Judul Cerpen The Truth
“Lagi liat orion ya?”
“Iya”
Mereka adalah sepasang sahabat. Erlin dan Dave. Bagi Erlin tak ada yang lebih indah dari menatap Orion di langit yang gelap. Cahaya gemilang sang Orion dapat membuat Erlin tersenyum tiap malam.
“Hey, kamu mau aku ceritain mitologinya Orion?” Tanya Erlin dengan semangat yang menggebu-gebu.
“Boleh”
“Namanya Orion. Dia itu pemburu. Dia menganggap dirinya pemburu hebat seluruh dunia. Nah, Hal itu terdengar sama Zeus dan istrinya Hera. Zeus adalah Raja para dewa. Bisa dibilang sih Ayah para dewa dan manusia.. Zeus mejalankan misinya untuk mengirimkan kalajengking ke Orion. Dalam pertarungan, Orion kalah. Dia mati. Zeus menyesal banget. Kata papa aku dulu, kalau kita meninggal kita ke bintang. Nah mungkin ini alasan Zeus mengirim Orion ke bintang. Jadi deh Orion salah satu rasi bintang yang resmi. Tapi belum selesai” Erlin menghela nafasnya sebelum melanjutkan ceritanya “Bintang kamu apa?” Tanya Erlin.
“Scorpio” Jawab Dave.
“Scorpio itu lambangnya kalajengking kan? Kalajengking yang mengalahkan Orion itu juga dikirim Zeus. Namanya Scorpius. Tapi disebutnya Scorpio. Zeus misahin Orion dan Scorpius. Jadi sampai kapanpun kalian gak akan ketemu” Lanjut Erlin bercerita.
“Berarti aku jahat dong?” Tanya Dave ngeri.
“Ya enggak lah. Kan itu cuma menurut para ahli”
Dave membuka kedua kelopak matanya. Menyadari ia telah mengilas kembali memorinya tentang sahabat kecilnya. Sahabat yang telah meninggal dunia karena penyakit asma yang dideritanya.
Ia masih setia berdiri di samping kuburan Erlin. Sudah tak ada tangisan sedu lagi. Dave sudah mulai terbiasa. Ia hanya mampir, menaruh bunga dan hendak pergi.
“Kamu udah ketemu Orion ya?” Tanya Dave seolah-olah ia berbicara langsung dengan Erlin. Ia hanya terkekeh kecil dan pergi meninggalkan kuburan itu.
—
Dave duduk di bangku kelasnya. Tepatnya bangku Kia. Ia mengobrol dengan Rano sahabatnya yang duduk bersebelahan dengan Kia. Namun, pandangan Dave beralih pada seorang perempuan di ambang pintu. Yang hendak masuk ke dalam kelas. Dia adalah Erin. Tablematenya. Bukan rasa tertarik dalam hal suka. Dave hanya tertarik dengan kehidupannya. Ia penasaran dalam kepribadian Erin. Erin yang pendiam, kuper, malas.
“Hai Rin” Sapa Dave. Tak ada senyum bahagia atau manis seperti teman-teman lainnya. Erin hanya berjalan melewati Dave tapa peduli ada yang menyapanya. Erin hanya duduk dan terlarut dalam buku ensikopedianya.
Dave tak mudah menyerah. Ia duduk di tempatnya dan menatap buku bacaan Erin. Sekali-kali ia menatap wajah Erin yang serius.
“Neil Alden Armsrong” Gumam Dave pelan. Namun yakin sekali Erin mendengar, Ia sempat menoleh sebentar pada Dave.
“Neil Armstorng itu yang menemukan teori Geosentrisme kan? Yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat alam semesta” Tebak Dave. Erin tampak terkekeh kecil.
“Salah lo. Neil Alden Armstrong adalah orang yang pertama kali mendarat di bulan. Dan bukan teori Geosentrisme. Tapi Heliosentrisme. Itu dikemukakan oleh Nicolais Copernicus. Seorang ilmuan matematika, ekonom, dan astronom. Kalo gak tau diem aja” Jelas Erin kesal. Dari wajah Dave, ia terkesan takjub.
