah disuruhnya oleh ibu untuk meredam masalah masalah ini, seperti masalah masalah yang lain.
Berbondong bondong warga desa ke rumah pak Amir yang dikala itu seluruh keluarga besar pak amir sedang makan malam. Diketuk keras pintu dua gagang rumah pak amir lalu memaksa masuk tanpa ijin terlebih dahulu.
“Perhatikan setiap sudut rumah, mungkin ada sesaji atau jimat. Jangan ada yang terlewat!” Suruh pak Bagyo kepada warga desa yang ikut.
Keluarga pak Amir langsung panik dan kebingungan, yang kulihat dari luar pagar gerbang, putri pak Amir menangis histeris, mungkin karena merasa sangat takut.
Melihat hal itu aku coba menguhubungi ayah dan memberitau itu semua. Ayah langsung menyuruhku untuk segera berlari memberitau dan memanggil pak kades yang belum tau akan hal ini tanpa aku terlibat dalam masalah.
Pak kades segera menuju rumah pak Amir.
Selang waktu yang cukup lama pak Bagyo dan warga desa lain menggeledah setiap sudut rumah, namun tak ditemukan sedikitpun tanda tanda pak Amir memelihara setan tuyul.
“Ada apa semua ini?” ucap pak kades dengan nada yang marah.
“Itu semua suruh pak Bagyo pak” tutur santo, salah satu warga.
Entah apa saja yang setelah itu mereka bicarakan, karena aku bergegas pulang sesuai saran ayah. Yang jelas warga desa tak lagi menuduh pak Amir sebagai pemilik tuyul dan ternyata dugaanku benar bahwa pak Amir memiliki perusahaan besar di luar kota yang diurus oleh putra pertamanya.
Dan juga uang Andhik yang hilang ternyata tak hilang sepenuhnya, ia lupa bahwa ia telah memindahkan uangnya ke dompet yang lama agar lebih aman.
Tak tahu jelas mengapa uang warga yang lain hilang secara misterius. Tapi seiring berjalannya waktu isu akan adanya tuyul mulai lebur dan keresahan warga desa mulai menghilang.
Cerpen Karangan: Nawang Wulan
Suasana mencekam pada malam itu, Aku dan Warga Desa Sukamaju berbondong-bondong datang ke balai desa untuk menemui pak Kades.
“Pak di sini ada tuyul, Pasti perbuatan Pak Amir!”, “Iya pak betul bagaimana mungkin ia menjadi kaya mendadak”, susul warga desa lainya.
Aku hanya terdiam mendengar suasana sangat riuh di dalam balai warga itu, memang benar pekan pekan ini banyak warga yang kehilangan uang modal dagang mereka termasuk juga teman ayahku.
Yang kutau warga desa semua menuduh pak Amir sebagai dalang ini semua, mungkin karena pak Amir menjadi orang yang sangat berada di desa Sukamaju dengan istana dan sejumlah mobil mewahnya. Padahal pak Amir hanya seorang pengangguran yang pekerjaanya hanya duduk-duduk di pelataran rumahnya. Tapi entah, mungkin saja pak Amir memiliki perusahaan yang besar di luar kota.
Isu tersebut diperkuat dengan tutur pak Bagyo yang mengaku ngaku melihat tuyul berlarian di pelataran rumah pak Amir. Benar atau tidak tutur pak Bagyo aku tak tau akan titik terangnya.
Keresahan warga desa Sukamaju akan adanya tuyul semakin menjadi-jadi, atas usul warga desa pak Kades mencoba memecahkan masalah itu dengan memanggil ‘dukun’ setempat.
Kamis ‘wage’ malam, dikumpulkannya warga di kebun bambu yang dikabarkan sebagai tempat huni tuyul, warga duduk beralas tikar dan mereka benar benar tak mengucap satu kata pun dari mulutnya, hanya ada siulan angin lirih semrebat perpadu cenggeret malam. Malam itu sangat gelap sungguh hanya ada satu lampu petromak tua redup tergantung di tiang yang sengaja dibuat warga hanya dengan sebatang bambu tetancap.
Terlebih bau menyan dan dupa yang ‘ublek’ sangat menyengat di hidung, komat kamit mulut dukun membacakan mantra, banyak yang berkata bahwa dukun yang didatangkan dari desa sebelah itu sangat sakti, tapi “ah entahlah” pintaku.
Sungguh aku ingin cepat lari ke rumah di ruang yang terang berbaring di kasur empuk dan tengok acara tv kesayangan.
“Ah mengapa aku tak turuti kata ibuku, jikalau aku turuti pasti bulu kudukku tak berdiri semacam ini” keluh dalam hatiku.
Memang sebenarnya orangtuaku yang dikala itu sedang keluar kota tak memperbolehkan aku ikut dalam acara macam itu. “Tak ada faedah, syirik” katanya. Tapi bagaimana lagi, di rumah sendiri, teman teman mengajak mana boleh buat.
