Judul Cerpen Lavender and Blood
Panasnya terik mentari terasa membunuh di siang ini, keringat yang membasahi tubuhku terasa mengalir. “haaahh.. panasnya..” keluhku sambil mengipas-ngipaskan tangan yang tak akan menghilangkan rasa panas. tiba-tiba saja terdengar “Braaaakkk..” sebuah kecelakaan mendarat di hadapanku.
aku penasaran, jantungku berdebar kencang. orang sekitar sudah banyak berada di sekitar kejadian, aku mengalami kesulitan untuk melihatnya.
“dia seorang siswa SMA” ucap seseorang yang berada di sampingku.
Aku semakin penasaran dan terus mencoba untuk menerobos, akhirnya aku tepat berada di samping korban. air mataku menetes, aku segera berteriak agar ada orang yang mau membawanya ke rumah sakit, dia adalah Gilang orang yang aku suka dan aku kagumi selama ini.
Sampai di rumah sakit, aku sangat gelisah mondar-mandir kesana kemari, jantungku terus berdetak kencang.
“aah, orangtuanya” ucapku
Segera kuambil ponselku dan menelepon orangtua Gilang. Beberapa kali ku telepon tidak juga diangkat, aku menyerah, tak lama, seorang dokter ke luar dari ruangan UGD, segera kuhampiri.
“dokter bagaimana keadaan teman saya?” ucapku
“dia banyak sekali kekurangan darah”
“apa golongan darahnya dok?”
“AB, stok di rumah sakit sedang habis jadi terpaksa menunggu sebentar”
“ambil darah saya saja dok, darah saya AB”
Tanpa pikir panjang seorang suster sudah membawaku ke sebuah ruangan, saat sebuah jarum suntik mendarat di lenganku terasa sangat perih, tapi ini harus kutahan demi Gilang. Setelah selesai aku dibiarkan untuk istirahat, pikiranku kembali melayang pada orangtua Gilang, kuraih ponselku dan beberapa kali kutelepon akhirnya diangkat juga.
“assalamu’alaikum umi”
“wa’alaikumsalam nindi, ada apa?”
“anu umi, nindi mau ngasih tau kalauu..”
“kalau apa nindi?”
“ituu.. Gilang kecelakaan umi, sekarang lagi di rumah sakit”
“astagfirullah.. di rumah sakit mana?”
“di Rumah sakit ibnu sina umi”
“oke, umi segera kesana sekarang”
Telepon pun terputus. segera ku bangkit dan ke luar.
“eh mbak, istirahat saja dulu” ucap seorang suster
“saya sudah baikan kok sus, oiya ntar kalau ada yang nanya jangan bilang saya ya yang donorin darah buat Gilang”
“loh kenapa mbak?”
“nggak mau dia khawatir aja sus” jawabku
Suster itu mengacungkan jempolnya.
Beberapa menit aku duduk di depan ruangan Gilang dirawat, kulihat dari kejauhan umi dan ayahnya Gilang sudah menuju kesini.
“dimana Gilang nindi?” tanya ayah Gilang
“di ruangan ini yah” jawabku sambil menunjuk ke ruangan Gilang
Umi, ayah, dan aku segera masuk ke dalam.
“kenapa bisa seperti ini nak?” ucap umi sambil mengelus kepala Gilang yang dibalut perban. aku pun angkat bicara menceritakan kejadian yang menimpa Gilang tadi.
Gilang belum juga siuman, hari pun sudah beranjak sore. aku berpamitan kepada orangtua Gilang untuk pulang. Sampai di rumah.. aku segera beristirahat karena kepalaku sangat pusing. tak lama aku pun masuk ke dalam alam bawah sadarku, dan berakit di alam mimpi.
Di sekolah semua orang bertanya tetang gilang, apa lagi siswi perempuan yang ngefans sekali sama gilang. memang dia adalah cowok terpopuler di sini, begitu banyak perempuan yang menyukainya tapi dia tidak mau mempunyai pacar, aneh juga.
