Judul Cerpen Lestari (Cinta Dalam Mimpi Ditengah Malam)
Cerita ini dialami oleh Husam, seorang Mahasiswa di salah satu Universitas di Tasikmalaya. Setiap pergi kuliah dia selalu melewati jalan yang kanan kirinya ada sebuah pemakaman Cina dengan menggunakan motor. Karena dengan melewati jalan itu adalah cara supaya cepat menuju kampusnya.
Pagi itu hari Kamis, seperti biasa dia pergi kuliah dengan melewati jalan pemakaman Cina, ketika dia melewati pemakaman Cina tersebut, terdapat sekelompok orang yang sedang berkumpul di salah satu sudut pemakaman, ternyata ada yang meninggal, karena dia melihat juga terdapat sebuah bingkai Ucapan bela sungkawa, dia pun melanjutkan perjalanan sampai tiba di kampus.
Hari itu jadwal sangat padat, jadwal kuliah dari mulai pagi sampai petang. Rencananya, setelah selesai jadwal perkuliahan dia janjian untuk mengerjakan tugas dengan salah seorang temannya bernama Dinda, sebenarnya sudah lama dia naksir pada Dinda. “sam, langsung ke rumah aku yuk!”, ajak Dinda, “iya Din, ayo”, mereka berdua pun pergi ke rumah Dinda untuk mengerjakan tugas, jarak rumah Dinda memang agak dekat dari kampus. Tugas yang dikerjakan mereka pada malam itu cukup rumit, sehingga butuh waktu yang lama untuk mengerjakannya.
“huhh akhirnya tugasnya selesai juga ya sam”, kata Dinda lega seusai mereka selesai mengerjakan tugasnya, “iya cantik, syukur deh tugasnya sudah selesai”, kata Husam refleks, “apa sam? cantik?”, tanya Dinda kaget, “ehh i iya Din, kamu kan memang cantik”, kata Husam terbata-bata. Husam memang sedikit kaku terhadap perempuan, oleh sebab itu dia belum berani menyatakan cinta kepada Dinda. padahal Dinda juga mempunyai perasaan yang sama terhadap Husam.
Singkat cerita akhirnya Husam pulang, saat itu sekitar pukul 10 malam. ketika mulai melewati jalan pemakaman Cina, Husam mencium bau melati yang sangat pekat, perasaannya mulai tidak enak, semakin masuk melewati pemakaman Cina tersebut, tiba-tiba dia melihat sesosok perempuan memakai baju putih sedang duduk sebuah tangga yang menuju salah satu makam, semakin mendekat bulu kuduknya semakin merinding dan ketika jarak antara dia dan perempuan itu tinggal sekitar 2 meter, dia membalikkan arah motornya dan mencoba kabur menjauhi perempuan itu, tapi tiba-tiba motornya mati. sontak Husam panik dan mencoba menyalakan motornya kembali, tiba-tiba, “a, kenapa balik lagi?”, suara perempuan tadi yang sudah berada di belakangnya, “nci, to tolong jangan gang gangu sa saya, saya akan pergi ko”, kata Husam gagap dan masih membelakangi perempuan itu, “heh, ganggu ganggu, memangnya aku hantu apa!”, seru perempuan itu dengan nada sedikit meninggi, “te terus enci apa’an”, tanya Husam, “lihat dong kesini!!”, perintah perempuan itu, Husam pun membalikkan badannya secara perlahan dan, “Aaaaaaa”, Husam berteriak kaget, sontak perempuan itu pun teriak karena kaget juga, “Aaaaaaaa”, “enci beneran orang kan?”, Husam sedikit kaget sekaligus terkesima karena perempuan itu berwajah sangat cantik dengan mata yang agak sipit, “iyalah aku orang, nih coba pegang”, perintah perempuan itu sembari menyuruh Husam memegang tangannya, kemudian Husam memengang tangan perempuan itu, “iya enci beneran orang, terus sedang apa malam-malam enci di kuburan cina?”, tanya Husam heran, “eh jangan panggil aku enci dong! panggil aja Lestari!, aku kangen sama mama, jadi aku kesini”, jawab perempuan itu. “oh iya maaf ya”, kata Husam, Husam berfikir mungkin mamanya enci ini adalah orang yang tadi pagi dimakamkan. Akhirnya Husam mengantarkan Lestari pulang ke rumahnya yang tidak terlalu jauh dari pemakaman Cina tersebut, sebuah ruko dengan tulisan toko kain terdapat di spanduk ruko tersebut. Lestari sangat berterimakasih kepada Husam karena Husam telah mengantarnya pulang, Lestari mengajak Husam kapan-kapan main ke rumahnya, dan juga sempat meminta nomer hp Husam.
