Valuable Lessons

Baca Juga :
    Judul Cerpen Valuable Lessons

    Tak! Tak! Tak!
    Aku memantul-mantulkan bola basketku. Halo namaku Natashya Melanie. Terserah kalian mau memanggilku apa. But, aku lebih suka dipanggil Nat. Yah, aku tipe cewek tomboi yang suka dunia olahraga. Terutama Basket. Aku anak game. Tetapi bukan berarti otakku lemot. Aku cukup berprestasi di sekolah. Dan aku punya cukup banyak fans di sekolahku.

    “Nat!” Panggil seseorang. Aku yang sedang asyik bermain bola basket menoleh sampai lupa bahwa aku baru saja memasukkan bola ke ring. Duk!, Bola basket meluncur dengan sempurna ke kepalaku. “Adaw!” Aku memegang kepalaku sakit. “Wah! Pendaratan yang sempurna tuh,” Ucap Anak laki-laki yang memanggilku. “Adam! Gara-gara lu nih kepala gue jadi kena bola!” Omelku. “Buset, baru dateng udah kena omel gue,” Kata Adam. Bocah kacamata itu adalah temanku. Terkadang dia melepas kacamatanya jika sedang bermain basket. “Apaan sih lu manggil gue?” Tanyaku malas. “Ah ya! Gue hampir lupa tadi!” Ucap Adam. “Apaan?” Tanyaku lagi. “Itu, lo dapet tantangan dari si Miss. Perfect,” Jawab Adam. Miss. Perfect yang dimaksud Adam adalah Clarissa. Dia sempurna dalam segala hal. Dia cantik, pintar, anak orang kaya, apa lagi coba yang kurang?. “Clarissa? Dia mau apa lagi sih dari gue?” Tanyaku. “Mana gue tau. Mendingan lo pergi samperin dia gih! Terus tanya deh!” Jawab Adam. Aku melempar bola basket ke arahnya. Adam menangkapnya dengan mudah. “Oke gue tanya langsung ke Clarissa! Thanks bro!” Ucapku pada Adam. Aku berlari menemui Clarissa.

    Akhirnya setelah mencarinya ke seluruh penjuru SMPN Persada tempatku bersekolah, aku menemukannya. “Clarissa!” Panggilku pada gadis berambut hitam legam. Kalau aku yang menjadi pemilik rambut itu mungkin akan kupotong sampai habis hahaha. Clarissa memutar badannya bak model profesional. Dia menatapku sinis. “Ada apa Nat? Sudah berubah pikiran lo buat jadi fans gue?” Tanya Clarissa. “Cuih! Pede banget lo!” Ucapku ketus padanya. “Gue denger dari Adam, lo nantangin gue. Nantangin apaan? Foto model?” Tanyaku sekaligus mengejeknya. “Nggak, gue mau nantang lo masak di acara sekolah nanti,” Ucap Clarissa. “Hah, masak? Males banget gue! Gue pergi ke dapur aja gak pernah, apalagi masak!” Kataku. “Terserah lo, tapi kalau lo gak terima tantangan gue. Lo gue anggap pengecut!” Ucap Clarissa sembari menekan kata pengecut. Aku berpikir sejenak. “Oke gue terima tantangan lo,” Ucapku. Clarissa menyilangkan tangan. Dia tersenyum licik. “Kita lihat, siapa yang paling pintar di sekolah ini,” Ucapnya.

    Setelah aku menerima tantangannya, bullyan Clarissa semakin menjadi-jadi. Dia menerorku habis-habisan. Mulai dari mengirimiku surat berisi ancaman. Sampai menghilangkan barang-barangku. Lama-lama aku muak dengannya. Aku tak habis pikir. Apa yang membuatnya begitu benci padaku. Apakah dia tidak pernah belajar untuk berhenti membully orang-orang di sekitarnya. Clarissa selalu bisa mengambil apa yang dia inginkan. Karena memang dia memiliki banyak uang. Dia bisa membayar orang untuk membully seseorang yang dia benci. Sudah banyak korbannya. Dan salah satunya aku. Tapi jika tidak diberi pelajaran, dia takkan pernah berhenti bersikap seperti itu. Aku benar-benar menunggu Acara sekolah untuk mengalahkannya nanti. Agar dia sadar atas apa yang dia lakukan selama ini.

    Hari yang ditunggu pun tiba. Aku sudah lama berlatih bersama sahabat karibku, Lisa. Semoga saja semua yang kupelajari cara memasak cukup untuk mengalahkannya. Aku menunggu di ruang tunggu. Di acara sekolah, banyak lomba yang diadakan. Salah satunya memasak. Awalnya aku ingin ikut lomba basket, tapi mengingat tantangan Clarissa aku tidak mendaftar untuk lomba basket. Saat sedang mengingat-ingat resep makanan yang akan dibuat, Clarissa datang dengan beberapa temannya. “Halo Nat, sudah siap untuk kalah?” Tanyanya angkuh. “Maksud lo? Lomba belom aja dimulai. Lo udah yakin bisa menang?” Tanggapku santai. “Gue yakin gue bisa menang! Karena gue itu lebih cantik, kaya, dan pintar daripada lo!” Ucap Clarissa. Aku mulai naik darah. “Terserah lo deh! Lo tuh nggak punya hati banget! Emangnya dengan lo punya harta sebanyak itu lo bisa membeli apa aja yang lo mau?!” Bentakku. Clarissa dan teman-temannya terdiam. Aku bangkit dan menatapnya tajam. “Sadar! Lo emang cantik dan pinter. Tapi kesombongan dan keirian lo yang nutupin semuanya!” Kataku yang semakin naik darah. Aku menghentakkan kaki dan meninggalkannya.