Sepulang sekolah aku sudah berencana untuk ke rumah sakit, sebelum itu kubelikan buah-buahan kesukaannya. Di rumah sakit, kulihat banyak sekali bunga dan makanan di dalam ruangan Gilang, sudah kuduga ini semua dari fansnya gilang.
“waw, dari fans kamu yaa” ucapku
“haha, nambah lagi tuh dari fans yang paling setia dari dulu”
“siapa?” tanyaku heran
“yang bilang siapa itu” jawabnya sambil cekikikan
“aku bukan fans kamu, tapi..”
“tapi apa?”
“apa aja boleh” jawabku
Beberapa menit kami bercanda tawa. Katanya Gilang merasa lapar, kusuapi dia makanan
“kayaknya bentar lagi bakalan sembuh nih” ucap seorang suster yang mengecek keadaan Gilang
“amiiin” ucap Gilang.
Aku tertawa sumringah melihat ekspresi yang dikeluarkan gilang, dia pun juga tertawa.
Setiap hari aku ke rumah sakit untuk melihat perkembangan keadaan Gilang, hingga dia ke luar dari rumah sakit dan mengajakku jalan-jalan.
“thanks ya nin, kamu udah bawa aku ke rumah sakit, nemenin aku sepulang sekolah” ucap Gilang
“emm iya lang, sama-sama”
“eh.. ngomong-ngomong, kamu kok tambah pucat? kamu sakit?”
“ngg.. nggak kok, mungkin karena make up aja kali, soalnya aku pake make up merek yang nggak biasa” jawabku berbohong, padahal beberapa hari ini aku sering pusing.
“owh, tapi make upnya nggak bagus nin, mending yang lama aja biar kamu kelihatan cantik” ujarnya
Mendengar kata-kata Gilang membuatku seakan melayang dan ingin berteriak sekencang-kencangnya
“nindi?”
“eh, apa?”
“kok bengong sih, oiya waktu aku kecelakaan itu kata dokter aku banyak kekurangan darah ya?”
“ituu.. iya, kenapa?”
“nggak ada sih, pendonornya nggak mau ngasih tau dia siapa.. kamu tau nggak?”
“aku juga nggak tau, soalnya waktu itu aku lagi cari makanan gitu”
Gilang terdiam, hati ini ingin sekali berkata bahwa aku pendonornya. tapi, aku nggak berani ntar gilang marah lagi, selama ini dia selalu melarangku untuk menjadi pendonor, karena sistem imunku sangat lemah.
Keadaanku semakin melemah, dokter menyarankan untuk istirahat beberapa hari, selama aku tidak masuk sekolah, selama itu pula gilang sering datang ke rumahku, waktu itu aku memintanya untuk mengajariku pelajaran di sekolah, saat asyik belajar dan tertawa bersama, tiba-tiba saja gilang berbicara serius padaku.
“nin, apa kamu yang donorin darah ke aku?” tanya Gilang
Aku nggak mampu jawabnya, aku nggak mampu buat berbohong pada orang yang aku sayang
“kamu kenapa diam nin?”
“akuu.. sayang sama kamu gilang, aku nggak mau kehilangan kamu, aku nggak tau lagi harus gimana, stok darah AB di rumah sakit lagi habis, aku rela lakuin apa aja asalkan kamu selamat” jawabku memberanikan diri.
“nindi.. aku nggak tau mau bilang apa lagi, aku juga takut kamu sakit kayak gini, aku juga sayang sama kamu, aku khawatir saat liat kondisi kamu dari hari ke hari” ucap gilang seraya memelukku.
Sejak saat itu, gilang selalu menjagaku dan merawatku sampai aku sembuh total, hingga suatu hari, gilang nggak masuk sekolah. semua temannya sudah aku tanya tapi nggak ada yang tahu dia kemana.
Saat aku mencari ponselku di dalam tas, ada sebuah surat beramplop biru, segera kubuka dan kubaca.
Dear bidadari penyelamatku..
Apa kabarmu hari ini?
Aku merindukan senyuman manismu, tersenyumlah sekarang..
Aku ingin mengajakmu jalan-jalan, kepo yaaa..
Sekarang kamu harus pergi ke tempat yang menjadi kenangan di hidupmu,
Sampai jumpa di sana..
