Kakak, Maafkan Aku (Part 1)

Baca Juga :
    Judul Cerpen Kakak, Maafkan Aku (Part 1)

    Aku mempunyai keluarga kecil yang bahagia. Ayahku bekerja di sebuah perusahaan yang berada di luar kota. Ayah hanya bisa pulang 6 bulan sekali. Setiap kali Ayah pulang, aku selalu dibawakan oleh-oleh seperti baju, tas, jam tangan, dan yang lainnya. Ayah sangat memanjakanku dan menyayangiku. Mamahku hanya seorang ibu rumah tangga yang tugasnya hanya menjaga aku dan menjaga rumah, karena Ayah melarang Mamah bekerja.

    Mamah juga seperti Ayah, sangat sayang dan memanjakanku. Saat aku dinyatakan lulus dari SMP dengan nilai yang yang terbaik, Ayah sangat bangga denganku, begitu pun Mamah. Sampai-sampai apa pun yang diinginkan olehku, Ayah akan turuti. Dari mulai masuk SMA favorit dan keinginanku yang lainnya. Perasaanku saat itu sudah tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Aku sangat senang dan merasa bahwa diriku merupakan orang paling bahagia dan beruntung di dunia telah memiliki orangtua seperti mereka.

    Sayangnya kebahagiaan itu hanya sementara, Ayahku pergi untuk selamanya. Pergi untuk meninggalkan aku dan Mamah. Aku sangat sedih, mengapa Ayah meninggalkan aku begitu cepat. Padahal aku belum bisa membahagiakannya dan belum bisa menjadi anak yang diinginkan olehnya. Semua itu karena Kak Randy (Kakakku). Saat itu Ayah dengannya hendak pulang ke rumah. Mobil yang sedang dikemudikan olehnya masuk ke dalam jurang. Karena cuaca pada saat itu hujan turun dengan deras dan membuatnya tidak berkonsentrasi dalam mengemudi. Entah kenapa, aku sangat membencinya.

    Walaupun bukan sepenuhnya dia yang salah dalam kejadian tersebut. Kebencianku kepadanya semakin menjadi-jadi, setelah aku tahu dia akan tinggal di rumah bersamaku dan Mamah. Kenapa baru sekarang aku mengetahui bahwa dia adalah Kakakku? Mengapa Ayah dan Mamah tidak memberitahuku sejak dulu? Pertanyaan itulah yang aku selalu tunggu jawabannya. Kenapa di saat keinginan memiliki seorang saudara terwujud malah aku membencinya? Mengapa tidak sekalian saja aku tidak mengetahui bahwa dia adalah Kakakku? Sakit rasanya mengetahui bahwa Kakak kita sendiri yang sudah membuat orang yang sangat kita cintai pergi untuk selamanya.

    Perbedaan usiaku dengannya tidak terlalu jauh, berkisar 5 tahunan. Saat ini dia seorang Mahasiswa di sebuah Universitas Negeri yang berada di kota kami, sedangkan aku seorang siswi SMA di sebuah SMA favorit yang berada di kota kami juga. Sebelum aku berangkat sekolah dan dia berangkat kuliah, kami selalu sarapan terlebih dahulu. Tapi aku baru akan sarapan jika dia sudah selesai sarapan. Aku memilih untuk sarapan belakangan dari pada harus sarapan bersama dengannya.

    Sebab, aku sangat muak melihat wajahnya, bahkan untuk senyum dan bertegur sapa pun aku enggan. Sebenarnya tidak ada yang salah dari wajahnya. Wajahnya tampan, hampir mirip denganku. Kulitnya putih dan bersih, serta senyumnya sangat manis. Tapi kenapa aku bisa muak ya? Aku jadi bingung sendiri. Hehe. Dia selalu menawariku untuk berangkat sekolah bersamanya, karena arah sekolahku dan kampusnya sama. Tapi aku selalu menolak ajakannya. Males banget aku, jika harus berangkat bersama orang yang ku benci.

    Dia sangat perhatian denganku. Setiap kali dia belum melihatku ke meja makan, dia akan ke kamarku, bertanya kenapa aku belum makan, dengan pertanyaan yang sama. “Dek, kenapa belum makan? Makan ya, nanti kamu sakit.” Begitulah kata-kata yang ke luar dari mulutnya yang hanya mengganggu telingaku. Aku selalu melempari dia dengan bantal, atau dengan benda-benda yang ada di sekelilingku di saat dia ke kamarku. Dia begitu sabar menanggapi perlakuanku. Dia tidak pernah marah ataupun membalas perlakuan kasarku terhadapnya.

