Hujan

Baca Juga :
    Judul Cerpen Hujan

    Aku termenung menatap jauh ke luar jendela yang basah dikarenakan hinggapnya percikan air yang turun dari langit. Tidak ada satu orang pun yang berada di luar saat ini.

    “Aini” aku mendengar ada yang memanggil namaku, sejenak aku menoleh ke arah sumber suara yang telah memanggilku tadi.
    “Ya Sesil, ada apa? Kenapa kau memanggilku? Tanyaku penasaran.

    Sesil dia adalah seorang teman, sahabat bahkan sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri, dia selalu ada saat aku bahagia dan selalu ada juga saat aku terpuruk seperti saat sekarang.

    “Aini, sampai kapan kau seperti ini? selalu mengingat dia yang entah dimana sekarang, sudahlah aini, aku sedih melihat kau selalu termenung menatap hujan yang turun” jawabnya sambil melangkahkan kaki ke arahku.

    Aku diam membeku, rasanya enggan aku menjawab pertanyaan Sesil tadi. Jujur memang setiap hujan turun aku selalu mengingat kenanganku bersama Tio, sosok laki-laki yang mampu merampas hatiku dan membawanya lari jauh, tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.

    “Aini, move ni move, aku gak mau melihat kau seperti ini, sudahlah kalau dia jodoh yang diberikan tuhan untuk kau, maka dia akan kembali ni, tapi mungkin tidak ni, karena sampai sekarang kabar dia pun tidak ada, Sudah 2 tahun Aini, sudahlah ayo hapus air mata kau, aku tak ingin kau menangis lagi” Sesil menasehatiku.

    Memang ada benarnya ucapan Sesil kepada ku, aku berusaha menerima jalan takdir yang menuntunku untuk melupakan dia, melupakan Tio.

    Ddrrtt ddrrtt, handphoneku bergetar, menandakan ada pesan masuk, sengaja aku tidak membunyikan nada dering handphoneku, karena aku ingin menikmati hujan yang turun dari tadi siang hingga malam seperti saat ini.

    New message dari nomor yang tidak dikenal,
    “Selamat malam, Aini”
    Keningku mengkerut, beragam pertanyaan menggelayut indah di pikiranku, siapa dia? Kenapa tau namaku? Dari mana dia dapat nomorku?
    “Ah, biarkan saja, mungkin fansku”

    Tak lama kemudian, nomor itu menelponku, aku ragu mengangkatnya, akhirnya panggilan ketiga kalinya aku mencoba mengangkatnya.
    “Hallo, aini”
    Suara itu, aku mengenalnya, aku menginginkannya, dia sosok yang ada dalam lamunanku bersama hujan, Tio?
    Tapi aku tidaklah yakin,
    “Siapa kau?”
    “Kau tak ingat denganku? Aku Tio, Aini”

    Aku tidak dapat berkata-kata lagi, kini Tio dia menghubungiku, aku masih tidak percaya, semenjak saat hujan itu dia menghilang, dia hanya meninggalkan kenangan indah untuk aku dan hujan itu saksinya

    – Flashback –
    “Tio, mau kemana kita?”
    “Aini, aku akan mengajakmu ke suatu tempat yang sangat indah, dan kau tau hanya kau yang pernah aku ajak kesitu”
    “Really?”
    “Iya Aini sayang”

    Selama perjalanan ke tempat misterius itu, aku sesekali mencuri pandang ke arah Tio, Kekasihku, dan dia juga membalas menatapku dengan senyum yang membuat aku semakin penasaran.

    “Sudah sampai, ayo turun Aini, tapi tutup dulu matamu”
    “Ah, kau ini, baiklah baik”
    Akhirnya aku menutup mata, dan Tio membimbingku menuju tempat rahasia itu

    “Sekarang buka matamu, tarraaaa”

    Aku terkagum-kagum dengan tempat ini, disini seperti di atas bukit yang ditumbuhi dengan berbagai macam bunga-bunga yang indah, serta ada juga kupu-kupu yang berlarian kesaba kemari dengan sesuka hatinya, dan dari bukit ini bisa melihat perumahan tempat tinggalku.

    “Ini sangat bagus Tio”
    “Kau menyukainya?”
    “Iya sangat menyukainya, dari mana kau tau tempat ini?”
    “Aku sering kesini kalau aku banyak masalah, dan kau mungkin juga bisa kesini kalau kau ada masalah, disini menengkan”

    Lama sekali kami di bukit ini, menikmati udara sejuk, walaupun siang hari, namun tiba-tiba langit seketika mendung dan hujan pun turun, tapi aku masih enggan berpindah ke lain tempat, aku nyaman dengan ini, nyaman dengan hujan yang mendekati wajahku, aku menikmatinya.