Aku pun langsung pergi ke tempat yang dimaksud, disana ada seorang anak kecil yang menyapaku
“hay kakak, ini bunga untuk kakak”
Sebuah bunga lavender kesukaanku, dan kulihat ada sebuah surat disana.
“5 meter di samping kirimu”
Aku segera mencari lokasi itu, banyak bunga lavender kulihat disana, bunga itu bersusun rapi berbentuk love, dan banyak balon yang menambah keindahan taman. Dari belakang ada seseorang yang menarik tasku, saat aku menoleh ke belakang.
“hay..” sapanya
Aku hanya terdiam menatap apa yang telah dilakukannya
“emmm..” gumamku
“kenapa?”
“ini apaa?”
“buat kamu..”
“semua..?” tanyaku meyakinkan,
Dia mengangguk.
“jadi.. karena ini kamu tidak masuk sekolah” tanyaku
“maafkan aku” gilang menunduk merasa melakukan hal yang salah. aku tertawa geli melihat tingkah gilang.
Aku tertawa keras dan gilang melihatku berlari-lari di sekitar bunga lavender yang disusunya. Gilang segera mengejarku
“awaas yaa” teriak gilang,
Aku terus berlari.
“huuhhh.. nggak sanggup lagi” aku duduk di antara bunga-bunga lavender. gilang menghampiriku dan menyodorkan minuman.
“nin?”
“apa?”
“will you be mine?”
Aku terdiam mendengar pertanyaan gilang, apakah ini mimpi atau apa ini, aku tidak tau mau menjawab apa, bagaimana ini, mataku dan mata gilang terus berpaspasan, tidak ada kata-kata yang mampu kuucapkan.
“bagaimana?”
“I will..” jawabku spontan
“yuhuuu” gilang meloncat dan berteriak sekuat mungkin.
Banyak yang mendukung hubungan aku dan gilang, termasuk kedua orangtua kami.
“mi piace gilaaang”
Cerpen Karangan: Hanifa Afriani
Facebook: Hanifa Afriani / nifhadk98[-at-]yahoo.com
Panasnya terik mentari terasa membunuh di siang ini, keringat yang membasahi tubuhku terasa mengalir. “haaahh.. panasnya..” keluhku sambil mengipas-ngipaskan tangan yang tak akan menghilangkan rasa panas. tiba-tiba saja terdengar “Braaaakkk..” sebuah kecelakaan mendarat di hadapanku.
aku penasaran, jantungku berdebar kencang. orang sekitar sudah banyak berada di sekitar kejadian, aku mengalami kesulitan untuk melihatnya.
“dia seorang siswa SMA” ucap seseorang yang berada di sampingku.
Aku semakin penasaran dan terus mencoba untuk menerobos, akhirnya aku tepat berada di samping korban. air mataku menetes, aku segera berteriak agar ada orang yang mau membawanya ke rumah sakit, dia adalah Gilang orang yang aku suka dan aku kagumi selama ini.
Sampai di rumah sakit, aku sangat gelisah mondar-mandir kesana kemari, jantungku terus berdetak kencang.
“aah, orangtuanya” ucapku
Segera kuambil ponselku dan menelepon orangtua Gilang. Beberapa kali ku telepon tidak juga diangkat, aku menyerah, tak lama, seorang dokter ke luar dari ruangan UGD, segera kuhampiri.
“dokter bagaimana keadaan teman saya?” ucapku
“dia banyak sekali kekurangan darah”
“apa golongan darahnya dok?”
“AB, stok di rumah sakit sedang habis jadi terpaksa menunggu sebentar”
“ambil darah saya saja dok, darah saya AB”
Tanpa pikir panjang seorang suster sudah membawaku ke sebuah ruangan, saat sebuah jarum suntik mendarat di lenganku terasa sangat perih, tapi ini harus kutahan demi Gilang. Setelah selesai aku dibiarkan untuk istirahat, pikiranku kembali melayang pada orangtua Gilang, kuraih ponselku dan beberapa kali kutelepon akhirnya diangkat juga.
“assalamu’alaikum umi”
“wa’alaikumsalam nindi, ada apa?”