    Dia juga selalu menjemputku saat pulang sekolah setelah dia sudah pulang dari kuliahnya. Karena jam sekolahku lebih lama dibanding dengan jam kuliahnya. Dia rela menungguku lama hanya untuk menjemputku, tapi aku malah menyia-nyiakannya. Aku lebih memilih pulang sendiri dan berjalan kaki dari pada harus dengannya. Sebenarnya aku ini Adik yang bodoh, Adik yang keras kepala, egois, dan Adik yang tidak tahu diuntung. Serta Adik yang tidak tahu diri, bahwa Kakak yang sangat ku benci begitu menyayangiku. Sampai-sampai dia rela melakukan semua itu.

    Setelah sampainya di rumah, dia bertanya kepadaku dengan pertanyaan yang membuatku bosan mendengarnya.
    “Kenapa kamu pulang duluan? Kakak kan jemput kamu..” Katanya dengan raut wajah yang lelah.
    “Siapa suruh jemput aku? Aku kan gak pernah minta untuk dijemput.” Ucapku ketus.

    Mamah langsung menyambar omonganku. “Niat Kakakmu baik buat menjemputmu, kenapa kamu seperti itu?”
    “Karena aku benci sama dia!!” Aku langsung pergi dan masuk ke dalam kamar.
    “BINTANG!!” Teriak Mamah yang kesal mendengar ucapanku tersebut.
    “Udah, Mah, jangan kasar-kasar sama Bintang. Aku gak apa-apa kok..” Katanya yang membuat Mamah tenang.

    Seperti biasanya, tanpa henti dia selalu menungguku pulang di depan sekolah. Dia yang sedang memperhatikan sekeliling dan mendengarkan musik menggunakan headset, tidak melihatku yang diam-diam menghindar darinya. Tapi kali ini aku ketahuan olehnya, dia melihatku dan langsung mengejarku. “BINTANG..” Teriaknya memanggilku. Aku mendengar suaranya dan sempat menoleh ke belakang. Tapi aku tetap saja berlari agar dia tidak mengejarku lagi, sampai-sampai aku terjatuh. Dan saat itu juga ada sebuah mobil yang melaju dengan kencang menuju arahku. Dia yang melihat keadaanku dalam darurat, langsung berlari secepat mungkin untuk menolongku.

    “AWAS DEK..” ucapnya yang menandakan bahwa aku harus segera pergi dari situ. Tapi apa boleh buat, aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Selain hanya berdiam diri dan menunggu mobil itu akan menabrakku. Ternyata aku salah jika berpikir seperti itu. Mobil itu tidak menabrakku, dia berhasil menolongku. Namun, dialah yang tertabrak mobil itu. Seketika itu juga aku langsung meminta pertolongan kepada warga untuk membawanya ke rumah sakit dan memberitahu masalah ini ke Mamah.

    “Sebenarnya apa yang terjadi, sayang?” Tanya Mamah setibanya di rumah sakit.
    Sambil menangis aku menjawab pertanyaan Mamah, karena pada saat itu aku hanya bisa menangis, karena takut akan terjadi apa-apa dengannya.
    “Kakak tertabrak mobil karena sudah menolongku. Maafin aku, Mah, maafin aku. Ini semua salah aku..”
    Mamah memelukku. “Sudah, kamu jangan menyalahkan diri kamu sendiri. Sekarang kamu berdoa aja, biar tidak terjadi hal buruk pada Kakak..” Ucapnya sambil mengelus rambutku.

    Mamah sedang menemani Kak Randy yang sedang terbaring lemah dengan mata yang diperban. Aku hanya melihatnya dari luar melalui jendela, hatiku terlalu sakit bila melihat kondisinya seperti itu. Seharusnya bukan dia yang terbaring di sana, melainkan aku. Andai, dia tidak menolongku, mungkin aku sudah berada di posisinya. Aku memang jahat, sangat jahat. Kakak yang begitu ku benci rela mengorbankan dirinya hanya untukku. Hanya karena kebencianku terhadapnya membuat hatiku keras, sehingga aku tidak pernah mau menerima setiap sikap baiknya kepadaku.