“Lo tau gak? Itu kalimat terpanjang yang pernah lo ucapin” Sindir Dave. Erin terdiam dan memfokuskan pandangannya pada buku bacaannya lagi.
Bel masuk berbunyi. Hari ini hanyalah kelas bebas. Bisa pulang kapan pun. Tapi setelah guru memberi tugas.
“Anak-anak. Hari ini ibu akan memberi kalian tugas kelompok. Kelompoknya yang duduk semeja. Jadi ada 15 kelompok ya. Tugasnya kalian harus membuat makalah bebas. Tentang apa saja. Lusa kalian kumpulkan” Ucap bu Rena yang membuat semua siswa mengendus malas.
Dave senang. Dengan ini ia bisa mengenal Erin.
“Rin, mau tentang apa?” Tanya Dave seramah mungkin.
“Terserah lo aja” Jawab Erin tanpa semangat.
“Kalo tentang bintang gimana?” Tanya Dave.
“Boleh”
“Kalo gitu jam 05.00 lo ke rumah gue ya? Kita ke villa gue yang ada di Cipanas. Kita bisa liat bintang disana. Dan, kita nginep sampe besok” Ucap Dave dengan semangat.
“Oke” Erin pergi.
—
“Ayolah dad, ini untuk tugas” Rengek Dave pada ayahnya.
“Apa kamu. Apa buktinya. Daddy kapok. Bulan kemarin kamu bilang tugas. Eh malah liburan”
“Besok libur daddy. Beneran kok” Ucap Dave lagi.
“Permisi” Dave dan ayahnya terkaget melihat seorang perempuan dengan berpakaian santai tapi sopan. Erin.
“Nah. Ini dad temen Dave. Erin” Ucap Dave
“Erin benar, kalian ingin mengerjakan tugas?” Tanya Ayah Dave dengan tegas.
“Iya om”
“Baiklah. Kita pergi”
—
Dave dan Erin berada di balkon kamar. Dave sibuk memandangi langit, mencari bintang. Sedangkan Erin sibuk dengan laptop.
“Dave lo sebenernya bisa baca bintang gak sih. Gue udah ketemu” Kesal Erin.
“Sebenernya sih gak bisa” Jujur Dave. Ya, dia tidak bisa. Yang bisa Erlin.
“Sini. Liatin tangan gue” Kata Erin berdiri dan menunjuk beberapa titik bintang. “Yang ini digaris kesana. Lihat aja yang paling terang. Tarik garis kesini. Kalo udah kesini. Nah itu bisa terbentuk Orion” Jelas Erin.
“Yang dibunuh kalajengking itu ya?”
“Hm” Erin kembali lagi ke laptopnya “Kayaknya gak usah pake praktek. Kita kerjain aja. Gue tau kok” Ucap Erin kesal, melihat Dave yang mencowa-coba tanpa hasil.
“Oke”
Mereka mengerjakan dengan serius. Sekali-kali diselingi tawa dan candaan.
“Katanya kala jengking bunuh Orion jadi bintang. Trus kalajengking namanya Scorpius. Gue Scorpio. Gue jahat ya bunuh Orion. Tapi, untung aja cumma menurut para ahli” Canda Dave, yang mengundang senyuman penuh arti Erin.
“Ada-ada aja”
“Eh gue pernah denger, Leonardo Da Vinci menggabungkan ilmu dengan seni. Emang bisa gitu ya? Jadi kayak rumus matematika dijadiin gambar. Emang ya, para ilmuan penuh misteri” Sekali lagi tawa Erin berderai.
“Kalo gak tau jangan ngomong Dave. Lo mesti sering-sering baca” Jawab Erin.
“Ternyata lo seru ya” Erin langsung diam.
“Udah deh Dave. Tugasnya belum selesai. Nanti gak keburu. Masih banyak”
“Memangnya lo mau nulisin semua sejarah mitologi bintang?” Tanya Dave ngeri.
“Mungkin. Kalo gue–eh kita sanggup”
“Sanggup”
—
“Enak ya cuacanya” Ucap Dave pada Erin.
“Hn”
“Mau main ayunan?” Tanya Dave. Erin hanya mengangguk.
