Menatap Dari Belakang

Baca Juga :
    Judul Cerpen Menatap Dari Belakang

    Sudah 3 tahun sejak aku meninggalkan tempat ini. Tempatku menghabiskan 3 tahunku. Tempat yang aku pikir akan menjadi sangat membosankan untukku. Tempat yang siapapun tidak akan tahu pengalaman dan kenangan apa yang akan diperoleh di tempat ini. Ya “sekolah” lebih tepatnya “masa SMA”. Dan inilah kisahku di masa masa itu, masa yang awalnya aku pikir akan tidak berarti dan akan kulalui dengan membosankan berubah menjadi masa yang terindah dalam hidupku. Setelah 3 tahun akhirnya aku kembali ke sekolah itu. Aku kembali sebagai mahasiwa semester atas jurusan pendidikan yang sedang melakukan praktik kerja lapangan. Akhirnya kesempatanku untuk mengenang masa yang aku lalui selama 3 tahun disini akan kukenang lagi selama 3 bulan aku di sekolah ini.

    Hari pertama ku PPL, kami ditunjukan tempat yang akan menjadi Basecamp kami. Sebuah gudang yang berisi tumpukan meja dan kursi yang berdebu dan bersarang laba-laba dan bekas perpustakaan tepat di belakang sebuah kelas dan bersebelahan dengan kantin. kami menerimanya, kami pun membersihkannya dan mengatur meja dan kursi memutar sehingga mudah untuk berdiskusi sebelum dan setelah selesai belajar mengajar. Selama 3 bulan aku sering duduk di depan jendela di pojok ruangan sambil melihat ke kelas yang membelakangi kami. Dan tidak terasa PPL sudah hampir selesai. Besok pagi adalah upacara perpisahan kami dengan sekolah. Saat aku duduk di pojok ruangan di depan jendela teman PPL ku datang, Ima namanya. Dia mendekatiku dan bertanya padaku.

    “Kenapa kamu sering duduk di pojok memandang kelas di depan dan melamun?”
    “Apakah kamu percaya Takdir?”. Jawabanku sambil menatap ke arahnya dengan sedikit senyum di wajahku. Setelah berbincang cukup lama dia mengulang kembali pertanyaannya padaku.
    ”Kenapa kamu sering duduk di pojok?”.
    Akhirnya aku bercerita padanya. “disini tempat yang paling bagus pemandangannya di seluruh sekolah”.
    Dan aku pun mulai bercerita padanya.

    Semuanya bermula dari UKS. Aku bukanlah orang yang senang bercanda atau berkumpul dengan teman. Aku lebih sering berada di luar kelas saat jam pelajaran daripada di dalam kelas. Kantin dan UKS adalah tempat yang sempurna untuk bersembunyi, karena kantin hanya ramai saat jam istirahat dan sepi saat jam pelajaran dan UKS selalu sepi karena mungkin tidak ada yang mau berbohong sakit selain aku. Siang itu pelajaran Kimia pada jam terakhir, salah satu dari banyak pelajaran yang tidak aku suka. Aku pun pergi ke UKS dengan alasan yang umum yaitu pusing. Saat aku sedang menikmati empuknya kasur busa dan komikku, terdengar suara langkah kaki mendekat masuk ke ruang UkS. Kemudian terdengar suara pintu almari yang dibuka dan suara botol obat yang saling bersinggungan karena getaran dari pintu yang dibuka. Dari balik gorden aku melihat seragam putih dan abu sedang sibuk mengosak asik isi almari seolah sedang mencari sesuatu yang hilang. Karena suaranya menggangguku, aku bertanya “cari apa?”,
    “obat sakit kepala”. Dia menjawab dengan nada yang terburu sambil terus mencari obat yang sulit dia temukan.
    “tutup pintunya, lihat meja di kanannya, laci kedua dari bawah pojok kanan belakang” aku menjawab dengan suara yang acuh padanya. Setelah beberapa saat tiba-tiba korden yang menutupi tempatku berbaring terbuka, aku menoleh dan seorang gadis tidak cantik tapi manis dengan obat di tanganya berkata padaku. “aku kira petugas UKS, kau tau betul tempat ini. Terima kasih.” Dan dia melangkah pergi setelah mengatakan itu dengan senyum terhias di wajahnya.
    “aku tau lebih banyak dari yang kamu bayangkan, gadis obat kepala” jawabku sambil melihatnya melangkah pergi hingga keluar dari pintu UKS. Aku tidak tahu siapa namanya aku juga tidak tau dia kelas berapa, jadi aku hanya menyebutnya Gadis Obat Sakit Kepala.