Malam-malam berikutnya Lestari selalu mengajak Husam bertemu, dan anehnya setiap Lestari mengajak Husam bertemu, Husam seolah tidak bisa menolaknya. Husam pun selalu menghibur Lestari ketika Lestari kelihatan murung dan mengatakan kalau dia rindu pada ibunya, dan momen itu tidak hanya terjadi satu atau dua kali saja, sangat sering sekali Lestari murung. Pernah disuatu malam mereka ketemuan di taman, (taman memang menjadi tempat ketika mereka ketemuan, karena Lestari belum pernah sekali pun mengajak Husam masuk ke rumahnya, dan juga Lestari tidak pernah mau jika Husam mengajaknya ketemuan di tempat ramai, Lestari hanya mau diajak ketemuan di tempat sepi dan hanya pada malam hari), saat itu Lestari berkata bahwa dia menyukai Husam, karena Husam selalu menghibur dia saat sedang sedih, Husam hanya menanggapinya dengan senyuman. Jujur saja setelah mengenal Lestari, perasaan hati Husam seolah terbagi menjadi dua, dia mulai menyukai Lestari setelah sebelumnya dia telah menyukai Dinda.
Hari itu siang hari saat selesai jadwal kuliah, Husam berencana mengajak Dinda main ke rumah Lestari, entah kenapa Husam sangat ingin mengenalkan Lestari pada Dinda, dan entah kenapa Husam sangat ingin pergi ke rumah Lestari. “Din, ikut sama aku yuk! ajak Husam, “ikut kemana sam?”, tanya Dinda, “ke rumah teman baru aku yuk!”, ajak Husam lagi, “oh, ayo sam”, kata Dinda setuju, Dinda memang selalu senang apabila Husam mengajaknya pergi.
Siang itu sekitar pukul 13, Husam dan Dinda tiba di rumah Lestari, dengan sedikit ragu-ragu Husam mengajak Dinda masuk ke dalam toko kain yang memang menyatu dengan rumah Lestari. “maaf a, ada yang bisa saya bantu?”, tanya seorang pegawai perempuan, “maaf teh, Lestarinya ada?”, tanya Husam, “Lestari?”, tanya pegawai tersebut dengan heran, “tunggu sebentar ya a”, lanjutnya, pegawai itu pergi ke belakang, “lho kok si tetehnya malah pergi ke belakang ya?”, kata Husam sedikit Heran, “mungkin tetehnya sedang manggil Lestari sam! tunggu aja dulu”, kata Dinda menenangkan Husam.
Lima menit kemudian, muncul seorang laki-laki dewasa, dia adalah ayahnya Lestari. “eh ade-ade ini temannya Lestari ya!”, sapanya ramah, “iya pak, kita temannya Lestari”, jawab Husam sembari tersenyum, “silahkan duduk”, ayah Lestari mempersilahkan Husam da Dinda duduk di kursi yang berada di depan toko, “Lestarinya ada pak?”, tanya Husam mengawali pembicaraan, “hmmm.. jadi kalian belum tahu ya? oh mungkin kalian belum mendapat kabar”, jawab ayah Lestari dengan sedikit murung, “kabar apa pak?”, tanya Husam heran, “beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Kamis tanggal 23 Lestari sudah berpulang”, jawab Ayah Lestari, “berpulang? maksudnya pak?”, tanya Husam semakin Heran, Dinda yang memperhatikan ikut merasa heran, “Lestari sudah meninggal karena penyakit kanker darah yang sudah dialaminya sejak lahir”, jawab Ayah Lestari, refleks wajah Husam memucat, tubuhnya terasa melemah dan mulai keluar keringat dingin, dia baru ingat juga kalau tanggal 23 adalah tanggal dimana dia pertama kali bertemu dengan Lestari. Dinda khawatir melihat Husam yang tiba-tiba melemah, “sam, kamu kenapa?”, tanya Dinda, Ayah Lestari mengambil air hangat dan diberikan kepada Dinda, “minum dulu nak, tenangkan pikiranmu!”, kata Ayah Lestari, “iya sam, minum dulu supaya lebih tenang”, perintah Dinda.