“anu umi, nindi mau ngasih tau kalauu..”
“kalau apa nindi?”
“ituu.. Gilang kecelakaan umi, sekarang lagi di rumah sakit”
“astagfirullah.. di rumah sakit mana?”
“di Rumah sakit ibnu sina umi”
“oke, umi segera kesana sekarang”
Telepon pun terputus. segera ku bangkit dan ke luar.
“eh mbak, istirahat saja dulu” ucap seorang suster
“saya sudah baikan kok sus, oiya ntar kalau ada yang nanya jangan bilang saya ya yang donorin darah buat Gilang”
“loh kenapa mbak?”
“nggak mau dia khawatir aja sus” jawabku
Suster itu mengacungkan jempolnya.
Beberapa menit aku duduk di depan ruangan Gilang dirawat, kulihat dari kejauhan umi dan ayahnya Gilang sudah menuju kesini.
“dimana Gilang nindi?” tanya ayah Gilang
“di ruangan ini yah” jawabku sambil menunjuk ke ruangan Gilang
Umi, ayah, dan aku segera masuk ke dalam.
“kenapa bisa seperti ini nak?” ucap umi sambil mengelus kepala Gilang yang dibalut perban. aku pun angkat bicara menceritakan kejadian yang menimpa Gilang tadi.
Gilang belum juga siuman, hari pun sudah beranjak sore. aku berpamitan kepada orangtua Gilang untuk pulang. Sampai di rumah.. aku segera beristirahat karena kepalaku sangat pusing. tak lama aku pun masuk ke dalam alam bawah sadarku, dan berakit di alam mimpi.
Di sekolah semua orang bertanya tetang gilang, apa lagi siswi perempuan yang ngefans sekali sama gilang. memang dia adalah cowok terpopuler di sini, begitu banyak perempuan yang menyukainya tapi dia tidak mau mempunyai pacar, aneh juga.
Sepulang sekolah aku sudah berencana untuk ke rumah sakit, sebelum itu kubelikan buah-buahan kesukaannya. Di rumah sakit, kulihat banyak sekali bunga dan makanan di dalam ruangan Gilang, sudah kuduga ini semua dari fansnya gilang.
“waw, dari fans kamu yaa” ucapku
“haha, nambah lagi tuh dari fans yang paling setia dari dulu”
“siapa?” tanyaku heran
“yang bilang siapa itu” jawabnya sambil cekikikan
“aku bukan fans kamu, tapi..”
“tapi apa?”
“apa aja boleh” jawabku
Beberapa menit kami bercanda tawa. Katanya Gilang merasa lapar, kusuapi dia makanan
“kayaknya bentar lagi bakalan sembuh nih” ucap seorang suster yang mengecek keadaan Gilang
“amiiin” ucap Gilang.
Aku tertawa sumringah melihat ekspresi yang dikeluarkan gilang, dia pun juga tertawa.
Setiap hari aku ke rumah sakit untuk melihat perkembangan keadaan Gilang, hingga dia ke luar dari rumah sakit dan mengajakku jalan-jalan.
“thanks ya nin, kamu udah bawa aku ke rumah sakit, nemenin aku sepulang sekolah” ucap Gilang
“emm iya lang, sama-sama”
“eh.. ngomong-ngomong, kamu kok tambah pucat? kamu sakit?”
“ngg.. nggak kok, mungkin karena make up aja kali, soalnya aku pake make up merek yang nggak biasa” jawabku berbohong, padahal beberapa hari ini aku sering pusing.
“owh, tapi make upnya nggak bagus nin, mending yang lama aja biar kamu kelihatan cantik” ujarnya
Mendengar kata-kata Gilang membuatku seakan melayang dan ingin berteriak sekencang-kencangnya
“nindi?”
“eh, apa?”
“kok bengong sih, oiya waktu aku kecelakaan itu kata dokter aku banyak kekurangan darah ya?”
“ituu.. iya, kenapa?”
“nggak ada sih, pendonornya nggak mau ngasih tau dia siapa.. kamu tau nggak?”
