Misteri Sebuah Perasaan

Baca Juga :
    Judul Cerpen Misteri Sebuah Perasaan

    Matahari yang mulai tampak di belahan timur bumi, ditengah dingin yang menusuk kulit. Membuat hati tak bisa mengelak untuk menyapa dunia. Hari yang penuh dengan aktivitas, hari yang selalu disinggahi lelah pada malam yang sepi, dan hari yang selalu menjadi awal memulai kehidupan.

    Hari ini adalah masa pra-mos siswa(i) SMA Bhakti jaya, semua siswa baru bergegas menuju lapangan tempat pengumuman GWS (Gugus Warga Sekolah). Nama SIBA (siswa baru) disebutkan satu-satu sesuai dengan GWS yang akan mereka tempati dan Dua soulmate yang berharap agar mereka dapat satu GWS, namun apa daya GWS mereka lain.

    “Yahh, Gws kita beda nih Na”
    “Iya ni, tapi untung aja Gws kita berdekatan, jadi kita tetap bisa jalan sama-sama ke kelas”
    “Iya juga sih, ya udah kita cari kelas yuk, kan kelas kita berdekatan”
    “Ayoo” Setelah masa MOS telah selesai kini saatnya untuk mengetahui kelas dan jurusan apa yang akan ditempati untuk 3 tahun kedepan. Para SIBA mengerumuni mading sekolah untuk melihat pengumuman.
    “Yee, kita sama kelas Na”
    “Oh yahh? Aku mau liat dong fa”
    “Sini aku tunjukin”
    Mereka pun mendekat ke mading
    Ayana Grisella
    Afifah Azzahra
    Nama mereka berdekatan dan berada di kelas yang sama yaitu kelas X IPA 2.

    Hari pertama masuk sekolah, Ayana dan Afifah pergi bersama-sama menuju ke SMA Bhakti Jaya
    “Kelas kita dimana Ra?” Tanya
    “Di ujung sana”
    “Di ujung sana? Jauh banget?”
    “Iya emang, ayo kita kesana”
    “Kamu gak salah kan Ra?”
    “Ayana kusayang, itu memang kelas kita. Ayo, gak usah bawel”
    “Iya, iya”

    Kelas yang berukuran 7X5 m, ruangan yang pengap ditambah lagi letak yang sangat tidak strategis karena berada paling ujung dan paling belakang di antara kelas 10 lainnya. Bising murid-murid yang bercanda gurau terhenti ketika guru pembimbing datang.

    “Anak-anak sekalian, kalian adalah murid baru di sekolah ini, dan pasti masih ada yang belum mengenal satu sama lain, walaupun ada yang sempat satu sekolah atau satu kelas waktu SMP dulu. Untuk lebih mengenal teman-temannya, kita akan melakukan perkenalan dulu. Dimulai dari ujung sana.” Jelas guru pembimbing itu.