    “Aini, aku ingin bicara padamu”
    “apa? Bicaralah” ucapku sambil tetap menikmati hujan.
    “Kau janji kan akan tetap tersenyum, walaupun aku gak bersamamu?”
    “Kau bicara apa sih Tio”
    “Anggap saja hujan dan tempat ini sebagai saksi janji kau ya”
    “Iya iya Tio”
    “Aini ayo berdiri, kejar aku haha”
    Akhirnya aku dan Tio berlarian saling mengejar di bawah hujan yang menerpa wajah kami, tubuh kami, aku bahagia, karena bisa seperti ini seperti kanak-kanak yang tidak ada masalah di pikirannya.
    – Flash off –

    “kau Tio? Dari mana saja kau? Aku benci kau Tio” aku memutuskan sambungan teleponku.
    Tak terasa air mata ku telah terlukis di wajahku, aku menangis, hanya dengan kehadiran kembali sosok dimasa lalu. hingga, aku merasakan sakit di kepalaku, pusing, dan akhirnya aku terlelap di tempat tidur.

    Aku terbangun dengan keadaan mata membengkak, kubuka jendela dan kuhirup dalam dalam udara pagi yang menyisakan kenangannya dengan hujan, wangi menyejukkan. Namun, ditengah ketenanganku, aku kembali mengingat kejadian semalam.

    Ddrt ddrt, handphoneku berbunyi

    “Selamat pagi, Aini.
    Bisakah kita bertemu nanti?
    Aku mengharapkan kau datang ya, di bukit waktu itu”

    Aku kembali menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan keras.
    Baik aku akan menerima untuk bertemu dengannya, menerima kenyataan bahwa dia kembali, dan bukankah ini yang aku tunggu dari dulu?

    “Baik, aku akan datang”

    Memang awal kesana aku tidak tau tempatnya, karena masih dirahasiakannya, namun waktu dia mengantarkanku pulang aku mencoba menghafal jalannya, dan aku juga sering ke bukit itu, setelah dia pergi entah kemana.

    Aku sudah siap dengan baju santai dengan tas selempang kecil sebagai pelengkap. Kuambil kunci mobilku dan kupacu menuju ke tempat bukit kenanganku

    Sampai di bukit, kusapu pandanganku, dan kulihat dia, dia orang yang aku rindukan ada disana, di depanku.

    “Maaf aku membuat kau menunggu”
    “Tidak apa Aini, aku juga baru sampai”
    “Kenapa? Kenapa kau kembali lagi? Setelah dua tahun kau tak ada kabar? Kenapa Tio?” ucapku to the point
    “Maaf, Aini, aku mempunyai alasan, yaitu karena aku harus mengurus perusahaan ayahku yang berada di malaysia, ada masalah besar di sana, sehingga perusahaan itu akan bangkrut aini, aku terlalu panik, melihat ayahku mengamuk-ngamuk di rumah karena masalah itu, dia dikhianati asistennya, aku salah Aini, aku salah, aku tak memberimu kabar, aku mencoba menghubungiku, tapi handphoneku terjatuh saat tergesa-gesa di bandara waktu itu” ucapnya menatap lurus ke depan kosong, kosong pandangannya.

    Lagi-lagi hujan kembali turun menyadari perasaan yang aku rasakan, ingin aku memaafkannya karena aku masih mencintainya, namun aku terlalu kecewa dengannya

    “Aini, maafkan aku, aku ingin kita kembali seperti dulu, memang aku egois, tapi aku mau engkau tetap bersamaku, kau alasanku kembali ke sini, setelah urusan perusahaan itu selesai” ucapnya kembali

    Aku masih diam membeku, aku membiarkan hujan mengenai wajahku, aku menangis disaat hujan turun dengan lebatnya.

    “Maaf Tio, aku tidak bisa maaf” ucapku akhirnya dan aku berlari ke dalam mobilku dan langsung menuju rumahku.

    hari-hari berlalu, Tio masih menghantuiku, dia selalu menampakkan keseriusannya denganku, dia selalu ingin membuktikan kalau dia ingin kembali bersamaku, aku pun sedikit demi sedikit mencoba untuk menerimanya kembali, walaupun masih berbekas namun bisa dihilangkan dengan suatu pembuktian yang nyata, sama halnya dengan hujan karena hujan yang turun akan menyisakan air di jalan dan dimana pun itu, namun nantinya juga akan bisa kering tanpa bekas. Aku belajar dari hujan, hujan yang membawaku dulu kehilangan dan hujan pula saksi aku kembali bertemu dengannya, dan hujan yang mengajarkanku untuk menghapus kenangan pahit itu, terima kasih hujan.

    Cerpen Karangan: Elsa Novela Pristy
    Facebook: Elsha Novela Pristy

    Artikel Terkait

    Hujan
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email