    Satu minggu setelah itu, tepatnya hari senin, aku dan temanku, sebut saja dia oyi teman yang sangat akrab dan satu pemikiran dalam melanggar peraturan sekolah, kami berniat untuk bolos dari sekolah. Hari senin adalah hari yang aku benci karena setiap hari senin selalu ada upacara dan jarang sekali tanggal merah jatuh pada hari senin. Tapi sialnya saat sudah akan pergi ada guru BP datang ke luar sekolah dan membawa kami masuk ke sekolah. Akhirnya kami pun dihukum membuat baris di samping mimbar upacara menghadap ke arah barisan siswa yang sedang mengikuti upacara. Pagi itu panas sekali, sesekali aku menatap ke arah barisan siswa dan aku melihatnya. Dia yang waktu itu menyebutku petugas UKS, dia berada di baris terdepan di kelompok anak kelas 1. Aku bertanya pada oyi yang saat itu sedang dihukum bersamaku.
    “kamu lihat barisan paling kanan gadis yang berdiri di tengah itu, kamu tau namanya?” .
    “iya dia nias anak kelas 1A” Jawab oyi sambil sesekali mengusap keringat dan menggerakan kerah bajunya karena gerah dan panas.
    “pantas aku tak pernah liat dia saat upacara dia kelas A kita kelas F, terhalang B sampai E itu jauh sekali” aku menjawab dengan nada sedikit bercanda dengan oyi.
    “apa kamu suka dia, dia tidak cantik.” Oyi bertanya padaku dengan menyenggolkan sikunya di lengan ku.
    “berapa umur ibumu?” aku bertanya pada oyi, dengan nada bercanda tapi kubuat lebih serius.
    “50an lah lebih dikit.” Jawab oyi dengan mengerutkan dahi, tidak tau apa maksud perkataanku.
    “sudah cukup tua ya? tapi ayahmu tetep cinta meski sudah tak secantik dulu kan.” Aku menjawab dengan nada bercanda. Lalu kami pun tertawa sedikit keras sampai-sampi guru menegur kami.

    Sejak saat itu entah dengan oyi atau tidak setiap hari senin aku lebih sering menanti hukuman dari guru untuk berdiri di depan daripada mengikuti upacara dari barisan kelasku. Karena saat aku dihukum, saat itulah aku bisa melihat dia, si gadis Obat Sakit Kepala. Dan tak sadar aku mulai menjadi penggemar rahasianya. Aku tak pernah berkata pada siapapun tentang apa yang aku rasakan. Hanya oyi, sahabatku yang tau tentang itu.

    Satu tahun sudah aku menjadi penggemar rahasianya. Dan akhirnya kami pun naik ke kelas 2. Di kelas 2 sekolah ku punya 2 jurusan satu kelas IPA dan 3 kelas IPS. Di kelas 2 aku masuk ke jurusan IPS. Aku senang karena saat itu juga aku akan mengucapkan selamat tinggal pada pelajaran kimia fisika matematika dan beberapa pelajaran lain yang aku tidak suka. Saat aku membaca kertas pembagian jurusan tiba tiba ada sebuah suara di dekatku berkata
    “Petugas UKS, kamu masuk IPS 1 ya?”.
    Terkejut dengan panggilan itu aku menoleh ke samping, dan aku melihatnya gadis Obat Sakit Kepala. Ini adalah pertama kali sejak pertemuan pertama di UKS dimana kami saling bertemu muka. Biasanya aku hanya memperhatikannya dari kejauhan, melihatnya berbicara, tersenyum, tertawa, dan bercanda dengan temannya.
    “mungkin salah, seharusnya dengan kecerdasanku, aku dengan mudah bisa masuk IPA. Tapi aku sengaja masuk IPS” Aku menjawab dan langsung berbalik untuk pergi. Bertemu muka denganya membuat jantungku berdebar debar. Jika aku tetap disitu mungkin aku akan gagup saat berbicara dan salah tingkah. Aku pun beranjak pergi dari papan pengumuman. Belum genap satu langkah ku beranjak dia berkata padaku
    “aku masuk ipa.”
    “Biasa” jawabku dengan nada mengejek, dan aku pun melanjutkan jalanku beranjak pergi menuju ke kelasku.

