Judul Cerpen Manis Yang Pahit
Indri, itulah nama gadis berpakaian putih abu-abu yang saat ini tengah berjalan di teras menuju kelas. Tiba-tiba, “Brukk!!” buku-buku yang dibawanya jatuh ke lantai tak beraturan, akibat dari tabrakan yang ia alami dengan Saputra, teman sekelasnya yang tengah dekat dengannya saat ini. Mereka hanya saling tersenyum saat menatap satu sama lain, tangan mereka sibuk merapikan buku yang terjatuh ke lantai. Mereka memang mulai dekat sejak awal kelas 3. Saputra yang bersikap begitu manis, membawakan buku-buku Indri dan mereka berjalan menuju kelas. Indri berusaha bersikap biasa saja, meskipun ia sedikit berharap lebih kepada Saputra. Kebetulan, mereka memiliki hobi yang sama, bermain gitar. Saputra sering menjadikan gitar sebagai bahan pembicaraan mereka.
Di kantin yang begitu ramai dipadati oleh para murid yang sedang makan karena kelaparan atau sekedar minum untuk kembali membasahi tenggorokan. Di meja itu, dengan tiga siswi sebagai penghuninya, Indri dan kedua sahabatnya yang bernama Risa dan Tasya. Tampaknya, mereka mencoba mengingatkan Indri mengenai kedekatannya dengan Saputra. Risa merasa bahwa Saputra bukanlah lelaki yang baik. Ia sempat beberapa kali melihat Saputra jalan dengan perempuan yang berbeda-beda. Mengingat sifat Saputra yang begitu manis dan baik padanya, Indri tak segampang itu percaya, meskipun mereka adalah sahabatnya.
Dzzzttt.. Dzzzttt!!! Hp itu terus bergetar di atas meja yang berada tepat di depannya. Tertera sebuah pesan dari Saputra di layar Hp itu. Indri yang telah menunggunya di cafe, membaca dengan saksama pesan yang berisi bahwa Saputra tak dapat hadir dikarenakan keperluan mendadak. Ia memasukkan Hp itu ke dalam saku celana jeansnya, dan bergegas pergi meninggalkan cafe tersebut.
Setelah Indri berjalan cukup jauh dari cafe itu, ia menghentikan taksi yang ditumpanginya. Ia melihat sekumpulan pemuda sedang nongkrong di pinggir jalan. Dan yang lebih mengejutkan, Saputra ada di antara mereka. Indri mengucek-ucek matanya, memastikan bahwa penglihatannya itu benar. Ia turun dari taksi dan berjalan mendekat. Telinganya dipasang lebar-lebar, untuk mendengar percakapan mereka.
“Gimana si Indri, barang taruhan kita? Udah berhasil lo jadiin pacar? Atau jangan-jangan lo malah suka sama si Indri?” tanya salah seorang teman Saputra.
“Enak aja. Ya enggak mungkinlah gue suka sama Indri. Gue tuh cuma baik-baikin, manis-manisin dia doang biar dia jadi pacar gue, dan lo kalah taruhan.” jawaban Saputra benar-benar membuat Indri terkejut. Indri sudah tak tahan bersembunyi. Ia keluar, melangkah lebih cepat menuju Saputra dan sekumpulan pemuda itu. Ia marah pada Saputra. Saputra mencoba menjelaskan, namun Indri tutup telinga. Ia tak ingin bertemu atau bahkan mengenal Saputra yang selama ini bersifat manis, namun ternyata begitu pahit.
Cerpen Karangan: Ria Puspita Dewi
Facebook: Puspita Elfa
Indri, itulah nama gadis berpakaian putih abu-abu yang saat ini tengah berjalan di teras menuju kelas. Tiba-tiba, “Brukk!!” buku-buku yang dibawanya jatuh ke lantai tak beraturan, akibat dari tabrakan yang ia alami dengan Saputra, teman sekelasnya yang tengah dekat dengannya saat ini. Mereka hanya saling tersenyum saat menatap satu sama lain, tangan mereka sibuk merapikan buku yang terjatuh ke lantai. Mereka memang mulai dekat sejak awal kelas 3. Saputra yang bersikap begitu manis, membawakan buku-buku Indri dan mereka berjalan menuju kelas. Indri berusaha bersikap biasa saja, meskipun ia sedikit berharap lebih kepada Saputra. Kebetulan, mereka memiliki hobi yang sama, bermain gitar. Saputra sering menjadikan gitar sebagai bahan pembicaraan mereka.
Di kantin yang begitu ramai dipadati oleh para murid yang sedang makan karena kelaparan atau sekedar minum untuk kembali membasahi tenggorokan. Di meja itu, dengan tiga siswi sebagai penghuninya, Indri dan kedua sahabatnya yang bernama Risa dan Tasya. Tampaknya, mereka mencoba mengingatkan Indri mengenai kedekatannya dengan Saputra. Risa merasa bahwa Saputra bukanlah lelaki yang baik. Ia sempat beberapa kali melihat Saputra jalan dengan perempuan yang berbeda-beda. Mengingat sifat Saputra yang begitu manis dan baik padanya, Indri tak segampang itu percaya, meskipun mereka adalah sahabatnya.
Dzzzttt.. Dzzzttt!!! Hp itu terus bergetar di atas meja yang berada tepat di depannya. Tertera sebuah pesan dari Saputra di layar Hp itu. Indri yang telah menunggunya di cafe, membaca dengan saksama pesan yang berisi bahwa Saputra tak dapat hadir dikarenakan keperluan mendadak. Ia memasukkan Hp itu ke dalam saku celana jeansnya, dan bergegas pergi meninggalkan cafe tersebut.
Setelah Indri berjalan cukup jauh dari cafe itu, ia menghentikan taksi yang ditumpanginya. Ia melihat sekumpulan pemuda sedang nongkrong di pinggir jalan. Dan yang lebih mengejutkan, Saputra ada di antara mereka. Indri mengucek-ucek matanya, memastikan bahwa penglihatannya itu benar. Ia turun dari taksi dan berjalan mendekat. Telinganya dipasang lebar-lebar, untuk mendengar percakapan mereka.
“Gimana si Indri, barang taruhan kita? Udah berhasil lo jadiin pacar? Atau jangan-jangan lo malah suka sama si Indri?” tanya salah seorang teman Saputra.
“Enak aja. Ya enggak mungkinlah gue suka sama Indri. Gue tuh cuma baik-baikin, manis-manisin dia doang biar dia jadi pacar gue, dan lo kalah taruhan.” jawaban Saputra benar-benar membuat Indri terkejut. Indri sudah tak tahan bersembunyi. Ia keluar, melangkah lebih cepat menuju Saputra dan sekumpulan pemuda itu. Ia marah pada Saputra. Saputra mencoba menjelaskan, namun Indri tutup telinga. Ia tak ingin bertemu atau bahkan mengenal Saputra yang selama ini bersifat manis, namun ternyata begitu pahit.
Cerpen Karangan: Ria Puspita Dewi
Facebook: Puspita Elfa
Manis Yang Pahit
4/
5
Oleh
Unknown