    Setiap murid antusias memperkenalkan dirinya, mulai dari nama, asal sekolah, nama orangtua, hoby dan alamat. Kini pengenalan tiba di bangku ke dua. Tempat Ayana dan Afifah duduk.
    “Perkenalkan nama saya Ayana Afifahnia Mesyha, biasa dipanggil Sheen, asal sekolah saya di SMP kartika Putri, bla bla bla”
    “Perkenalkan nama saya Afifah Naufalyn, asal sekolah saya di SMP Kartika Putri, bla bla bla”. Setelah tiba di bangku terakhir Ternyata Ada teman SD Ayana juga di kelas itu. Ayana pun berencana akan menyapanya ketika waktu istirahat. Setelah waktu pelajaran selesai kini tiba waktu istirahat, Ayana menghampiri Farrel (teman SD) di tempat duduknya, yang berada di paling belakang.
    “Hai,” sapa Ayana
    “Hai juga,” ungkap Farrel.
    “Masih ingat aku nggak?”
    “Iya, aku masih ingat kok”
    “Hahaha, kirain kamu nggak ingat, kan udah 3 tahun kita gak ketemu”
    “Gimana mau ketemu, aku kan sekolah di pesantren”
    “Oh iya, yahh” Mata Ayana tertuju pada sebuah buku yang bergambar salah satu girl band indonesia dan sebuah pulpen yang berwarna merah jambu.
    “Hahaha, ini punya siapa?” sembari menunjuk buku dan pulpen itu “Kok warnanya pink sih? Ini kan warna cewek” Ayana pun ketawa
    “Ni punyaku, mangnya kenapa?” Ucap cowok yang menggunakan bahasa melayu tersebut. “Haha, aksen bicara kamu lucu banget! Bicara lagi dong” ucap Ayana sambil tertawa keras. Namun cowok itu hanya menatap Ayana dengan tatapan aneh. Karena Ayana penasaran dengan cowok itu, ia pun membaca papan namanya yang tertera di bagian dada kanan.
    “Oh nama kamu Aditya? Kamu dari daerah mana? Kok logat kamu berbeda dengan kami sih?” tanya Ayana
    Setelah didesak untuk bicara namun cowok itu tidak mengeluarkan 1 atau 2 kata akhirnya Ayana pun kembali ke tempat duduknya.
    “Ra, liat cowok itu deh” sambil menunjuk cowok itu “aksen bicaranya itu lucu banget, perut aku jadi sakit gara-gara ketawa mulu”
    “Cowok yang mana?” Tanya Khira
    “Itu tuh, cowok yang duduk paling belakang, teman sebangkunya Farrel”
    “Ohh yang hitam itu?”
    “Hahah, iyaa! Dia itu lucu banget. Mana dia sabar banget”
    “Udah deh Sheen, kamu kebiasaan banget deh!”
    “Iya iya maaf”

    Setelah jam istirahat telah berakhir, satu persatu guru mata pelajaran masuk untuk memperkenalkan diri dan menjelaskan sedikit tentang sistem penilaian yang berlaku di SMA Bhakti Jaya ini. Minggu-minggu pertama saat memasuki sekolah memang terasa menyenangkan namun setelah memasuki minggu kedua, satu persatu tugas menyerang karena kebetulan SMA ini terkenal unggulan terlebih saat pergantian kurikulum yang dilakukan dinas pendidikan.
    Seiring berjalannnya waktu, ternyata dugaan Ayana salah tentang sifat dan karakter Aditya, yang awalnya disangka sabar ternyata cerewet pake banget terus orangnya juga humoris. Lama kelamaan Ayana dan Aditya pun berteman dekat. Dimana ada Ayana disitu ada Adit.

    Satu bulan kemudian
    “Selamat pagi Sheen” Sapa Adit
    “Selamat pagi juga”
    “Kamu kenapa? sakit?”
    “Iya, perut aku sakit”
    “Kamu mau ikut upacara?”
    “Iyalah”
    “Tapi kamu kan sakit, udah deh kamu tinggal di kelas aja”
    “Nggak, aku gak mau! aku kan kuat masa sakit gini aja aku gak bisa sih” kata Ayana yang menahan rasa sakit.
    “Tapi kamu pucat loh Sheen, nanti kamu pingsan gimana?” ucap adit
    “Gak kok, aku masih bisa nahan rasa sakitnya. Ini kan Cuma sakit perut biasa.”
    “Bener gak kenapa-kenapa?”
    “Iya, gak! Ayo kita ke lapangan. Upacaranya udah mau mulai nih” ajak Ayana.