    Kelas IPA berada di sebelah kelas IPS 1, kelas kami berdekatan. Aku duduk di pojok paling belakang di dekat jendela dan menghadap ke pintu, setiap bel istirahat berbunyi aku melihat ke arah jendela dan pintu untuk melihatnya lewat, karena jalan ke kantin melewati kelasku jadi dia pasti lewat depan kelasku.

    Suatu siang saat bel berbunyi, aku menunggu dia lewat di depan kelasku tapi sampai bel berbunyi dia tidak lewat. Aku bertanya pada oyi, sahabat yang kebetulan juga satu kelas dan satu tempat duduk denganku
    “apa nias tidak masuk hari ini?”.
    “oh… dia sakit sekarang sedang di UKS. Kamu sekarang jarang ke UKS buat bolos tapi rajin masuk kelas.” Oyi menjawab pertanyaanku dengan singkat dan sembari bertanya padaku dengan nada curiga.
    “pintu kelas lebih lebar dari pintu UKS, melihat keluar lebih jelas pemandangannya juga lebih bagus.” Jawabku sambil tersenyum.
    “apalagi kalau ada gadis lewat, iya kan?”
    “ayo ke kantin.”
    Lalu kami pergi ke kantin.

    Saat bel masuk berbunyi oyi mengajakku kembali ke kelas.
    “aku ada sesuatu yang ingin aku pastikan, kembalilah dulu nanti aku menyusul”.
    Setelah oyi beranjak ke kelas, aku berganti langkah menuju UKS. Sampai di UKS. Aku masuk dan kuberanikan untuk bertanya pada nias (gadis obat sakit kepalaku)
    “sakit apa kau?”.
    “pusing… tapi obat pusingnya sudah habis tidak ada dimanapun jadi aku hanya istirahat tiduran” nias menjawab dengan nada yang lemah mungkin karena menahan sakit kepala sambil tiduran.
    “Kemarin aku melihat petugas UKS sudah memindahkan obatnya ke tempat yang mudah di cari. Bukan di laci lagi tapi di lemari, Buka almarinya.”
    Setelah itu aku langsung pergi. Hari hariku di kelas 2 berlalu dengan nias yang selalu mengisi hari hariku meski dia tidak pernah tau aku memperhatikannya tapi seperti ini pun sudah membuatku bahagia. Dan tibalah saat ku naik dikelas 3. Setaun terahir ku yang akan aku habiskan di SMA ini.

    Saat aku sedang asyik bercerita Ima memotong ceritaku dan bertanya padaku.
    “jadi 2 tahun itu kamu hanya menyukainya tapi tidak pernah berkata suka padanya?”.
    “lebih baik begitu, dengan begitu juga sudah membuatku senang. Aku pun tak tau apa yang dia pikirkan tentangku.” Jawabku pada ima yang dengan rasa ingin tau memotong dan bertanya padaku.
    “kalau dia juga suka dengan kamu tapi dia tidak bisa bilang karena dia perempuan sementara kamu juga suka. Apa menurutmu itu adil untuknya sebagai perempuan?”. Ima kembali bartanya dengan rasa ingin tau yang semakin tinggi dan dibalut dengan sedikit emosi.
    “terdengar tidak adil memang tapi dia layak dapat yang lebih baik dari ku. Ya aku egois tapi itu yang aku pikir.” kemudian aku melanjutkan ceritaku pada ima. Tetapi sebelum aku melanjutkan ceritaku pada ima aku menunjukan sesuatu padanya.
    “Ima kamu lihat kelas di depan itu. Itu dulu adalah kelas IPA dan tempat kita duduk ini adalah bekas perpustakaan. Pada saat jam pelajaran petugas perpustakaan sering keluar, jadi dia tidak tau kalau aku masih di dalam perpustakaan. Dan di samping kita itu dulu ada sebuah almari besar dan rak buku yang panjang. Jadi disini adalah tempat yang bagus untuk sembunyi, bolos dari pelajaran.”
    Lalu ima bertanya padaku dengan sedikit tidak percaya terlihat dari raut wajahnya. “kenapa kamu bolos di perpustakaan, bolos tu jajan atau maen?”.
    “aku tadi sudah bilang di depan itu kelas IPA.”
    Kemudian aku melanjutkan ceritaku pada ima. Disinilah aku sering menghabiskan waktu saat aku bolos pelajaran. Menatap ke kelas di depan memperhatikan nias belajar. Dia siswa yang pandai, dia pandai di matematika. Dia sering maju ke depan mengerjakan soal dan saat dia kembali ke tempat duduk saat itulah aku bisa melihat wajahnya. Dia selalu duduk di depan, mengangkat tangan saat guru bertanya padanya dan menjawab semua pertanyaan dengan benar.

