Hujan Yang Sama Cerita Berbeda (Part 1)

Baca Juga :
    Judul Cerpen Hujan Yang Sama Cerita Berbeda (Part 1)

    “Ayo ke luar Nino, kita sarapan dulu!.” Teriak ibu dari luar kamar gua.
    “Iya bu, sebentar lagi Nino ke luar dan turun.”
    “Baiklah terserah kamu saja.”
    “…”
    “Payah, gua masih aja belum bisa lupain dia.” Gumam gua dalam hati dengan mata yang masih memandang kosong ke arah hujan di luar jendela kamar.



    Kenalin nama gua Nino, gua anak tunggal dari seorang pengusaha ternama di kota gua ini. Hidup gua bisa dibilang serba kecukupan, dan mengingat gua anak tunggal, terkadang kedua orangtua gua selalu memanjakan gua dengan apapun itu. Mereka selalu memberikan apa yang gua mau, tanpa harus gua merengek untuk kedua kalinya. Gua sendiri sekarang sudah berumur 17 tahun, dan tentunya sudah kelas dua atau kelas sebelas SMA. Bisa dibilang gua orangnya lumayan cakep (kata temen gua), gua juga cukup tinggi dibanding anak laki lainnya di kelas gua dan mungkin itu yang membuat banyak anak perempuan tertarik pada gua. Kalau dari segi sifat gua tuh orangnya cuek (termasuk sama cewek), emosian, bosenan dan ya bisa dibilang sifat gua lebih banyak minusnya ketimbang plusnya. Tapi kalo soal pelajaran sih otak gua lumayan encer. Ya gua cuek sampai suatu saat gua ketemu seorang perempuan yang bisa lunturin ego gua, yang bisa buat gua gak nafsu makan, gak nyenyak tidur di malam harinya dan gua bertemu dia saat hujan turun di halte dekat sekolah gua.



    Hari itu, tepatnya di Senin pagi gua turun dari kamar gua setelah gua selesai mandi dan memakai seragam sekolah, untuk menemui ayah dan ibu yang sudah menanti gua dari tadi di meja makan.
    “Buruan dimakan tuh rotinya, terus jangan lupa susunya diminum lalu berangkat!” Ucap ibu begitu gua mendekati meja makan.
    “Iya bu.”
    Dua lembar roti tawar yang telah dioles susu coklat di tengahnya, dengan ditaburi meses dan segelas susu putih merupakan menu sarapan wajib yang harus selalu gua lahap setiap paginya. Gua sih tidak terlalu milih-milih kalo soal makanan, tapi gua tidak bisa munafik juga, kadang gua suka bosen kalau setiap sarapan menunya begini terus. Roti habis dan mulai gua minum susunya, ini bukan susu segar melainkan ya susu biasa yang banyak dijual di supermarket atau minimarket, jadi ya rasanya sudah manis dari sananya. Setelah sarapan gua langsung berpamitan kepada kedua orangtua gua sembari menarik tas dan menuju ke garasi untuk mengeluarkan motor fairing kesayangan gua. Ya gua biasa berangkat ke sekolah menggunakan motor, sebenernya baru pas masuk SMA saja sih gua naik motor karena jarak dari rumah ke sekolah gua cukup jauh, berbeda dengan jarak dari rumah ke sekolah SMP gua yang lumayan dekat. Dan gua menolak waktu ayah gua bersedia untuk mengantar jemput gua, gua minta dibelikan motor saja dan pastinya ayah gua langsung menuruti permintaan gua tanpa harus gua meminta untuk yang kedua kalinya. Dalam hal memilih motor gua juga tidak sembarangan milih, tentunya gua suka motor kopling berfairing dan bukan naked dan akhirnya gua dibelikan motor fairing dengan kubikasi mesin sebesar 250 cc yang headlampnya mirip mata ikan hiu. Jarum jam di tangan gua sudah menunjukkan angka tujuh (jarum pendek) dan angka Sembilan (jarum panjang) yang artinya gua Cuma punya waktu lima belas menit lagi untuk sampai sekolah tanpa harus terkena hukuman, langsung saja gua menstarter motor dan melesat cepat ke sekolah.