    Hari-hari yang dilalui Ayana terasa berwarna semenjak kehadiran Adit di kehidupannya. Hingga suatu saat Adit membuat Ayana marah. Adit melakukan hal yang sangat dibenci oleh Sheen yaitu dengan selalu mengulang kata-kata yang sama. Sepele? iya, emang sepele namun mampu membuat air mata Sheeen jatuh.
    “Sheen, maafin aku dong” pinta adit “Jangan ngambek dong aku kan cuman bercanda” Ayana masih tidak mau bicara.
    “Sheen,”
    “udah deh, aku mau pulang” Ayana pun ke luar meninggalkan kelas.
    Dengan perasaan yang sama-sama kecewa. Mereka berdua pun akhirnya pulang ke rumah masing-masing.

    Keesokan harinya
    Hari yang cerah namun tak secerah perasaan Ayana yang mengingat kejadian kemarin. Kejadian yang sangat tidak mengenakkan antara Ayana dan Adit.
    “Hay Sheen,” sapa Adit seperti biasa, namun Ayana hanya menatapnya beberapa detik lalu pergi meninggalkan Adit tanpa menjawab sapaannya.

    Bel sekolah pun berbunyi, setiap siswa ke tempat kelompoknya masing-masing. Saat Ayana hendak mengambil buku mata pelajaran agama, tiba-tiba Adit duduk di samping Ayana.
    “Sheen, maafin aku dong, gak enak tau ngambek-ngambekan seperti ini” pinta Adit. Namun seperti biasa Ayana hanya diam dan menatapnya beberapa detik lalu.
    “Sheen, maafin aku yah” ucap Adit lagi, namun kali ini dia menjulurkan jari kelingkingnya di dekat tangan Ayana. Ayana terseyum kemudian menautkan jari kelingkingnya ke kelingking Adit. So sweet yah
    “Aku janji gak akan buat kamu nangis lagi”
    “Janji?” ucap Ayana senang
    “Aku janji”

    Akhirnya mereka pun baikan dan kembali seperti dulu. Kembali kekeadaan dimana mereka saling melengkapi satu sama lain. Kedekatan mereka berdua menuai kecurigaan teman-teman kelasnya. Setiap mereka dekat pasti membuat teman-temannya tidak tahan untuk tidak mengejek mereka berdua. Dan hal ini yang membuat Adit tidak nyaman. Lama kelamaan Adit mulai membatasi kedekatannya dengan Ayana.

    “Dit, kamu kok akhir-akhir ini berubah sih?” tanya Ayana
    “Berubah? biasa aja tuh” ucap Adit sekenanya
    “Kamu kayaknya berusaha menjauh deh dari aku. Aku punya salah sama kamu?”
    “Gak kok, kamu gak ada salah, udah deh gak usah bahas yang itu, sebentar lagi bel berbunyi.” Adit pun pergi meninggalkan Ayana yang masih terbengong.
    Kejadian tadi masih terbayang oleh ingatan Ayana. Ayana benar-benar merasa tidak nyaman dengan berubahnya sikap Adit. Akhirnya Ayana pun menanyakan hal yang sama kembali ke Adit.
    “Dit, kamu kenapa sih? kamu kok menjauh, kamu bukan Adit yang kukenal. Kamu itu berubah” ucap Ayana sedih
    “Berubah kenapa sih? aku gak berubah” bentak Adit
    “Gak berubah? kamu bilang kamu gak berubah? kamu bukan Adit yang dulu, yang selalu buat aku tertawa yang selalu menghiburku. Kemana Adit yang dulu?” ungkap Ayana sedih
    “Kamu itu kenapa sih? aku bosen denger semua ocehan kamu. Setiap hari kamu menanyakan hal yang sama” bentak Adit yang sembari pergi meninggalkan Ayana untuk yang kesekian kalinya.
    “tapi,”