“Ayo” Dave menggenggam tangan Erin dan berlari menuju ayunan seperti anak kecil.
“Dave, tangan lo” Ucap Erin.
“Eh sori” Dave spontan melepaskan tangannya dari pergelangan Erin “Lo yang duduk, gue yang dorong ya” Kata Dave lagi.
“Oke. Tapi jangan kenceng-kenceng”
“Awhh” Ringis Erin pelan. Ia terjatuh dari ayunan. Spontan Dave langsung membantu Erin berdiri dan mendudukannya. Lututnya mengeluarkan darah merah yang segar. Dave segera mengambil kotak P3K.
“Duh maaf Rin” Ucap Dave sembari membersihkan luka dengan alkohol. Lalu ia memberi obat merah dan menutupnya dengan plester.
“Thanks ya Dave”
“Sekali lagi maaf”
Erin tersenyum samar “Kayak lebaran aja. Minta maaf mulu”
“Erin, Dave, ayo kita pulang. Sebelum macet” Ucap Ayah Dave dari dalam Villa.
“Iya” Jawab Dave. “Gue bantu Rin” Dave membantu Erin sampai ke mobil. Sampai mereka di rumah. Erin pamit pulang. Tentunya diantar Dave.
“Rin, lo tau gak, lo mirip sahabat gue dulu. Namanya Erlin” Entah setan dari mana yang merasuki Dave untuk mengucapkan kalimat sakral itu.
“Lo tau gak, lo juga mirip kakak gue dulu. Namanya Davin” Mereka tertawa bersama. Namun hanya halus dan sesaat.
“Rin, minggu nanti gue mau ajak lo ketemu seseorang. Paginya kita gereja dulu ya” Ajak Dave. Dave tau kalau ia seiman dengan Erin karena kalung salib yang digunakan Erin.
“Oke”
—
“Anak-anak, tugasnya bisa kalian kumpulkan” Ucap Bu Rena memerintah. Erin berdiri dan memberi pada bu Rena. Makalah mereka paling tebal dari teman yang lain. Mata bu Rena sedikit membulat lebar ketika melihat isi makalah tersebut, walaupun hanya sebentar.
“Bagus Erin”
“Makasih bu”
Erin balik ke tempat duduknya.
“Kerja keras kita membuahkan hasil Dave”
“70% kayaknya elo deh” Ucap Dave
“Ya gak apa-apa. Kita kan satu tim”
“Lusa jangan lupa ya Rin. Gue jemput lo di rumah lo”
“Oke”
Tepat janji mereka. Sesudah menjalankan ibadah. Mereka pergi. Erin diajak ke toko bunga dahulu oleh Dave.
“Tunggu bentar ya” Kata Dave
“Jangan. Gue ikut” Erin ikut ke luar dan memilah bunga. Setelah bayar, mereka pergi. Dave mengarahkan stirnya ke tempat biasa. Ia pergi ke makam Erlin. Yang membuat Dave binging, tak tampak wajah cemas, takut, atau bingung dari wajah Erin.
“Gue mau kenalin lo ke seseorang”
“Gue juga”
Mereka turun. Dave mengarahkan Erin menuju makam Erlin. Dave menatuh bunga dan menatap Erin sekilas.
“Kenalin Rin. Ini Erlin. Sahabat kecil gue. Dan Lin, ini Erin temen gue. Dia mirip banget sama kamu Lin” Erin tersenyum sangat manis. Tampak setetes air mata pada pelupuk mata Erin. Namun Dave telah menghapusnya sebelum air mata itu mengalir kepipinya.
“Hai Rin. Gue udah ketemu lho sama laki-laki yang lo maksud. Dave” Ucap Erin yang membuat Dave melongo.
“Gue Erin. Saudara kembar Erlin” Ucap Erin lagi.
“Lo gak bohong?”
“Gue tau, setiap minggu lo kesini kan ngasih bunga. Lo salah, Erlin suka bunga mawar. Bukan tulip” Ucap Erin sedikit tertawa.
