Part of Life

Baca Juga :
    Judul Cerpen Part of Life

    Kembali menyesap kopi hitam yang tinggal setengah dan agak dingin, tapi pandanganku tak beralih dari layar tv yang masih menayangkan acara sepak bola di tengah malam, dan memasang telingaku dengan baik mendengar ocehan yang keluar dari mulut komentator, walaupun aku sudah mengecilkan volumenya tapi tetap saja terdengar berisik karena hanya ada aku di ruangan tv ini, dengan lampu yang dimatikan dan layar tv yang menerangi ruangan ini, walau hanya beberapa meter. Tak jarang juga aku sedikit menahan suara teriakan yang berdominasi dengan suara ocehan komentator, kaki dan tanganku yang tidak bisa berhenti bergerak menendang, memukul, mengangkat dan lainnya untung saja aku melakukannya tidak mengenai benda benda di dekatku saat ini. Ya, tentu saja aku melakukan itu pada angin yang tidak akan menimbulkan rasa sakit di tubuhku.

    Aku kembali menyeruakan teriakan tertahanku saat jagoanku baru saja menendang ke arah gawang lawan namun sayang bolanya melesat ke atas. Dan seketika itu pula kedua tanganku terangkat secara dramatis.
    Lalu tangan kananku mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja dekat kopi, mengalihkan pandangan dari layar tv ke ponsel yang sudah hidup dengan cahaya terangnya, sedikit menyipitkan mata menyesuaikan cahaya terang dari ponsel, hanya untuk mengecek sekarang jam berapa. Dan di layar ponsel menunjukkan pukul 02:45 AM. Lalu beralih pada layar tv dan menatap jelas waktu permainan yang sedang berjalan, oh tentu saja, babak pertama akan selesai dalam waktu tiga menit ke depan. Meletakkan ponsel ke tempat semula, dan menyandarkan tubuhku lebih dalam pada sandaran kursi dan tatapanku tetap terkunci pada layar tv, sampai aku merasakan sesuatu yang bergerak di samping kiriku. Menoleh sebentar hanya untuk mengecek dan kembali fokus pada layar tv tepat saat babak pertama selesai. “Bertahan satu-kosong” gumamku, menyunggingkan senyum saat tahu jagoanku yang mendapat skor satu. Itu lebih baik daripada harus mendapatkan skor seri seperti 0:0.

    “Kenapa belum tidur?” Oh pertanyaan bodoh itu lagi yang aku dapatkan. Memangnya dia tidak tahu ya kalau aku sedang menonton bola tengah malam? Oh ayolah jangan hancurkan waktu tenangku di tengah malam seperti ini.
    Dengan malas aku menjawab seperti biasa “As you see now”
    Tidak ada balasan darinya setelah beberapa saat. “Kau tau, perempuan tidak baik jika harus berjaga di tengah malam” Oh, ini lagi.
    Menghela napas pelan, “aku hanya ingin mendapatkan waktu tenangku di tengah malam” kuyakin sekarang dia sedang membuka mulutnya untuk membalasku, tapi cepat cepat aku melanjutkannya “dan jangan menggangguku”.
    Dan sekarang aku tau kalau dia menutup mulutnya kembali rapat rapat. Lalu terdengar helaan napas darinya, terdengar kasar.
    “Baiklah” Hanya itu yang keluar dari mulutnya dan dia tetap tidak beranjak dari sofa yang sedang kududuki. Dalam hati aku berdoa agar dia cepat cepat meninggalkanku sendiri seperti tadi. Aku hanya membutuhkan waktuku sendiri tanpa gangguan orang lain di tengah malam, ayolah mengertilah aku!

    Tangan kananku bergerak mengambil cangkir kopi, dan membawa tepat di depan mulutku, mengabaikan seseorang yang sedang duduk di sampingku, toh aku tidak menyuruhnya kemari kan?
    Meminumnya sampai habis dengan perlahan, meresapi air kopi yang sudah dingin membasahi tenggorokanku. Setidaknya itu sedikit lebih membantu meredam emosiku yang terus menggebu saat dia duduk di sampingku ini.
    “Kau tau, mereka-”
    “Aku tau, dan tutup mulutmu jika kau masih ingin berada disini” potongku. Lalu aku beranjak dari tempatku dan berjalan ke belakang dengan cangkir kopi kotorku, aku akan menggantinya dengan dua kaleng soda yang mungkin bisa menghantarkan panas pada tenggorokanku, dan menemaniku menonton bola, walau teman gadisku sudah duduk di sampingku.