    Akhirnya Ayana pun pergi ke tempat duduknya dengan muka murung.
    “Kamu kenapa Sheen? kelihatan kamu lagi sebel” tanya Afifah
    “Iya, bukan sebel aja tapi sebel banget”
    “Sebel kenapa sih?”
    “Tau tuh si Adit, masa aku cuman nanya ehh, dia malah marah-marah gak jelas ke aku”
    “Emangnya kamu nanya apa sampai dia bisa marah ke kamu?” Afifah penasaran
    “Aku cuman nanya, kamu kok berubah sama aku. eh dia malah membentak dan pergi begitu saja. Sakit tau digituin” Sheen sangat sedih melihat perubahan sikap adit yang perlahan-perlahan mulai menjauh.
    “Sheen” tegur Afifah
    “iya?”
    “kamu suka yah sama Adit?”
    “Suka?” bepikir sejenak “gak tau” ucap Ayana
    “Jujur aja deh, masa kamu gak mau cerita sih, aku kan sahabat kamu dari SMP”
    “tapi kan aku kenal sama Adit baru 3 bulan sejak pertama kali sekolah, masa aku langsung suka sih sama dia”
    “iya juga sih, tapi kamu kan orangnya gitu, kalau ada cowok yang dekat sama kamu dan kamu nyaman dengan dia, pasti kamu akan memiliki perasaan sama cowok itu.”
    “iya juga sih. Jadi menurut kamu, aku suka sama Adit?”
    “kayaknya sih, tapi yah itu kan cuman tebakan aku doang, jawaban yang tepatnya ada di hati kamu” ucap Afifah yang mengakhiri pembicaraan karena berhubung bel masuk telah berbunyi.

    Ucapan Afifah masih terngiang di pikiran Ayana. Apakah ia benar-benar menyukai Adit? atau cuman hanya firasatnya saja. Perasaan memang sulit dimengerti, kadang kita tidak tau apakah itu perasaan Sayang, Suka atau malah Perasaan Cinta. Cinta bersemi seiring berjalannya waktu. Tak mengenal Rupa, ataupun kekayaan. Cinta muncul dari dalam hati, rasa nyaman yang timbul ketika bersama dan perasaan sedih yang terasa ketika menjauh.
    Cinta? Kata itu sudah tidak asing lagi terdengar, mulai dari kalangan anak-anak, remaja, maupun dewasa. Kata yang dapat membuat hidup lebih berwarna dan lebih terasa Indah.

    Sudah lebih sebulan Ayana dan Adit tidak saling menyapa maupun berbicara sepatah katapun. Tidak ada komunikasi, walaupun mereka berada dikelas yang sama, karena keegoan diri masing-masing. Ayana sering terlihat sedang melihat Adit kadang dalam waktu yang lama, namun kadang cuma hanya beberapa detik. Seperti halnya yang dilakukan Ayana, Adit juga sering menatapnya namun ketika mata mereka bertemu dalam suatu pandangan, keduanya akan mengalihkan pandangannya ke arah lain.

    “Sheen, kamu masih belum baikan sama Adit?” tanya Afifah
    “Belum ra”
    “Tapi ini kan udah lewat satu semester, kalian belum pernah berkomunikasi.”
    “iya aku tau, tapi yah mau gimana lagi, dia cuek banget. Cuam ditanya hal yang sepele aja dia gak mau jawab. Aku capek diginiin terus.”
    “Keep Spirit yah Sheen. Aku bakal bantuin kamu kok”
    “Bantuin untuk baikan lagi sama Adit?”
    “Iya, aku kasian tau sama kamu. Aku tau kok gimana rasanya orang yang kita cintai menjauh”
    “Makasih yah sahabatku tersayang”
    Ayana dan Afifah berpelukan. Disela-sela percakapan mereka, Afifah langsung teriak di telinga Ayana
    “Sheen, aku punya Ide” Sambil tertawa tidak jelas
    “Ide? Ide apaan?” Tanya Ayana penasaran
    “Gimana, kalau kamu ngungkapin semua perasaan kamu ke Adit lewat sebuah surat”
    “Suratt? gak lewat SMS aja gitu? sekarang udah canggih keless”
    “Iya aku tau, tapi kalau lewat SMS kan pasti gak muat, terus gak berkesan, kalau lewat surat kan lebih terkesan sweet dan romantis”
    “kayaknya kamu kebanyakan nonton sinetron deh”
    “Sheen, aku serius tau”
    “iya, iya nanti aku pikir-pikir dulu”