“Gue juga punya sesuatu untuk lo” Ucap Erin mengeluarkan amplop yang sudah agak lecek dan berganti warna.
“Surat dari Erlin untuk sahabat kecilnya. Lo tau? Kita itu tinggalnya pisah. Gue sama papa dan dia sama mama. Gue sama dia saat dia udah mau meninggal. Dan gue disuruh cari lo untuk ngasih surat ini”
“Thanks”
Dave membaca surat itu dengan suara. Namun sangat kecil.
Dear Dave
Lo udah ketemu kan sama Erin. Dia saudara kembar gue. Kaget? Tenang aja. Dia lebih baik dari aku. Dia lebih banyak pengetahuan. Dia bisa cerita ke elo apa yang lo mau. Gue udah disini. Di bintang. Di pelukan hangat Tuhan. Gue pasti kangen lo. Semoga kita ketemu lagi nanti Dave. Lo itu seperti cahaya matahari bagi gue. Yang membatu gue bersinar disaat gelap.
Salam rindu
Erlin
Air mata mulai mengalir. Tidak deras namun cukup untuk merasakan sedih yang ia alami. Erin masih diam menatap Dave yang begitu
hancur dan rapuh.
“Rin, Lo itu seperti pengganti Erlin bagi gue. Mau gak lo jadi pengganti Erlin di hari-hari gue?”
“Enggak” Erin mendesah “Karena gue bukan Erlin. Ini gue. Erin”
“Gue tau. Maaf”
“Tapi gue bisa ngegantiin posisi Erlin di hari-hari lo. Bukan sebagai Erlin. Tapi sebagai gue. Maaf gue selama kenal lo terkesan dingin”
“Makasih Rin”
Setitik rindu itu tidak bisa main-main. Walau lidah Dave berkata “Gue udah ngelupain Erlin” Namun hati berkata lain.
Tuhan itu baik. Kita akan merasa bahagia dengan sepenuh hati. Tapi entah kapan itu. Kita hanya harus menunggu sampai waktu itu tiba.
Cerpen Karangan: Yovita Tanujaya
Facebook: Yovita Tanujaya
“Lagi liat orion ya?”
“Iya”
Mereka adalah sepasang sahabat. Erlin dan Dave. Bagi Erlin tak ada yang lebih indah dari menatap Orion di langit yang gelap. Cahaya gemilang sang Orion dapat membuat Erlin tersenyum tiap malam.
“Hey, kamu mau aku ceritain mitologinya Orion?” Tanya Erlin dengan semangat yang menggebu-gebu.
“Boleh”
“Namanya Orion. Dia itu pemburu. Dia menganggap dirinya pemburu hebat seluruh dunia. Nah, Hal itu terdengar sama Zeus dan istrinya Hera. Zeus adalah Raja para dewa. Bisa dibilang sih Ayah para dewa dan manusia.. Zeus mejalankan misinya untuk mengirimkan kalajengking ke Orion. Dalam pertarungan, Orion kalah. Dia mati. Zeus menyesal banget. Kata papa aku dulu, kalau kita meninggal kita ke bintang. Nah mungkin ini alasan Zeus mengirim Orion ke bintang. Jadi deh Orion salah satu rasi bintang yang resmi. Tapi belum selesai” Erlin menghela nafasnya sebelum melanjutkan ceritanya “Bintang kamu apa?” Tanya Erlin.
“Scorpio” Jawab Dave.
“Scorpio itu lambangnya kalajengking kan? Kalajengking yang mengalahkan Orion itu juga dikirim Zeus. Namanya Scorpius. Tapi disebutnya Scorpio. Zeus misahin Orion dan Scorpius. Jadi sampai kapanpun kalian gak akan ketemu” Lanjut Erlin bercerita.
“Berarti aku jahat dong?” Tanya Dave ngeri.
“Ya enggak lah. Kan itu cuma menurut para ahli”
Dave membuka kedua kelopak matanya. Menyadari ia telah mengilas kembali memorinya tentang sahabat kecilnya. Sahabat yang telah meninggal dunia karena penyakit asma yang dideritanya.