    Walau baru jam delapan panas teriknya matahari terasa menyengat di kulit gua, ya gua sampe di sekolah terlambat dua menit dan mengharuskan gua berdiri di depan tiang bendera sambil memberi hormat dan memandang ke atas, sudah menjadi hukuman wajib bagi para siswa dan siswi di sekolah gua yang terlambat selain lari keliling lapangan. Memiliki motor fairing dengan top speed tembus 200 km/h tidak menjamin gua sampai sekolah tepat waktu, ya walau bagaimanapun ini salah gua sendiri tidak mungkin gua menyalahkan besi beroda (motor). Jam menunjukkan pukul Sembilan dan bel istirahat pun telah berbunyi, yang tandanya gua sudah bebas dari hukuman.
    “Sekarang kamu boleh istirahat, lain kali jangan diulangi lagi!” Ucap pak Doni selaku guru BK di sekolah gua.
    “Baik pak.” Jawab gua agak lesu dengan peluh yang terus saja mengucur di dahi.
    Setelah mendengar perkataan dari pak Doni gua langsung lari ke kantin dan tentunya untuk membeli minuman guna menghilangkan haus yang menyerang gua sejak pagi tadi. Sekolah gua memiliki kantin yang menjual beraneka ragam makanan dan minuman, jadi gua tidak pernah bosan untuk jajan disini. Gua memesan minuman es jeruk karena gua sudah tidak tahan lagi sama hausnya, begitu minumannya jadi gua langsung menyambar saja es jeruk dari tangan mpok warung tanpa membayar terlebih dahulu, alhasil ya gua di teriakin sama mpoknya ya udah gua bayar dan sekalian minta maaf kalo tadi itu gua lupa serius gua lupa. Entah kenapa gua paling suka es jeruk di kantin ini ketimbang minuman yang lainnya, habis enak sih, ada manis ada asemnya ditambah lagi pake es batu yang bikin dingin pokoknya ajib. Gua beranjak untuk pergi ke kelas dan tidak lama gua sampe kelas bel masuk pun berbunyi.

    Rintik-rintik air bening dari awan gelap di langit mulai turun dengan intensitas yang kecil. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang, bel pulang pun berbunyi gua bergegas untuk ke luar kelas dan berlali ke parkiran untuk mengambil motor. Motor sudah gua starter, gua tarik kopling dan masukkin gigi kemudian menarik gas dengan perlahan, lalu ke luar sekolah, namun sial baru beberapa meter gua ke luar sekolah hujan tiba-tiba turun deras dan memaksa gua untuk berteduh di halte bis samping sekolah gua. Sambil melihat motor gua yang basah terguyur air hujan yang deras gua mengutuki diri gua sendiri yang ceroboh karena lupa membawa jas hujan hari ini. Terlalu larut dalam diam sampai-sampai gua tidak menyadari kalau di halte ini gua tidak sendiri melainkan ada cewek dan mungkin gua tidak akan tau kalau dia tidak terlebih dahulu membuka obrolan.
    “deras banget ya hujannya.”
    “Oh iya kak.”
    Entah kenapa gua juga tidak tau, begitu gua melihatnya gua langsung menyebutnya dengan panggilan “Kak”, karena menurut gua sih cewek ini lebih tua dari gua dan gua rasa dia sudah bekerja.
    “Nama kamu siapa?”
    “Nino.”
    Tiba-tiba kami pun terdiam dan hujan pun belum menampakkan tanda-tanda bahwa ia akan berhenti mengguyur bumi. Tangan gua menggigil dan tidak gua duga sebelumnya tiba-tiba saja cewek di sebelah gua memberikan jaketnya.
    “Nih pake aja, biar gak menggigil gitu!”
    “Gak usah kak, makasih.” Tolak gua secara halus sembari tersenyum ke arahnya.
    “Gak apa apa.”
    Tidak disangka tuh cewek melingkarkan jaketnya menutupi punggung gua. Gua gugup bener-bener gugup, tidak bisa ngomong apa-apa karenanya.
    “Santai aja Nino!”
    “ehh i…iiya kak.” Ucap gua dengan terbata-bata.
    “Nama aku Resti.” Ucapnya memperkenalkan diri dengan menyunggingkan sebuah senyuman.
    Oh Tuhan itu adalah senyuman yang terindah yang pernah gua lihat. Ah sial apa yang terjadi pada gua tidak biasanya gua memuji kecantikan seorang makhluk ciptaan Tuhan bernama perempuan. Gua rasa Resti berbeda, sungguh berbeda.

    Hujan pun mulai reda, dan matahari pun mulai menampakkan dirinya kembali dari persembunyiannya kala hujan datang tadi. Namun gua masih saja terdiam dengan jaket Resti yang masih menutupi tubuh gua, dan gua pun tidak menyadari bahwa Resti sudah tidak ada di samping gua. Gua beranjak dari kursi, berdiri celingukan kesana kemari berharap mata gua masih bisa menangkap sosok manis yang telah memberikan jaketnya kepada gua, hanya ingin berterima kasih dan mengembalikan jaketnya. Tapi dia benar-benar sudah pergi gua rasa, sepanjang mata gua memandang ke seluruh penjuru jalan gua sama sekali tidak menangkap sosoknya. Gua berjanji besok sepulang sekolah akan mampir ke halte ini lagi, siapa tau Resti ada disini lagi besok siang.