    3 bulan Kemudian
    “Sheen, ntar sore aku ke rumah kamu yah?” ucap Afifah
    “Nanti Sore?”
    “iya”
    “Kayaknya aku gak bisa deh,”
    “Lah, kenapa?”
    “ada tempat yang harus aku kunjungi”
    “tempat apa? Kayaknya penting banget”
    “iya, Aku mau ke,” ini emang penting ra, menyangkut hidup dan matiku… ungkap Ayana dalam hati
    “kamu mau kemana?”
    “udah deh kamu gak usah bahas itu, besok sore aja kamu ke rumah yah, kalau nanti sore aku gak bisa”
    “ya udah deh”

    Afifah merasa ada yang aneh dengan Sikap Ayana. Akhir-akhir ini Ayana sering sakit, dan kalau ditanya, sakit apa? Pasti Ayana hanya menjawab Cuma demam biasa. Sampai suatu hari, ketika Afifah pergi ke rumah Ayana dan tak sengaja melihat Amplop terletak di meja belajar Ayana. Karena Penasaran, Afifah pun Membuka Amplop itu. Tiba-tiba setetes Air Mata Afifah mengalir di pipinya. Namun air mata itu segera dihapusnya ketika seseorang memanggilnya, afifah pun segera memasukkan kertas itu ke tempat semula.
    “Hai Ra, udah lama nunggu?” sapa Ayana
    “Hai sheen, gak juga kok, ini aku baru datang”
    “Maaf yah tadi aku rumah,”
    “Ke rumah?”
    “ehhmm, Ke rumah keluarga”
    “ow, ke rumah keluarga”
    “iya, ya udah kita kerjain tugas yuk”
    “iya ayo”
    Isi surat yang tadi dibuka Afifah masih terpikir hingga kerja tugas mereka selesai.

    “ra, kok dari tadi kamu ngelamun terus?”
    “ahh, gak kok”
    “kamu lagi ada masalah?”
    “gak kok, aku cuman capek aja kerja tugas mulu tiap hari” ucap Afifah yang terpaksa berbohong.
    “owh, iya nih aku juga capek”

    Sudah satu minggu Ayana tidak kesekolah karena ia sakit, dan hal inilah yang membuat Afifah dan Adit berinisiatif untuk menjenguknya, Dengan bermodalkan nama rumah sakit ayana. Setelah bel pulang berbunyi, Adit dan Afifah pun segera menuju rumah sakit, Afifah menuju ke bagian pelayanan dan menanyakan dimana Ruang ICU. Setelah menemukan kamarnya Khira dan Adit terkejut melihat keadaan Ayana yang sekarang. Ayana tergeletak tak berdaya, serta parameter yang berada di samping kiri ayana. Adit merasa bersalah atas perlakuannya terhadap Ayana, ia berharap agar Ayana dapat sembuh dan dapat mengulang kejadian dulu, kejadian dimana ia akrab dengannya.
    “hiks, hiks, Dit, ayana, dit” Khira menangis tersedu-sedu melihat keadaan sahabatnya.
    “iya, Ra, aku juga sedih liat keadaan Ayana, kita berdoa aja semoga Ayana cepat sembuh” dan tanpa Adit sadari ternyata air matanya ikut mengalir.