    “Aku di mana?” Ucap Kak Randy saat dia sadar.
    Mamah begitu senang melihatnya sudah sadar, lalu menyuruhku memanggilkan Dokter untuk mengecek keadaannya.
    “Kamu di rumah sakit, Sayang.” Jawab Mamah yang memegang tangannya.
    “Aku kenapa, Mah?” Tanyanya.
    “Kamu mengalami kecelakaan, Sayang.” Jawab Mamah.
    “Bintang mana Mah? Dia gak apa-apa, Kan?” Tanyanya kembali.
    Badanku melemas, air mataku tiba-tiba ke luar begitu saja dari kelopak mataku setelah mendengar ucapannya yang menanyakan keadaanku. Dia masih sempat menanyakan itu, padahal dia terluka parah.

    “Adik kamu ada dan dia baik-baik aja kok!!”
    Tidak lama kemudian Dokter pun datang untuk mengecek keadaannya.
    “Bagaimana keadaan anak saya, Dok?” tanya Mamah setelah Dokter memeriksa Kak Randy
    “Ibu gak usah khawatir. Kondisi anak Ibu baik!!” jawabnya.
    “Mata anak saya gak apa-apa kan, Dok?”
    “Saya belum tahu pasti, lebih baik kita buka terlebih dahulu perban di matanya..”

    Dokter mulai membuka perban yang ada di matanya. “Buka perlahan matanya!!” Perintah Dokter setelah perban di matanya dibuka. Perlahan-lahan Kak Randy mulai membuka mata. Tidak ada reaksi apa pun dari matanya. Bahkan dia hanya memandang lurus ke depan tanpa melihat Mamah yang sedang berada di samping kirinya.
    “Apa kamu dapat melihat sesuatu?” Tanya Dokter.
    Kak Randy menggeleng. “Semuanya gelap. Aku tidak melihat apa pun.”

    “Dokter, bagaimana dengan anak saya?” Tanya Mamah dengan panik. Kemudian sang Dokter memeriksa matanya, lalu menyorotkan cahaya pada kedua matanya. Namun apa yang terjadi? Kedua matanya tidak merespon cahaya tersebut. “Kenapa dengan mata anak saya, Dok?” Mamah kembali bertanya. Dokter pun kembali memeriksa dan menyorotkan cahaya pada kedua matanya.

    “Apa kamu melihat cahaya ini?” Tanya Dokter.
    Kak Randy kembali menggeleng. “Tidak, aku tidak melihatnya..”
    “Mata anak saya kenapa, Dok? Kenapa dia tidak bisa melihat apa-apa?” Tanya Mamah sambil menangis.
    “Maaf, Bu, anak Ibu mengalami kebutaan. Matanya sudah tidak bisa berfungsi lagi. Benturan keras yang dialaminya, membuat rusak matanya..” Jawab Dokter. Lagi-lagi, air mataku sudah berjatuhan membasahi pipiku. Aku menangis sejadi-jadinya. Apa yang telah ku perbuat terhadap Kakakku sendiri? Aku telah menghancurkan hidup orang yang begitu menyayangiku. “Maafkan aku, Kak!” batinku.



    “Sayang, makan dulu yuk!” Lagi-lagi terdengar suara Mamah yang mengajakku makan. Ya, sudah dua hari ini aku hanya mengurungkan diri di dalam kamar tanpa pernah makan nasi sedikit pun. Aku juga hanya bisa menangis karena merasa bersalah sudah membuat orang yang begitu menyayangiku kehilangan pengelihatannya.
    “Sayang, makan yuk! Nanti kamu sakit.” Mamah kembali mengajakku makan.
    “Biarin aja aku sakit. Aku sudah jahat sama Kakak. Aku sudah membuat Kakak tidak bisa melihat indahnya dunia lagi.” Kataku yang selalu menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi pada Kak Randy.

    “Semua yang terjadi pada Kakak itu bukan sepenuhnya salah kamu. Kamu jangan pernah menyalahkan diri kamu sendiri. Seorang Kakak pasti menolong Adiknya yang sedang dalam bahaya, begitu juga dengan Kakak. Kakak pasti menolong kamu, karena Kakak sayang sama kamu.” Kak Randy memang sangat menyayangiku, tapi aku yang disayangi olehnya tidak tahu diri. Aku selalu membencinya, selalu menyalahkannya atas kepergian Ayah.