    Malam harinya, sekitar pukul enam lebih dua puluh menit, seperti biasa ibu gua menyiapkan untuk makan malam bersama. Dari dulu sampe sekarang, keluarga gua kalau soal jam makan tidak pernah telat sama sekali, termasuk jam makan malam. Jam enam lebih dua puluh menit itu jam makan malam keluarga gua, dan harus jam segitu tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih dan gua tidak pernah permasalahin itu menurut gua selama gua tetap bisa makan ya tidak ada masalahnya, it’s fine. Menu makan malam kali ini adalah ayam bakar madu buatan ibu gua dan beserta saladnya, dalam soal makanan memang ibu gua selalu memperhatikan asupan gizi nya. Jadi, setiap makanan entah itu sarapan, makan siang atau makan malam pasti ada lauk pauk, sayur dan minumannya harus susu. Tanpa harus dipanggil ibu seperti pagi tadi, gua langsung menghampiri meja makan dan memakan masakan ibu dengan lahapnya.
    “Lahap banget makannya Nino.” Ucap ayah melihat gua makan dengan lahapnya.
    “…”
    “Ayah, kalo Nino lagi makan jangan diajak bicara, nanti dia bisa tersedak.” Ucap ibu.
    Selesai makan, gua langsung kembali ke kamar untuk sekedar tidur-tiduran sambil mengenakan headset yang telah gua putar play list lagu-lagu di handphone gua. Dan seperti biasa gua ketiduran.

    Keesokan harinya gua terbangun dengan wajah basah terkena air yang gua sendiri bingung darimana datangnya air tersebut, namun pertanyaan yang timbul di benak gua ketika gua terbangun dari mimpi terjawab sudah dengan hadirnya sosok wanita di hadapan gua.
    “Bangun Nino! Lihat sudah jam berapa itu!” Teriak ibu dengan memegang segelas air di tangannya sambil menunjuk ke arah jam dinding di kamar gua.
    Jam menunjukkan pukul tujuh kurang tiga puluh menit. Gua kesiangan ya gua kesiangan. Seketika gua langsung beranjak dari tempat tidur gua yang mulai ikut basah terkena air yang disiram ke wajah gua, dan gua berlalu begitu saja meninggalkan ibu gua yang masih saja mengomel. Hanya dalam hitungan menit gua sudah rapi dengan searagam sekolah plus tas yang berisi beberapa buku pelajaran yang akan diajarkan di sekolah hari ini. Pagi ini gua tidak sarapan, namun ibu gua tetap saja kekeuh untuk memasukkan dua lembar roti ke dalam kotak makanan untuk bekal gua nanti di sekolah. Gua sih menurut saja kalau ibu sudah bersikeras seperti itu. Setelah pamit gua langsung berangkat menuju sekolah.

    Tinggal beberapa meter lagi gua sampai di sekolah dan gua melirik jam tangan gua, sisa dua menit lagi untuk gua sampai sebelum bel masuk berbunyi dan kalau bel masuk sudah berbunyi siap-siap saja gua berdiri di depan tiang bendera lagi. Lega rasanya begitu sampai ternyata bel belum berbunyi dan benar saja tidak lama gua memarkirkan motor dan hendak berjalan ke kelas, bel masuk pun berbunyi dengan lantangnya membuyarkan para siswa dan karyawan yang sempat berkeliaran di sekitar area sekolah tadi. Sampai di kelas gua baru saja teringat bahwa hari ini ada pelajaran Fisika dan pak Jefry (Guru Fisika gua) telah memberikan tugas sejak minggu lalu dan gua lupa mengerjakannya. Alhasil, selama pelajaran Fisika berlangsung gua terus saja berdiri dengan satu kaki di pojok depan kelas dekat papan tulis sebagai bentuk hukuman karena gua tidak mengerjakan tugas yang diberikan, sesekali gua mendengarkan pak Jefry yang sedang menjelaskan di papan tulis dengan diselingi sindiran yang tentu saja beliau tujukan kepada gua. Meskipun otak gua lumayan encer dalam hal pelajaran, tapi itu tidak menjamin gua tidak mendapatkan hukuman ya karena hukuman itu gua dapat karena sikap gua yang buruk, yang lebih banyak minusnya ketimbang plusnya seperti yang sudah gua bilang di awal tadi.

    Cerpen Karangan: Muhammad Ilham
    Blog: mydaily241.blogspot.com

    Artikel Terkait

    Hujan Yang Sama Cerita Berbeda (Part 1)
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email