    Dua minggu setelah ayana sadar dari komanya, kini ia mulai bisa beraktivitas kembali seperti dulu. Saat tengah asik mengerjakan tugas di taman dekat rumahnya. Tiba-tiba sesosok laki-laki berdiri tepat di depan Ayana.
    “kamu nga pa in di sini?” ucap Ayana terbata-bata
    “aku mau ketemu kamu,” Ucap Adit
    “ketemu sama aku?”
    “iya, ketemu kamu”
    “Oh, ada apa? Kamu nggak sama afifah?”
    “Afifah pamit pulang karena mamanya mau ke luar kota jadi terpaksa ia harus ikut buat nemenin mamanya”
    “hmm, terus kamu mau ngapain ketemu aku?”
    “Sheen, Maafin aku yah” Ungkap Adit tulus.
    “maaf buat apa?”
    “maaf karena aku udah cuekin kamu dan aku menjauh dari kamu”
    “iya, gak apa-apap kok”
    “Sheen, aku menjauh dari kamu bukan tanpa alasan, aku menjauhi kamu demi kebaikan kamu sendiri”
    “kebaikan aku? kamu menjauhi aku itu membuatku sakit lahir batin. Kamu tau seberapa cemburunya aku melihat kamu dekat dengan cewek lain, cemburu saat kamu membuat wanita lain tersenyum dan cemburu saat kamu lebih memilih bicara dengan orang lain. Memang aku bukan siapa-siapa kamu, tapi bagiku itu kamu berarti bagi hidupku.”
    “Maafin aku Sheen, aku cinta kamu. Kamu juga sangat berarti bagiku tapi Tuhan mentakdirkan kita tidak untuk bersama. Aku sudah dijodohkan oleh orangtuaku. Saat hari dimana aku tau kamu mencintaiku, hari itu merupakan hari yang paling membahagiakan karena orang yang kucintai juga mencintaiku. Namun sebelum aku tau kamu mencintaiku, aku sudah lebih dulu dijodohkan. Makanya aku mundur, semakin aku dekat denganmu, semakin besar rasa cinta kita berdua dan aku tidak menginginkan itu karena aku tau ujung-ujungnya kita bakal sama-sama terluka.”
    Air mata Ayana mengalir deras. Semenjak mendengar penjelasan Aditya.
    “Iya, kita pasti akan sama-sama terluka, tapi kenapa tidak bilang dari awal ke aku, kalau kamu udah dijodohin, kenapa harus dengan cara seperti ini agar perasaanku bisa hilang ke kamu? sekali aku menyayangi seseorang, aku tidak pernah main-main dan kebahagian orang yang kusayang juga menjadi proritas utamaku. Jadi, aku akan selalu mendukungmu, walaupun kutau ini sangat berat kulakukan.”
    “Sheen, aku sungguh minta maaf. Jika takdir tuhan berkata lain, semoga kita dapat bertemu di hari esok dan membangun masa depan bersama-sama”
    “Iya, Sepanjang hidup aku mencari seseorang untuk dicintai, seseorang yang membuat aku sempurna. Aku memilih pasangan dan berganti pasangan. Aku berdansa untuk lagu patah hati dan berharap kalau di suatu tempat, di suatu waktu ada seseorang yang sedang mencari aku.”
    “Aku Mencintaimu Ayana”

    Walaupun Adit telah dijodohkan oleh orangtuanya namun tak membuat Adit berhenti untuk mencintai Ayana, keakraban mereka kembali seperti dulu walaupun tak ada hubungan yang mengikat mereka berdua. Cinta memang sulit ditebak, hanya kekuatan cinta yang tulus, yang dapat mengubah segalanya menjadi indah dan menyenangkan. Dan hanya cinta yang tulus, yang tidak memandang apapun. Cinta tidak menyakitkan yang menyakitkan itu ketika kita mencintai orang yang salah.

    Tamat

    Cerpen Karangan: Liana Ika Safitri
    Facebook: liana ikasafitri
    Instagram: @lianaikasafitri
    Ask.fm: @lianaikasafitri (yang mau nanya-nanya silahkan)
    snapchat: lianaikasafitri

    Artikel Terkait

    Misteri Sebuah Perasaan
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email