Setelah minum, Husam menceritakan semua yang telah terjadi selama ini kepada ayah Lestari, dia juga mengira bahwa yang meninggal pada tanggal 23 adalah mamanya Lestari, Ayah Lestari mengatakan bahwa mamanya Lestari meninggal 2 hari sebelum Lestari meninggal, mamanya meninggal karena sudah lama mengidap penyakit stroke, Ayah Lestari menyikapi cerita Husam dengan sangat tenang, Dinda yang juga memperhatikan cerita Husam menitikkan air mata karena sedih.
Malam harinya, Ayah Lestari mangajak Husam dan Dinda menziarahi makam Lestari. Setibanya disana, Ayah Lestari mendo’akan Lestari dan istrinya dengan cara berdo’a orang-orang Tionghoa, Husam dan Dinda juga turut mendo’akan dengan cara agama mereka, tiba-tiba, “sam!”, suara yang sudah tidak asing bagi Husam memanggil namanya dari arah belakang, seketika Husam Dinda dan Ayah Lestari menengok ke belakang, “Lestari”, kata Husam, ada rasa rindu yang tersimpan di dalam hati Husam, rindu pada Lastari, “sam, maafkan aku yang sering ngerepotin kamu, sering buat kamu susah, terimakasih karena selama ini kamu sering menghibur aku”, kata Lestari sambil tersenyum manis, tapi air matanya menitik, “Lestari, aku sangat bahagia bisa kenal sama kamu, aku tidak pernah merasa direpotkan oleh kamu”, kata Husam sambil menitikkan air mata, “Lestari, neng, dengarkan Ayah!, ayah ingin kamu pergi dengan tenang, sekarang, alam ini sudah bukan tempat bagi kamu nak, tempat kita sudah berbeda”, kata Ayah Lestari menasehati, “ya Ayah, maafkan aku, aku bahagia bisa mengenal Husam, aku sangat menyukai Husam, karena dia baik, tampan, dan selalu menghibur aku”, kata Lestari, “iya nak, Ayah mengerti, tapi sudah ada perempuan lain di hati Husam, perempuan yang baik bagi Husam”, kata Ayah Lestari, Husam dan Dinda menunduk dan menitikkan air mata, “ya Ayah aku tahu, Dinda, aku tahu memang kamu yang terbaik untuk Husam, Husam sangat mencintai kamu, kamu memang cantik dan baik”, Lestari berkata dengan tulus, “aku ingin sekali saja memeluk Husam untuk yang terakhir kalinya sebelum aku pergi”, lanjutnya, “ya Lestari, terimakasih karena selama ini sudah menjadi teman Husam, aku sangat senang bisa mengenal kamu”, kata Dinda tersenyum ramah kepada Lestari, “sam, lakukan untuk Lestari, buat Lestari bahagia”, lanjut Dinda, juga dengan tulus. Husam mengangguk, kemudian beranjak dan memeluk Lestari, “sam, sekali lagi maafkan aku ya!, kamu harus jaga Dinda baik-baik”, kata Lestari, “ya Lestari, terimakasih karena beberapa malam belakangan ini kamu sudah mengisi hidupku, aku akan sangat merindukanmu, semua ini seperti mimpi indah di malam hari”, kata Husam sambil mengeratkan pelukannya, “aku sayang kamu sam”, kata Lestari, “aku juga sayang kamu Lestari”, jawab Husam.
Lestari pun menghilang meninggalkan Husam, Dinda menghampiri Husam dan memegang tangan Husam, berusaha membuat Husam tegar. Kehadiran Lestari selama ini bagaikan mimpi indah bagi Husam, dan Husam sangat bahagia dengan mimpi itu. kemudian Husam, Dinda dan Ayah Lestari pulang dari pemakaman dengan perasaan lega.