    Lomba memasak sudah dimulai. Adam dan Lisa terus saja mendukungku. Aku mulai memotong-motong. Aku membuat Sup Asparagus dan Milkshake oreo. Simpel memang. Tapi aku yakin aku bisa menang. “Ayo Nat! Lo pasti bisa! Ayo!” Teriak Lisa. Aku tertawa kecil karena teriakkan Lisa sangat menyakitkan telinga. Clarissa menatapku sinis dari kejauhan. Aku tak peduli, aku tetap fokus memasak. Sampai akhirnya perlombaan berakhir. Seluruh masakan peserta lomba memasak SMPN Persada dicicipi oleh kepala sekolah juga beberapa guru yang menjadi juri. Kami disuruh menunggu untuk hasil dari lomba itu. Aku memutuskan menghampiri kedua sahabatku.

    “Nat!” Panggil seseorang. Aku menoleh, Lisa dan Adam melambai-lambaikan tangannya. Aku balas melambai dan berlari ke arah mereka. “Lo hebat benget tadi!” Puji Lisa. “Gue biasa aja kali,” Kataku merendah. “Lisa bener, lo hebat tadi!” Ucap Adam mendukung Lisa. Saat sedang asik bercanda, datang Clarissa. “Lo akan kalah Nat! Gue pastikan itu,” Ucap Clarissa tajam. Aku menyilangkan tangan. “Lo sadar gak sih? Kita itu udah musuhan selama 2 tahun! 2 tahun Clarissa! Gak ada gunanya lo terus-terusan ngebully gue! Gak ada gunanya!” Bentakku. “Itu semua karena lo udah bikin gue tersisihkan dari daftar murid terpintar! Gue udah gak pernah dikirim lomba! Selalu lo! Gue benci banget sama lo!” Bentak Clarissa balik. “Terus lo pikir dengan lo ngebully gue, itu bikin gue jatuh dari posisi gue? Nggak Ris! Itu malah yang bikin lo tambah jatuh! Ngiri dan benci itu gak ada gunanya!” Nada bicaraku mulai merendah. Clarissa menatapku tajam dan pergi begitu saja. “Sabar Nat, gue yakin Clarissa akan dapat pelajarannya kok,” hibur Lisa. Aku hanya mengangguk.

    Saatnya pengumuman pemenang. Setelah pengumuman pemenang lomba Basket, kini pengumuman pemenang lomba memasak. “Baiklah, juara ketiga adalah Fiona Aprilianti!,” Ucap Pembawa Acara yang disambut gemuruh tepuk tangan. Fiona, kakak kelasku naik ke panggung dengan senyuman menghiasi wajah manisnya. “Lalu juara kedua adalah Putri Maharani!” Suara gemuruh tepuk tangan terdengar kembali. Putri naik dengan percaya diri. Jantungku berdegup tak karuan. Kulirik Clarissa, tetapi Clarissa malah menatapku sinis. Seolah-olah yakin dia akan juara satu. “Baiklah! Juara satu adalah…” jantungku semakin tak karuan. “Natashya Melanie!” Ucap Pembawa Acara yang membuatku menangis. Aku memeluk Lisa. Clarissa menatapku tak percaya. Aku naik ke atas dengan hati tak menentu. Kami diberi piala, dan uang tunai. Sekilas aku melihat Clarissa pergi berlari dengan menitikkan air mata. Buru-buru aku turun dari panggung.

    Aku mendapatkan Clarissa berdiri di bawah pohon di belakang sekolah. “Clarissa…” panggilku. Clarissa langsung buru-buru menghapus air matanya. “Mau apa lo ke sini? Ngejek gue?” Tanyanya ketus. Aku berjalan menghampirinya. Adam dan Lisa hanya diam di belakang. “Nggak, gue gak akan ngejek lo,” Jawabku halus. Sungguh, sifatku yang tomboi seketika hilang dibawa angin. Clarissa mendongak tak percaya. “Gue kalah, kenapa lo nggak ngejek gue?” Tanyanya tak mengerti. Aku menggenggam tangannya. “Karena lo temen gue. Gue gak pernah marah ataupun berniat mengejek lo walaupun lo kalah,” Jawabku. Clarissa kembali menangis. Kali ini dia memelukku. Aku sedikit terkejut, namun aku balas memeluknya. “Maafin gue Nat, gue jahat selama ini sama lo,” Ucapnya. Clarissa melepas pelukannya. “Selama ini, gue ngebully lo dan teror lo itu semua karena gue iri sama lo. Lo selalu mendapatkan pujian dari semua orang,” Clarissa menghapus air matanya. “Sekarang gue sadar dan menyesal. Dengan gue iri itu hanya membuat gue lebih jatuh lagi,” Kata Clarissa. Dia tersenyum manis. Untuk yang pertama kalinya! Wow!. “Nggak papa Clarissa, yang penting lo udah bisa belajar dari semua itu,” Ucapku. “Ya Nat! Gue dapet pelajaran yang sangat berharga dari lo juga Lisa dan Adam,” Ucap Clarissa. Lisa menghampiri kami dan memeluk kami berdua.

    Semenjak itu kami bersahabat selama-lamanya. Ah! Persahabatan itu memang indah.

    Cerpen Karangan: Nafidzah Salsabila Firdausi
    Facebook: Nafidzah Salsabila

    Artikel Terkait

    Valuable Lessons
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email