    Sejak kelas satu setelah bertemu di UKS aku tertarik padanya, saat kelas 2 pun demikian aku masih tertarik dengan nya. Dan sekarang saat kelas 3 aku pun semakin tertarik padanya. Oyi sering berkata padaku, dia tidak cantik dan tak begitu tinggi kenapa aku suka padanya. Setiap kali dia bertanya seperti itu aku selalu menjawab.

    “suka itu tidak perlu alasan, kalau ada alasanya itu namanya perjanjian. Kalu cantiknya ilang apa trus udah nggak suka lagi. Nggak begitu kan?”.
    “gila”. Itulah jawaban yang sering keluar dari mulut oyi. Setiap dia bertanya padaku tentang ima dan aku menjawabnya dengan yakin, kata kata itulah yang sering muncul dari mulutnya. Aku sering pulang sekolah paling akhir dan pergi ke kelas nias. Aku sering duduk di tempat duduk nias memandang kepapan tulis dan saat itulah sering terlintas kata kata yang indah dan sering pula aku menuliskan di papan tulis itu tanpa nama ku dan tanpa nama tujuan. Tapi dalam hatiku aku selalu berkata bahwa tulisan tulisan itu hanya untuk dia (gadis obat sakit kepalaku).

    Suatu siang saat nias mengikuti pelajaran matematika, dia maju ke depan untuk mengerjakan soal di papan tulis dan saat dia kembali akan duduk di kursinya tanpa sengaja dia melihat ke arahku. Saat itu kami saling menatap dibatasi dengan kaca jendela kelas dan kaca jendela perpustakaan. Setelah kejadian itu, hampir selama sebulan aku tidak datang ke perpustakaan sekolah karena malu.

    Setelah sebulan berlalu setelah keadian itu tanpa sengaja aku bertemu dengan nias di kantin sekolah. Waktu itu dia akan kembali ke kelas setelah membeli makanan kecil dan aku akan masuk ke kantin.

    “petugas UKS sudah jadi petugas perpustakaan. Tapi kenapa dia libur jadi tidak ada yang melihat ke arahku.”

    Dia berhenti tepat di sampingku dan mengatakan itu kepadaku. Kemudian aku menoleh ke arahnya dan disaat yang bersamaan dia pun menoleh ke arahku dan tersenyum sangat manis sekali. Aku tidak sanggup berkata apapun sehingga aku putuskan untuk diam saja dan melanjutkan langkahku ke dalam kantin. sejak hari itu aku menjadi sering ke perpustakaan lagi dan menatapnya lagi. Menatapnya memandangnya seakan sudah menjadi hobbyku. Hari demi hari di kelas 3 aku lalui dengan rutinitas yang hampir sama. Pergi ke perpustakaan melihatnya. Pergi ke kantin hanya untuk bertemu dengannya dengan seolah tidak sengaja. Akhirnya tibalah saatnya aku dan teman temanku meninggalkan sekolah ini, sekolah yang sudah memberiku banyak hal yang berharga selama 3 tahun ini.

    Hari pelepasan siswa yang lulus ujian pun tiba aku berangkat ke sekolah dengan orangtuaku sebagai wali dalam acara itu. Sebelum acara dimulai aku sempat bertemu dengan nias.