Tamat
Cerpen Karangan: Ay Rahmatillah
Facebook: Rahmat Illahi Ai
Cerita ini dialami oleh Husam, seorang Mahasiswa di salah satu Universitas di Tasikmalaya. Setiap pergi kuliah dia selalu melewati jalan yang kanan kirinya ada sebuah pemakaman Cina dengan menggunakan motor. Karena dengan melewati jalan itu adalah cara supaya cepat menuju kampusnya.
Pagi itu hari Kamis, seperti biasa dia pergi kuliah dengan melewati jalan pemakaman Cina, ketika dia melewati pemakaman Cina tersebut, terdapat sekelompok orang yang sedang berkumpul di salah satu sudut pemakaman, ternyata ada yang meninggal, karena dia melihat juga terdapat sebuah bingkai Ucapan bela sungkawa, dia pun melanjutkan perjalanan sampai tiba di kampus.
Hari itu jadwal sangat padat, jadwal kuliah dari mulai pagi sampai petang. Rencananya, setelah selesai jadwal perkuliahan dia janjian untuk mengerjakan tugas dengan salah seorang temannya bernama Dinda, sebenarnya sudah lama dia naksir pada Dinda. “sam, langsung ke rumah aku yuk!”, ajak Dinda, “iya Din, ayo”, mereka berdua pun pergi ke rumah Dinda untuk mengerjakan tugas, jarak rumah Dinda memang agak dekat dari kampus. Tugas yang dikerjakan mereka pada malam itu cukup rumit, sehingga butuh waktu yang lama untuk mengerjakannya.
“huhh akhirnya tugasnya selesai juga ya sam”, kata Dinda lega seusai mereka selesai mengerjakan tugasnya, “iya cantik, syukur deh tugasnya sudah selesai”, kata Husam refleks, “apa sam? cantik?”, tanya Dinda kaget, “ehh i iya Din, kamu kan memang cantik”, kata Husam terbata-bata. Husam memang sedikit kaku terhadap perempuan, oleh sebab itu dia belum berani menyatakan cinta kepada Dinda. padahal Dinda juga mempunyai perasaan yang sama terhadap Husam.
Singkat cerita akhirnya Husam pulang, saat itu sekitar pukul 10 malam. ketika mulai melewati jalan pemakaman Cina, Husam mencium bau melati yang sangat pekat, perasaannya mulai tidak enak, semakin masuk melewati pemakaman Cina tersebut, tiba-tiba dia melihat sesosok perempuan memakai baju putih sedang duduk sebuah tangga yang menuju salah satu makam, semakin mendekat bulu kuduknya semakin merinding dan ketika jarak antara dia dan perempuan itu tinggal sekitar 2 meter, dia membalikkan arah motornya dan mencoba kabur menjauhi perempuan itu, tapi tiba-tiba motornya mati. sontak Husam panik dan mencoba menyalakan motornya kembali, tiba-tiba, “a, kenapa balik lagi?”, suara perempuan tadi yang sudah berada di belakangnya, “nci, to tolong jangan gang gangu sa saya, saya akan pergi ko”, kata Husam gagap dan masih membelakangi perempuan itu, “heh, ganggu ganggu, memangnya aku hantu apa!”, seru perempuan itu dengan nada sedikit meninggi, “te terus enci apa’an”, tanya Husam, “lihat dong kesini!!”, perintah perempuan itu, Husam pun membalikkan badannya secara perlahan dan, “Aaaaaaa”, Husam berteriak kaget, sontak perempuan itu pun teriak karena kaget juga, “Aaaaaaaa”, “enci beneran orang kan?”, Husam sedikit kaget sekaligus terkesima karena perempuan itu berwajah sangat cantik dengan mata yang agak sipit, “iyalah aku orang, nih coba pegang”, perintah perempuan itu sembari menyuruh Husam memegang tangannya, kemudian Husam memengang tangan perempuan itu, “iya enci beneran orang, terus sedang apa malam-malam enci di kuburan cina?”, tanya Husam heran, “eh jangan panggil aku enci dong! panggil aja Lestari!, aku kangen sama mama, jadi aku kesini”, jawab perempuan itu. “oh iya maaf ya”, kata Husam, Husam berfikir mungkin mamanya enci ini adalah orang yang tadi pagi dimakamkan. Akhirnya Husam mengantarkan Lestari pulang ke rumahnya yang tidak terlalu jauh dari pemakaman Cina tersebut, sebuah ruko dengan tulisan toko kain terdapat di spanduk ruko tersebut. Lestari sangat berterimakasih kepada Husam karena Husam telah mengantarnya pulang, Lestari mengajak Husam kapan-kapan main ke rumahnya, dan juga sempat meminta nomer hp Husam.