Ia masih setia berdiri di samping kuburan Erlin. Sudah tak ada tangisan sedu lagi. Dave sudah mulai terbiasa. Ia hanya mampir, menaruh bunga dan hendak pergi.
“Kamu udah ketemu Orion ya?” Tanya Dave seolah-olah ia berbicara langsung dengan Erlin. Ia hanya terkekeh kecil dan pergi meninggalkan kuburan itu.
—
Dave duduk di bangku kelasnya. Tepatnya bangku Kia. Ia mengobrol dengan Rano sahabatnya yang duduk bersebelahan dengan Kia. Namun, pandangan Dave beralih pada seorang perempuan di ambang pintu. Yang hendak masuk ke dalam kelas. Dia adalah Erin. Tablematenya. Bukan rasa tertarik dalam hal suka. Dave hanya tertarik dengan kehidupannya. Ia penasaran dalam kepribadian Erin. Erin yang pendiam, kuper, malas.
“Hai Rin” Sapa Dave. Tak ada senyum bahagia atau manis seperti teman-teman lainnya. Erin hanya berjalan melewati Dave tapa peduli ada yang menyapanya. Erin hanya duduk dan terlarut dalam buku ensikopedianya.
Dave tak mudah menyerah. Ia duduk di tempatnya dan menatap buku bacaan Erin. Sekali-kali ia menatap wajah Erin yang serius.
“Neil Alden Armsrong” Gumam Dave pelan. Namun yakin sekali Erin mendengar, Ia sempat menoleh sebentar pada Dave.
“Neil Armstorng itu yang menemukan teori Geosentrisme kan? Yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat alam semesta” Tebak Dave. Erin tampak terkekeh kecil.
“Salah lo. Neil Alden Armstrong adalah orang yang pertama kali mendarat di bulan. Dan bukan teori Geosentrisme. Tapi Heliosentrisme. Itu dikemukakan oleh Nicolais Copernicus. Seorang ilmuan matematika, ekonom, dan astronom. Kalo gak tau diem aja” Jelas Erin kesal. Dari wajah Dave, ia terkesan takjub.
“Lo tau gak? Itu kalimat terpanjang yang pernah lo ucapin” Sindir Dave. Erin terdiam dan memfokuskan pandangannya pada buku bacaannya lagi.
Bel masuk berbunyi. Hari ini hanyalah kelas bebas. Bisa pulang kapan pun. Tapi setelah guru memberi tugas.
“Anak-anak. Hari ini ibu akan memberi kalian tugas kelompok. Kelompoknya yang duduk semeja. Jadi ada 15 kelompok ya. Tugasnya kalian harus membuat makalah bebas. Tentang apa saja. Lusa kalian kumpulkan” Ucap bu Rena yang membuat semua siswa mengendus malas.
Dave senang. Dengan ini ia bisa mengenal Erin.
“Rin, mau tentang apa?” Tanya Dave seramah mungkin.
“Terserah lo aja” Jawab Erin tanpa semangat.
“Kalo tentang bintang gimana?” Tanya Dave.
“Boleh”
“Kalo gitu jam 05.00 lo ke rumah gue ya? Kita ke villa gue yang ada di Cipanas. Kita bisa liat bintang disana. Dan, kita nginep sampe besok” Ucap Dave dengan semangat.
“Oke” Erin pergi.
—
“Ayolah dad, ini untuk tugas” Rengek Dave pada ayahnya.
“Apa kamu. Apa buktinya. Daddy kapok. Bulan kemarin kamu bilang tugas. Eh malah liburan”
“Besok libur daddy. Beneran kok” Ucap Dave lagi.
“Permisi” Dave dan ayahnya terkaget melihat seorang perempuan dengan berpakaian santai tapi sopan. Erin.
“Nah. Ini dad temen Dave. Erin” Ucap Dave
“Erin benar, kalian ingin mengerjakan tugas?” Tanya Ayah Dave dengan tegas.
“Iya om”
“Baiklah. Kita pergi”
—
Dave dan Erin berada di balkon kamar. Dave sibuk memandangi langit, mencari bintang. Sedangkan Erin sibuk dengan laptop.
“Dave lo sebenernya bisa baca bintang gak sih. Gue udah ketemu” Kesal Erin.