    “Tapi, bagaimana dengan Kakak, Mah?” Tanyaku sambil menangis.
    “Kakak pasti bisa menerima keadaannya yang sekarang. Yang terpenting sekarang kamu bisa menyayangi Kakak dan merubah sikap buruk kamu terhadap Kakak.” Jawab Mamah. Aku terdiam sejenak, mencermati kata-kata Mamah yang selalu membuatku tenang. Memang sudah seharusnya aku menyayangi Kak Randy, dan tidak seharusnya aku menyalahkannya atas kepergian Ayah. Ayah pergi itu memang sudah takdirnya, bukan karenanya. “Sekarang kita makan ya, Sayang!!”

    Aku mencoba turun dari tempat tidurku. Tidak makan selama dua hari badanku terasa sangat lemas. Aku berjalan dengan berpegangan dinding kamarku. Belum sampai membuka pintu kamarku, tiba-tiba pandanganku berubah dari biasanya. Kakiku tidak bisa menopang tubuhku, keseimbanganku hilang dan aku pun jatuh pingsan. Aku tidak tahu berapa lama aku tak sadarkan diri, tapi saat ku membuka mata Kak Randy ada di sampingku. Padahal, sewaktu dia di rumah sakit aku tidak pernah menemaninya.

    “Kakak!” Panggilku. Kak Randy terkejut mendengar suaraku yang memanggilnya.
    “Bintang! Kamu udah sadar? Kamu kenapa, Dek?” Katanya sambil memegang tanganku. Dia masih sama seperti dulu, perhatian denganku. Entah kenapa, air mataku kembali ke luar begitu saja dari mataku ketika melihat keadaan Kak Randy yang sekarang. “Kakak, maafkan aku. Aku sudah jahat sama Kakak. Aku sudah buat Kakak jadi seperti ini. Maafkan aku, Kak!” Kataku yang meminta maaf atas apa yang telah ku lakukan padanya.

    “Kakak rela jika harus selamanya seperti ini, asalkan Kakak bisa terus bersama kamu Adikku.” Ucapnya dengan mata yang terus memandang lurus ke depan. Tangisku semakin menjadi setelah mendengar ucapannya tadi. Ucapan yang membuat cair hatiku meski dulunya sangat keras.
    “Kamu nangis, Dek? Jangan nangis, Kakak gak apa-apa kok!” Tangannya meraba-raba wajahku untuk menghapus air mataku. Aku memegang tangannya, lalu menciumnya.
    “Maafkan aku Kak, maafkan aku.” aku terus menerus meminta maaf, walaupun Kak Randy sudah memaafkanku.

    “Sudah.. Yang lalu biarlah berlalu. Apa dengan kamu menangis bisa membuat Kakak melihat kembali? Tidak kan?” mengelus lembut tanganku.
    “Nah, gitu dong. Mamah senang deh, akhirnya kalian bisa rukun, tidak ada kebencian lagi dan menjadi saudara yang saling menyayangi. Sekarang kita buka lembaran baru dalam keluarga ini, Ya!!” Tiba-tiba Mamah berkata seperti itu. Diam-diam Mamah memperhatikan kami berdua. Sambil membawa sepiring nasi, Mamah menghampiri kami.
    “Sekarang kamu makan dulu ya, sayang! Pasti karena perut kamu kosong yang membuat kamu seperti ini?” Mamah menaruh nasi itu di meja, lalu duduk di kasurku.
    “Memangnya kamu belum makan, Dek?” Tanya Kak Randy.

    “Iya. Adik kamu tidak makan selama dua hari karena merasa bersalah sama kamu. Dia juga hanya mengurung diri dan menangis di dalam kamar.” Jawab Mamah.
    “Ya ampun, Dek. Kenapa kamu begitu? Kamu jangan begitu lagi ya? Jangan menyalahkan diri sendiri juga atas apa yang terjadi sama Kakak. Maaf ya, Kakak sudah buat kamu jadi sakit seperti ini.” Ucap Kak Randy. Aku tidak bisa menjawab ucapannya tersebut, aku hanya menangis mendengarnya.
    “Kamu mau makan, Kan? Kakak suapin ya?!” Kak Randy menawariku untuk disuapi olehnya. Mamah langsung mengambil makan yang tadi ditaruh di meja, lalu mengasihnya kepada Kak Randy. Aku bangun dari tidurku untuk mengambil posisi duduk.