“aku juga nggak tau, soalnya waktu itu aku lagi cari makanan gitu”
Gilang terdiam, hati ini ingin sekali berkata bahwa aku pendonornya. tapi, aku nggak berani ntar gilang marah lagi, selama ini dia selalu melarangku untuk menjadi pendonor, karena sistem imunku sangat lemah.
Keadaanku semakin melemah, dokter menyarankan untuk istirahat beberapa hari, selama aku tidak masuk sekolah, selama itu pula gilang sering datang ke rumahku, waktu itu aku memintanya untuk mengajariku pelajaran di sekolah, saat asyik belajar dan tertawa bersama, tiba-tiba saja gilang berbicara serius padaku.
“nin, apa kamu yang donorin darah ke aku?” tanya Gilang
Aku nggak mampu jawabnya, aku nggak mampu buat berbohong pada orang yang aku sayang
“kamu kenapa diam nin?”
“akuu.. sayang sama kamu gilang, aku nggak mau kehilangan kamu, aku nggak tau lagi harus gimana, stok darah AB di rumah sakit lagi habis, aku rela lakuin apa aja asalkan kamu selamat” jawabku memberanikan diri.
“nindi.. aku nggak tau mau bilang apa lagi, aku juga takut kamu sakit kayak gini, aku juga sayang sama kamu, aku khawatir saat liat kondisi kamu dari hari ke hari” ucap gilang seraya memelukku.
Sejak saat itu, gilang selalu menjagaku dan merawatku sampai aku sembuh total, hingga suatu hari, gilang nggak masuk sekolah. semua temannya sudah aku tanya tapi nggak ada yang tahu dia kemana.
Saat aku mencari ponselku di dalam tas, ada sebuah surat beramplop biru, segera kubuka dan kubaca.
Dear bidadari penyelamatku..
Apa kabarmu hari ini?
Aku merindukan senyuman manismu, tersenyumlah sekarang..
Aku ingin mengajakmu jalan-jalan, kepo yaaa..
Sekarang kamu harus pergi ke tempat yang menjadi kenangan di hidupmu,
Sampai jumpa di sana..
Aku pun langsung pergi ke tempat yang dimaksud, disana ada seorang anak kecil yang menyapaku
“hay kakak, ini bunga untuk kakak”
Sebuah bunga lavender kesukaanku, dan kulihat ada sebuah surat disana.
“5 meter di samping kirimu”
Aku segera mencari lokasi itu, banyak bunga lavender kulihat disana, bunga itu bersusun rapi berbentuk love, dan banyak balon yang menambah keindahan taman. Dari belakang ada seseorang yang menarik tasku, saat aku menoleh ke belakang.
“hay..” sapanya
Aku hanya terdiam menatap apa yang telah dilakukannya
“emmm..” gumamku
“kenapa?”
“ini apaa?”
“buat kamu..”
“semua..?” tanyaku meyakinkan,
Dia mengangguk.
“jadi.. karena ini kamu tidak masuk sekolah” tanyaku
“maafkan aku” gilang menunduk merasa melakukan hal yang salah. aku tertawa geli melihat tingkah gilang.
Aku tertawa keras dan gilang melihatku berlari-lari di sekitar bunga lavender yang disusunya. Gilang segera mengejarku
“awaas yaa” teriak gilang,
Aku terus berlari.
“huuhhh.. nggak sanggup lagi” aku duduk di antara bunga-bunga lavender. gilang menghampiriku dan menyodorkan minuman.
“nin?”
“apa?”
“will you be mine?”
Aku terdiam mendengar pertanyaan gilang, apakah ini mimpi atau apa ini, aku tidak tau mau menjawab apa, bagaimana ini, mataku dan mata gilang terus berpaspasan, tidak ada kata-kata yang mampu kuucapkan.
“bagaimana?”
“I will..” jawabku spontan
“yuhuuu” gilang meloncat dan berteriak sekuat mungkin.
Banyak yang mendukung hubungan aku dan gilang, termasuk kedua orangtua kami.
“mi piace gilaaang”
Cerpen Karangan: Hanifa Afriani
Facebook: Hanifa Afriani / nifhadk98[-at-]yahoo.com
Lavender and Blood
4/
5
Oleh
Unknown