“Sebenernya sih gak bisa” Jujur Dave. Ya, dia tidak bisa. Yang bisa Erlin.
“Sini. Liatin tangan gue” Kata Erin berdiri dan menunjuk beberapa titik bintang. “Yang ini digaris kesana. Lihat aja yang paling terang. Tarik garis kesini. Kalo udah kesini. Nah itu bisa terbentuk Orion” Jelas Erin.
“Yang dibunuh kalajengking itu ya?”
“Hm” Erin kembali lagi ke laptopnya “Kayaknya gak usah pake praktek. Kita kerjain aja. Gue tau kok” Ucap Erin kesal, melihat Dave yang mencowa-coba tanpa hasil.
“Oke”
Mereka mengerjakan dengan serius. Sekali-kali diselingi tawa dan candaan.
“Katanya kala jengking bunuh Orion jadi bintang. Trus kalajengking namanya Scorpius. Gue Scorpio. Gue jahat ya bunuh Orion. Tapi, untung aja cumma menurut para ahli” Canda Dave, yang mengundang senyuman penuh arti Erin.
“Ada-ada aja”
“Eh gue pernah denger, Leonardo Da Vinci menggabungkan ilmu dengan seni. Emang bisa gitu ya? Jadi kayak rumus matematika dijadiin gambar. Emang ya, para ilmuan penuh misteri” Sekali lagi tawa Erin berderai.
“Kalo gak tau jangan ngomong Dave. Lo mesti sering-sering baca” Jawab Erin.
“Ternyata lo seru ya” Erin langsung diam.
“Udah deh Dave. Tugasnya belum selesai. Nanti gak keburu. Masih banyak”
“Memangnya lo mau nulisin semua sejarah mitologi bintang?” Tanya Dave ngeri.
“Mungkin. Kalo gue–eh kita sanggup”
“Sanggup”
—
“Enak ya cuacanya” Ucap Dave pada Erin.
“Hn”
“Mau main ayunan?” Tanya Dave. Erin hanya mengangguk.
“Ayo” Dave menggenggam tangan Erin dan berlari menuju ayunan seperti anak kecil.
“Dave, tangan lo” Ucap Erin.
“Eh sori” Dave spontan melepaskan tangannya dari pergelangan Erin “Lo yang duduk, gue yang dorong ya” Kata Dave lagi.
“Oke. Tapi jangan kenceng-kenceng”
“Awhh” Ringis Erin pelan. Ia terjatuh dari ayunan. Spontan Dave langsung membantu Erin berdiri dan mendudukannya. Lututnya mengeluarkan darah merah yang segar. Dave segera mengambil kotak P3K.
“Duh maaf Rin” Ucap Dave sembari membersihkan luka dengan alkohol. Lalu ia memberi obat merah dan menutupnya dengan plester.
“Thanks ya Dave”
“Sekali lagi maaf”
Erin tersenyum samar “Kayak lebaran aja. Minta maaf mulu”
“Erin, Dave, ayo kita pulang. Sebelum macet” Ucap Ayah Dave dari dalam Villa.
“Iya” Jawab Dave. “Gue bantu Rin” Dave membantu Erin sampai ke mobil. Sampai mereka di rumah. Erin pamit pulang. Tentunya diantar Dave.
“Rin, lo tau gak, lo mirip sahabat gue dulu. Namanya Erlin” Entah setan dari mana yang merasuki Dave untuk mengucapkan kalimat sakral itu.
“Lo tau gak, lo juga mirip kakak gue dulu. Namanya Davin” Mereka tertawa bersama. Namun hanya halus dan sesaat.
“Rin, minggu nanti gue mau ajak lo ketemu seseorang. Paginya kita gereja dulu ya” Ajak Dave. Dave tau kalau ia seiman dengan Erin karena kalung salib yang digunakan Erin.
“Oke”
—
“Anak-anak, tugasnya bisa kalian kumpulkan” Ucap Bu Rena memerintah. Erin berdiri dan memberi pada bu Rena. Makalah mereka paling tebal dari teman yang lain. Mata bu Rena sedikit membulat lebar ketika melihat isi makalah tersebut, walaupun hanya sebentar.