    “Aaaaa…” Kak Randy menyodorkan sesuap nasi ke dalam mulutku, walau sebenarnya suapan itu tidak masuk ke dalam mulutku dengan tepat.
    “Mamah jadi ingat waktu kamu masih kecil. Kakak selalu menyuapi kamu makan. Iya kan, Kak?” Kata Mamah sambil melirik Kak Randy.
    “Iya Mah.” Kak Randy tersenyum.
    “Kakak selalu menyuapiku makan?” Tanyaku sambil menatap mata Kak Randy yang sedari tadi tidak berkedip.
    “Iya sayang. Dulu waktu kamu masih sangat kecil, Kakak selalu meminta agar dia yang menyuapi kamu makan. Kakak juga selalu meminta Mamah untuk mengajarinya bagaimana cara menggendong kamu, agar Kakak bisa mengajak kamu main ke luar.” Jawab Mamah.

    “Tapi kenapa Kakak menghilang begitu saja? Apa Kakak tidak mau lagi tinggal bersama denganku dan Mamah?” Tanyaku kenapa Kak Randy tidak tinggal bersama kami.
    “Tidak, bukan begitu Bintang. Sebenarnya Kakak ingin sekali tinggal bersama kami, tapi, ketika Kakak masuk Sekolah Dasar, Kakak harus tinggal di rumah Kakek dan Nenek, karena, mereka menginginkan Kakak untuk tinggal di sana. Tempat kerja Ayah juga tidak jauh dari rumah mereka, jadinya Ayah bisa memperhatikan Kakak.” Jawab Mamah. Akhirnya terjawab sudah pertanyaan yang selama ini ingin ku tanyakan. Kak Randy hanya mendengarkan tanpa berkomentar.

    “Lalu, kenapa Mamah dan Ayah tidak memberitahuku kalau aku mempunyai seorang Kakak?” Pertanyaan ini pun aku ingin tahu jawabannya. “Melihat kedekatan kalian, Mamah tidak ingin nantinya kamu meminta Kakak untuk pindah dan tinggal bersama kami, jika kamu tahu Kak Randy adalah Kakak kamu. Kakek dan Nenek sangat menginginkan Kakak tinggal bersama mereka. Mamah dan Ayah juga tidak ingin membuat mereka sedih, karena Kakak tidak tinggal bersamanya.” Pertanyaan itu pun akhirnya terjawab oleh Mamah.

    “Kenapa Kakek dan Nenek hanya ingin Kakak yang tinggal di sana? Memangnya mereka tidak ingin aku tinggal di sana juga?” Aku menatap Mamah yang sedang berdiri di samping kanan Kak Randy.
    “Bukannya mereka tidak mau kamu tinggal di sana, tapi kamu masih terlalu kecil, mereka tidak bisa menjaga kamu. Mereka juga tidak ingin kamu kenapa-kenapa, Bintang.”

    Pertanyaan yang mengganjal di hatiku sudah terjawab semua, dari kenapa Kak Randy tidak tinggal bersama dengan kami sampai kenapa Mamah dan Ayah tidak memberitahuku kalau aku punya Kakak, yaitu Kak Randy. Setelah mengetahui alasan dari semua pertanyaan untuk jawabanku, aku tidak akan lagi melakukan hal buruk yang pernah ku lakukan dulu. Aku ingin hidup damai tanpa adanya kebencian, karena aku sayang Kak Randy dan Mamah. Merekalah yang selalu ada untukku dan yang aku punya sekarang.

    Sebulan sudah aku, Mamah, dan Kak Randy memulai hidup baru. Selama itu, aku selalu membantu Kak Randy ketika dia tidak bisa melakukan apa yang ingin dilakukannya, karena dia belum terbiasa dengan keadaannya yang sekarang. Ternyata hidup rukun itu lebih baik daripada harus menyimpan kebencian. Kebencian yang hanya membutakan mata dan hatiku untuk bisa melihat dan merasakan juga menerima setiap kebaikan yang orang lain diberikan padaku.

    Cerpen Karangan: Siti Mariyam
    Facebook: Siti Mariyam

    Artikel Terkait

    Kakak, Maafkan Aku (Part 1)
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email