Dijajakan banyak sekali sesajen, uang ratusan ribu yang sangat menggiurkan terlebih jajanan pasar. “Akankah tuyul akan memakan jajanan pasar itu dengan suguhan kopi begitu?, itu aneh benar benar aneh” ternanung rasa ‘gumun’. Aku dan teman teman berencana mengambil jajanan pasar sesajen setelah ritual ritual yang tak bermutu itu usai, dari pada dibuang kan mubazir besar. Selain sesajen sesajen itu, juga disediakan ‘yuyu’ sebutan untuk kepiting kali yang dikononkan sebagai mainan favorit tuyul.
Seluruh warga desa yang hadir diperintahkan untuk menirukan mantra yang diucap oleh mulut dukun, kedua belah bibir mulutku masih menempel erat karena kutau itu suatu yang tak elok. Disebarkan bunga tujuh rupa ke sekeliling kebun.
Tiba tiba dukun berinteraksi semacam orang tak waras, sambil ‘glagepan’ dengan tangan bergetar dan mulut masih komat komit ia mengambil sesuatu yang tak kasat mata dari ‘rungkudan’ pohon bambu lalu dimasukan ke sebuah botol kaca bening.
“Ya, Tuyul yang meresahkan kalian telah tertangkap, berterimakasihlah kepada saya” ucap suara besar dukun dengan tangan menepukan dada.
Setelah tuyul tertangkap dukun, kehidupan masyarakat desa sukamaju ternyata eh ternyata selang beberapa hari, kabar kehilangan uang masih terulang lagi, kali ini Andik teman seperguruan di madrasah yang mengaku kehilangan uang titipan ibunya yang akan digunakan untuk bayaran buku cetak sekolah.
Kedua kalinya warga memanggil dukun yang sama.
“Mungkin kau lupa menaruh uangmu dimana ndik, coba pikirkan baik baik” ucap ibu Andik.
“Tapi ibuuu.. aku taruh uang 500 ribu itu di laci dan uang itu hilang sekejap, aku sudah cari dimana saja” menangis terisak isak.
“Sudah pasti ini pasti ulah tuyul pak Amir yang lain” tutur pak Bagyo mengontra ngontra warga desa.
Dan lagi lagi warga membetulkan pernyataan pak Bagyo.
“Amir itu orang yang sangat licik dan kejam, ia punya banyak setan!” ucap tiba tiba dukun dengan mata terpejam.
“Kumpulkan warga yang lain tanpa sepengetahuan pak Kades, lalu kita sama sama akan menggeledah rumah pak Amir itu malam ini” pinta Pak Bagyo kepada tukang kebunnya.
Suasana sangat memanas, jikalau ayah ada di rumah pasti sudah disuruhnya oleh ibu untuk meredam masalah masalah ini, seperti masalah masalah yang lain.
Berbondong bondong warga desa ke rumah pak Amir yang dikala itu seluruh keluarga besar pak amir sedang makan malam. Diketuk keras pintu dua gagang rumah pak amir lalu memaksa masuk tanpa ijin terlebih dahulu.
“Perhatikan setiap sudut rumah, mungkin ada sesaji atau jimat. Jangan ada yang terlewat!” Suruh pak Bagyo kepada warga desa yang ikut.
Keluarga pak Amir langsung panik dan kebingungan, yang kulihat dari luar pagar gerbang, putri pak Amir menangis histeris, mungkin karena merasa sangat takut.
Melihat hal itu aku coba menguhubungi ayah dan memberitau itu semua. Ayah langsung menyuruhku untuk segera berlari memberitau dan memanggil pak kades yang belum tau akan hal ini tanpa aku terlibat dalam masalah.
Pak kades segera menuju rumah pak Amir.
Selang waktu yang cukup lama pak Bagyo dan warga desa lain menggeledah setiap sudut rumah, namun tak ditemukan sedikitpun tanda tanda pak Amir memelihara setan tuyul.
“Ada apa semua ini?” ucap pak kades dengan nada yang marah.
“Itu semua suruh pak Bagyo pak” tutur santo, salah satu warga.
Entah apa saja yang setelah itu mereka bicarakan, karena aku bergegas pulang sesuai saran ayah. Yang jelas warga desa tak lagi menuduh pak Amir sebagai pemilik tuyul dan ternyata dugaanku benar bahwa pak Amir memiliki perusahaan besar di luar kota yang diurus oleh putra pertamanya.
Dan juga uang Andhik yang hilang ternyata tak hilang sepenuhnya, ia lupa bahwa ia telah memindahkan uangnya ke dompet yang lama agar lebih aman.
Tak tahu jelas mengapa uang warga yang lain hilang secara misterius. Tapi seiring berjalannya waktu isu akan adanya tuyul mulai lebur dan keresahan warga desa mulai menghilang.
Cerpen Karangan: Nawang Wulan
Uang Kemana?
4/
5
Oleh
Unknown