    Aku kembali dengan dua kaleng soda dan meletakkan salah satunya di atas meja di sampingnya, dan membuka tutup kaleng soda yang kini beralih di tangan kananku. Meneguknya sedikit dan meletakkan bersama dengan kaleng soda satunya bersamaan dengan aku duduk di tempat semula, tentu saja dia masih duduk disini.

    Sofa di sampingku bergerak lagi, tapi seseorang di sampingku tidak juga beranjak, melainkan mengubah posisinya menjadi menatapku dari sampingku tentunya. Dan lagi, aku mendengus kesal karena itu.
    “Lihat aku, Ken” pintanya tapi aku menghiraukannya dan tetap berusaha fokus pada layar tv yang kini sudah memulai babak ke dua.
    “Berhentilah, sudah kukatakan aku ingin mendapatkan waktu tenangku. Dan kumohon, jangan mengangguku untuk waktuku kali ini, Jes. Kau tau itu” kataku tanpa menoleh ke arahnya. Oh, aku benar benar malas untuk sekedar meliriknya lagi.

    Setelah itu, ku merasakan Jessie memutar tubuhnya seperti semula dan menyandarkan tubuhnya tepat saat aku mengubah dudukku dengan posisi agak condong ke depan, kedua tanganku yang saling bertautan. Kedua alisku mengernyit membuatku terlihat seperti sedang berpikir. Aku hanya ingin fokus dengan acara yang selalu membuat moodku baik. Hanya itu, sampai acara sepak bola itu berakhir dengan sangat memuaskan, pastinya.

    “Sejak kapan kau suka soda? Mengapa kau mengambil banyak sekali?”
    Aku diam
    “Kurasa tadi kau meminum kopi dengan sedikit gula, bukannya kau suka manis?” Oh, bisakah dia diam dan tidak banyak komentar?
    “Oh, Ken, aku tau kau gila bola sejak dulu, tapi bagaimana bisa kau melakukan itu, membawa banyak soda dan kau meminumnya sendiri, lalu tadi kau menghabiskan kopi yang sedikit gula”
    Baiklah-baiklah, kesabaranku ada di ubun-ubun
    “Ken, bisakah kau-”
    “Diamlah, Jessie! Aku hanya membawa dua soda, dan diamlah berkomentar tentangku untuk saat ini juga! Aku menginginkan ketenanganku! Tapi kau malah mengacaukannya Jessie” kataku kesal dengan panjang lebar tanpa koma langsung titik. “Dan diam lah, atau kau bisa pergi sekarang” lanjutku saat dia kembali akan membuka mulutnya, aku tau itu karena aku melihatnya dari ekor mataku. Dia benar benar cerewet, tangan kananku yang kosong segera mengambil sekaleng soda yang sudah kubuka, dan kuteguk hingga habis dalam satu tegukan, tidak memabukkan memang, hanya saja membuat tenggorokanku panas, dan bisa membantuku meredam emosi.

    Kehidupanku memang selalu kacau dengan siapapun itu yang terus berkicau berkomentar ini itu tentangku, tentang apa yang aku lakukan. Oh, apa peduli mereka tentangku? Apa untungnya mereka yang terus mengomeli hidupku? Sudah kukatakan aku hanya ingin hidup tenangku, dan aku lebih memilih waktu tengah malam yang sejauh ini tidak mengangguku, tapi tidak kali ini, Jessie terus meracau dan membuatku ingin terus meminum soda lagi, lagi dan lagi. Padahal aku hanya mengambil dua, dan sekarang sudah ada dua kaleng soda yang kosong, dua kaleng soda yang masih berisi, dan tangan kananku memegang kaleng soda yang tinggal setengah, dan aku mengambilnya dengan senang hati dan mengabaikan acara bola yang sedang kutonton, mungkin fokusku teralihkan? ya mungkin. Ini benar benar membuatku muak, aku bingung sendiri, entahlah, aku merasa mulai bosan dengan semuanya dan ingin mendapatkan ketenanganku lagi seperti dulu tanpa gangguan dari siapapun. Termasuk Jessie dan mungkin orangtuaku? Oh ini malah seperti sebuah pernyataan daripada pertanyaan. Haha, masa bodohlah. Sekali lagi, aku menginginkan ketenanganku di tengah malam.

    Cerpen Karangan: Nabilafif
    Facebook: Nabila Afief

    Artikel Terkait

    Part of Life
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email