    “selamat” Ucapnya padaku dengan senyum yang manis di wajahnya. Saat itu aku hanya melihat ke arahnya dan membalas tersenyum dan menganggukan kepalaku sebelum aku melanjutkan mencari tempat duduk untukku dan orangtuaku. Acara yang membosankan pun dimulai. Mulai dari pembukaan dan sambutan sambutan membuatku semakin bosan di belakang. Tetapi disela acara yang membosankan itu ada sebuah acara yang membuatku senang. Acara pemberian hadiah pada siswa siswi berprestasi. Saat itu dari kelas IPA nias dipanggil ke depan sebagai rangking pertama dan dua teman lainnya menduduki peringkat 2 dan 3. Sementara dari kelas IPS aku pun dipanggil sebagai rangking ke 3 dan 2 temanku sebagai peringkat 1 dan 2. Penyerahan hadiah dimulai dari kelas IPA dan dilanjut kelas IPS, jadi secara otomatis yang tadinya jarakku jauh dengan nias menjadi dekat kerena posisi kami bergeser.

    “kamu pandai juga bisa dapat peringkat.” Bisik nias padaku dengan nada bercanda.
    “sudah kubilang, aku bisa masuk IPA dengan mudah dengan kepandaianku tapi aku tidak mau.”

    Dengan nada lirih aku menjawab pernyataannya dan kami pun kembali ke tempat duduk. Bersama dengan berakhirnya acara itu berahir pulalah acara pelepasan siswa. Saat semua orang sudah mulai beranjak pulang aku masih tinggal di sekolahan dan melihat lihat sekeliling sekolahan. Aku masuk ke UKS merasakan empuknya kasur busa untuk terakhir dan mengunjungi perpustakaan, tempat persembunyianku selama 1 tahun terakhir ini. Dan yang terahir aku masuk ke kelas IPA.

    Saat di depan pintu kelas ipa aku berdiri melihat kearah bangku nias. Sambil terus menatap ke arah bangkunya aku mulai masuk, berdiri di depan meja itu dan kemudian duduk. Saat aku duduk di kursi itu aku melihat sebuah tulisan di papan tulis. Setelah aku melihatnya aku pun terkejut. Itu adalah salah satu tulisanku yang aku tulis untuk nias di papan tulis.

    “menghitung bintang, menghitung bulir pasir, menghitung butiran hujan. Meski menghabiskan sisa hidupku tapi aku rela asalkan untukmu.
    Terima kasih Petugas Perpustakaanku.”

    Itulah tulisan yang aku baca di papan tulis dan itu adalah salah satu tulisanku untuknya. Lalu tanpa sengaja aku menemukan sebuah kertas yang dilipat rapi di dalam laci. Aku mengambilnya dan membacannya.

    “sejak pertama kali kita bertemu di UKS,
    kutau mulai saat itu kamu mulai memperhatikan aku melihat ke arahku.
    Tapi aku tidak tau harus berbuat apa jadi aku hanya diam dan membiarkan kamu memperhatikanku. Karena itu pun juga membuatku merasa senang dan diperhatikan.
    Terima kasih sudah memindahkan obat sakit kepala ke tempat yang mudah kucari.
    Terima kasih pula untuk semua tulisan yang kamu tuliskan di papan tulis.
    Aku selalu mencatatnya dan mengambil gambarnya sebelum aku hapus.
    Sampai jumpa petugas UKS ku.”

    Setelah membaca surat itu aku senang karena paling tidak dia sudah tau apa yang aku fikirkan tentangnya.

    Sejak pertama bertemu dengannya dan tertarik dengannya, dia sadari atau tidak aku selalu mengagumi dia.
    Aku memindahkan obat ke tempat yang mudah dicarinya.
    Aku duduk di perpustakaan untuk memandang ke arahnya.
    Aku ke kantin untuk berpura-pura tak sengaja bertemu dia.
    Aku menulis di papan tulis untuknya.
    Saat teman temanku bertanya padaku tentangnya,
    Apakah dia cantik? Apakah dia pandai? Apakah dia menarik?
    Aku selau menjawab “BIASA”.
    Tapi dalam hatiku aku berkata.
    “Seperti biasa, NIAS selalu Mengagumkan di mataku.”

    Sampai kapan pun juga kau adalah yang pertama dalam hatiku meski tak kuungkapkan padamu. Karena selama ini aku selalu “Menatapmu Dari Belakang.”

    Cerpen Karangan: Dedy Setyo Anggoro
    Facebook: https://www.facebook.com/Anggoro.Dedy.Setyo

    Artikel Terkait

    Menatap Dari Belakang
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email