Malam-malam berikutnya Lestari selalu mengajak Husam bertemu, dan anehnya setiap Lestari mengajak Husam bertemu, Husam seolah tidak bisa menolaknya. Husam pun selalu menghibur Lestari ketika Lestari kelihatan murung dan mengatakan kalau dia rindu pada ibunya, dan momen itu tidak hanya terjadi satu atau dua kali saja, sangat sering sekali Lestari murung. Pernah disuatu malam mereka ketemuan di taman, (taman memang menjadi tempat ketika mereka ketemuan, karena Lestari belum pernah sekali pun mengajak Husam masuk ke rumahnya, dan juga Lestari tidak pernah mau jika Husam mengajaknya ketemuan di tempat ramai, Lestari hanya mau diajak ketemuan di tempat sepi dan hanya pada malam hari), saat itu Lestari berkata bahwa dia menyukai Husam, karena Husam selalu menghibur dia saat sedang sedih, Husam hanya menanggapinya dengan senyuman. Jujur saja setelah mengenal Lestari, perasaan hati Husam seolah terbagi menjadi dua, dia mulai menyukai Lestari setelah sebelumnya dia telah menyukai Dinda.
Hari itu siang hari saat selesai jadwal kuliah, Husam berencana mengajak Dinda main ke rumah Lestari, entah kenapa Husam sangat ingin mengenalkan Lestari pada Dinda, dan entah kenapa Husam sangat ingin pergi ke rumah Lestari. “Din, ikut sama aku yuk! ajak Husam, “ikut kemana sam?”, tanya Dinda, “ke rumah teman baru aku yuk!”, ajak Husam lagi, “oh, ayo sam”, kata Dinda setuju, Dinda memang selalu senang apabila Husam mengajaknya pergi.
Siang itu sekitar pukul 13, Husam dan Dinda tiba di rumah Lestari, dengan sedikit ragu-ragu Husam mengajak Dinda masuk ke dalam toko kain yang memang menyatu dengan rumah Lestari. “maaf a, ada yang bisa saya bantu?”, tanya seorang pegawai perempuan, “maaf teh, Lestarinya ada?”, tanya Husam, “Lestari?”, tanya pegawai tersebut dengan heran, “tunggu sebentar ya a”, lanjutnya, pegawai itu pergi ke belakang, “lho kok si tetehnya malah pergi ke belakang ya?”, kata Husam sedikit Heran, “mungkin tetehnya sedang manggil Lestari sam! tunggu aja dulu”, kata Dinda menenangkan Husam.
Lima menit kemudian, muncul seorang laki-laki dewasa, dia adalah ayahnya Lestari. “eh ade-ade ini temannya Lestari ya!”, sapanya ramah, “iya pak, kita temannya Lestari”, jawab Husam sembari tersenyum, “silahkan duduk”, ayah Lestari mempersilahkan Husam da Dinda duduk di kursi yang berada di depan toko, “Lestarinya ada pak?”, tanya Husam mengawali pembicaraan, “hmmm.. jadi kalian belum tahu ya? oh mungkin kalian belum mendapat kabar”, jawab ayah Lestari dengan sedikit murung, “kabar apa pak?”, tanya Husam heran, “beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Kamis tanggal 23 Lestari sudah berpulang”, jawab Ayah Lestari, “berpulang? maksudnya pak?”, tanya Husam semakin Heran, Dinda yang memperhatikan ikut merasa heran, “Lestari sudah meninggal karena penyakit kanker darah yang sudah dialaminya sejak lahir”, jawab Ayah Lestari, refleks wajah Husam memucat, tubuhnya terasa melemah dan mulai keluar keringat dingin, dia baru ingat juga kalau tanggal 23 adalah tanggal dimana dia pertama kali bertemu dengan Lestari. Dinda khawatir melihat Husam yang tiba-tiba melemah, “sam, kamu kenapa?”, tanya Dinda, Ayah Lestari mengambil air hangat dan diberikan kepada Dinda, “minum dulu nak, tenangkan pikiranmu!”, kata Ayah Lestari, “iya sam, minum dulu supaya lebih tenang”, perintah Dinda.