“Bagus Erin”
“Makasih bu”
Erin balik ke tempat duduknya.
“Kerja keras kita membuahkan hasil Dave”
“70% kayaknya elo deh” Ucap Dave
“Ya gak apa-apa. Kita kan satu tim”
“Lusa jangan lupa ya Rin. Gue jemput lo di rumah lo”
“Oke”
Tepat janji mereka. Sesudah menjalankan ibadah. Mereka pergi. Erin diajak ke toko bunga dahulu oleh Dave.
“Tunggu bentar ya” Kata Dave
“Jangan. Gue ikut” Erin ikut ke luar dan memilah bunga. Setelah bayar, mereka pergi. Dave mengarahkan stirnya ke tempat biasa. Ia pergi ke makam Erlin. Yang membuat Dave binging, tak tampak wajah cemas, takut, atau bingung dari wajah Erin.
“Gue mau kenalin lo ke seseorang”
“Gue juga”
Mereka turun. Dave mengarahkan Erin menuju makam Erlin. Dave menatuh bunga dan menatap Erin sekilas.
“Kenalin Rin. Ini Erlin. Sahabat kecil gue. Dan Lin, ini Erin temen gue. Dia mirip banget sama kamu Lin” Erin tersenyum sangat manis. Tampak setetes air mata pada pelupuk mata Erin. Namun Dave telah menghapusnya sebelum air mata itu mengalir kepipinya.
“Hai Rin. Gue udah ketemu lho sama laki-laki yang lo maksud. Dave” Ucap Erin yang membuat Dave melongo.
“Gue Erin. Saudara kembar Erlin” Ucap Erin lagi.
“Lo gak bohong?”
“Gue tau, setiap minggu lo kesini kan ngasih bunga. Lo salah, Erlin suka bunga mawar. Bukan tulip” Ucap Erin sedikit tertawa.
“Gue juga punya sesuatu untuk lo” Ucap Erin mengeluarkan amplop yang sudah agak lecek dan berganti warna.
“Surat dari Erlin untuk sahabat kecilnya. Lo tau? Kita itu tinggalnya pisah. Gue sama papa dan dia sama mama. Gue sama dia saat dia udah mau meninggal. Dan gue disuruh cari lo untuk ngasih surat ini”
“Thanks”
Dave membaca surat itu dengan suara. Namun sangat kecil.
Dear Dave
Lo udah ketemu kan sama Erin. Dia saudara kembar gue. Kaget? Tenang aja. Dia lebih baik dari aku. Dia lebih banyak pengetahuan. Dia bisa cerita ke elo apa yang lo mau. Gue udah disini. Di bintang. Di pelukan hangat Tuhan. Gue pasti kangen lo. Semoga kita ketemu lagi nanti Dave. Lo itu seperti cahaya matahari bagi gue. Yang membatu gue bersinar disaat gelap.
Salam rindu
Erlin
Air mata mulai mengalir. Tidak deras namun cukup untuk merasakan sedih yang ia alami. Erin masih diam menatap Dave yang begitu
hancur dan rapuh.
“Rin, Lo itu seperti pengganti Erlin bagi gue. Mau gak lo jadi pengganti Erlin di hari-hari gue?”
“Enggak” Erin mendesah “Karena gue bukan Erlin. Ini gue. Erin”
“Gue tau. Maaf”
“Tapi gue bisa ngegantiin posisi Erlin di hari-hari lo. Bukan sebagai Erlin. Tapi sebagai gue. Maaf gue selama kenal lo terkesan dingin”
“Makasih Rin”
Setitik rindu itu tidak bisa main-main. Walau lidah Dave berkata “Gue udah ngelupain Erlin” Namun hati berkata lain.
Tuhan itu baik. Kita akan merasa bahagia dengan sepenuh hati. Tapi entah kapan itu. Kita hanya harus menunggu sampai waktu itu tiba.
Cerpen Karangan: Yovita Tanujaya
Facebook: Yovita Tanujaya
The Truth
4/
5
Oleh
Unknown