Setelah minum, Husam menceritakan semua yang telah terjadi selama ini kepada ayah Lestari, dia juga mengira bahwa yang meninggal pada tanggal 23 adalah mamanya Lestari, Ayah Lestari mengatakan bahwa mamanya Lestari meninggal 2 hari sebelum Lestari meninggal, mamanya meninggal karena sudah lama mengidap penyakit stroke, Ayah Lestari menyikapi cerita Husam dengan sangat tenang, Dinda yang juga memperhatikan cerita Husam menitikkan air mata karena sedih.
Malam harinya, Ayah Lestari mangajak Husam dan Dinda menziarahi makam Lestari. Setibanya disana, Ayah Lestari mendo’akan Lestari dan istrinya dengan cara berdo’a orang-orang Tionghoa, Husam dan Dinda juga turut mendo’akan dengan cara agama mereka, tiba-tiba, “sam!”, suara yang sudah tidak asing bagi Husam memanggil namanya dari arah belakang, seketika Husam Dinda dan Ayah Lestari menengok ke belakang, “Lestari”, kata Husam, ada rasa rindu yang tersimpan di dalam hati Husam, rindu pada Lastari, “sam, maafkan aku yang sering ngerepotin kamu, sering buat kamu susah, terimakasih karena selama ini kamu sering menghibur aku”, kata Lestari sambil tersenyum manis, tapi air matanya menitik, “Lestari, aku sangat bahagia bisa kenal sama kamu, aku tidak pernah merasa direpotkan oleh kamu”, kata Husam sambil menitikkan air mata, “Lestari, neng, dengarkan Ayah!, ayah ingin kamu pergi dengan tenang, sekarang, alam ini sudah bukan tempat bagi kamu nak, tempat kita sudah berbeda”, kata Ayah Lestari menasehati, “ya Ayah, maafkan aku, aku bahagia bisa mengenal Husam, aku sangat menyukai Husam, karena dia baik, tampan, dan selalu menghibur aku”, kata Lestari, “iya nak, Ayah mengerti, tapi sudah ada perempuan lain di hati Husam, perempuan yang baik bagi Husam”, kata Ayah Lestari, Husam dan Dinda menunduk dan menitikkan air mata, “ya Ayah aku tahu, Dinda, aku tahu memang kamu yang terbaik untuk Husam, Husam sangat mencintai kamu, kamu memang cantik dan baik”, Lestari berkata dengan tulus, “aku ingin sekali saja memeluk Husam untuk yang terakhir kalinya sebelum aku pergi”, lanjutnya, “ya Lestari, terimakasih karena selama ini sudah menjadi teman Husam, aku sangat senang bisa mengenal kamu”, kata Dinda tersenyum ramah kepada Lestari, “sam, lakukan untuk Lestari, buat Lestari bahagia”, lanjut Dinda, juga dengan tulus. Husam mengangguk, kemudian beranjak dan memeluk Lestari, “sam, sekali lagi maafkan aku ya!, kamu harus jaga Dinda baik-baik”, kata Lestari, “ya Lestari, terimakasih karena beberapa malam belakangan ini kamu sudah mengisi hidupku, aku akan sangat merindukanmu, semua ini seperti mimpi indah di malam hari”, kata Husam sambil mengeratkan pelukannya, “aku sayang kamu sam”, kata Lestari, “aku juga sayang kamu Lestari”, jawab Husam.
Lestari pun menghilang meninggalkan Husam, Dinda menghampiri Husam dan memegang tangan Husam, berusaha membuat Husam tegar. Kehadiran Lestari selama ini bagaikan mimpi indah bagi Husam, dan Husam sangat bahagia dengan mimpi itu. kemudian Husam, Dinda dan Ayah Lestari pulang dari pemakaman dengan perasaan lega.
Tamat
Cerpen Karangan: Ay Rahmatillah
Facebook: Rahmat Illahi Ai
Lestari (Cinta Dalam Mimpi Ditengah Malam)
4/
5
Oleh
Unknown