Dapur Dingin

Baca Juga :
    Judul Cerpen Dapur Dingin

    Ketika bel berbunyi yang menandakan waktu pulang sekolah, Thomas masih duduk bermalas-malasan di sudut kelas. Ia hanya duduk termenung di kursi kayunya, sambil memandangi teman-temannya mulai membereskan buku mereka. Seperti besi yang selalu tertarik ke arah magnet, seperti itulah Thomas dengan kursinya. Ia sedang memikirkan apa yang akan terjadi beberapa hari-hari ke depan tanpa kedua orangtuanya, yang akan pergi ke luar kota untuk mengurus pekerjaan selama beberapa hari. Thomas merasa takut untuk tinggal di rumahnya yang besar sendirian. Karena seminggu belakangan ini, ia sering mendengar suara tidak jelas dari dapur setiap malam.

    “Thom, kelas dah mau dikunci nih. Kamu mau dikunci?”, tanya Andi, petugas piket yang berteriak pada Thomas dan hendak mengunci pintu. Dengan mata sayunya, Thomas menjawab, “Iya tunggu. Aku beresin buku bentar”. Thomas lalu memasukan buku Biologi dan komik favoritnya ke dalam tas dan pergi pulang bersama Rian, teman dekatnya.

    Di sepanjang jalan, sang mentari memberikan terik yang begitu panas. Ditambah dengan asap kendaraan yang mengepul di jalanan, membuat Thomas dan Rian ikut merasakan sesaknya bernapas yang sedang berjalan di trotoar sempit. Lalu, mereka melihat penjual es keliling. “Bang, ada es yang nyegerin gak?”, tanya Rian sambil memandangi Thomas yang mengelap keringat. “Ada, mau berapa?”, jawab penjual es sambil menunjukkan es krim dengan harga Rp 6000,-. “Ya udah deh bang, 2 aja es nya”, lalu Rian melihat ke arah Thomas, “Thom, uang kamu ada gak? Tinggal nambahin Rp 4000 lagi nih!!”, tanya Rian. Jari-jari panjang Thomas langsung merogoh dompetnya dan memberikan Rp 4000. Kemudian mereka berjalan lagi dengan es krim yang memberikan rasa sejuk dan suara berisik klakson mobil, yang menemani mereka sepanjang perjalanan pulang.

    Ketika hampir sampai di rumah Rian, Thomas mengatakan kepadanya agar pukul 7 malam nanti, supaya Rian datang ke rumah Thomas. Rian hanya mengangguk pelan sambil memakan es krimnya. Lalu Thomas pergi. Saat di depan rumah, Thomas melihat koper merah besar yang diletakkan di teras rumahnya. Lalu, Thomas masuk ke dalam rumahnya sambil mencari ayah dan ibunya. “Oh, anak ibu udah pulang”, sahut ibu Thomas yang melihat wajah Thomas yang mulai sedih. “Bu, ayah kemana?”, tanya Thomas. “Ayah kamu lagi membeli makanan buat persediaan kamu beberapa hari ke depan”, mendengar jawaban ibunya, Thomas semakin sedih. “Bu, kira-kira berapa hari di luar kota?”, balas Thomas dengan nada rendah. “Apakah 3 hari atau 5 hari, atau bahkan seminggu, Bu?”, lanjut Thomas. “Thom, ibu kurang tahu berapa lama ayah dan ibu di luar kota. Yang pasti, ketika urusan sudah selesai, kami akan pulang”, jawab Ibu yang membuat perasaan Thomas sedikit lega.

    Pukul 18.30 WIB malam. Ayah, ibu, dan Thomas berkumpul di ruang makan untuk makan malam. Makan malam ini mungkin makan malam yang paling cepat dilakukan, karena biasanya keluarga Thomas bermakan malam sekitar pukul 19.30 WIB. “Thomas, kamu berani tinggal sendirian di rumah kita?”, sahut ayah Thomas yang sengaja membahas mengenai kepergian mereka ke luar kota. “Ayah yakin, Thomas berani. Jadi anak laki-laki itu gak boleh penakut”, sambung ayahnya. “Ayah, sebenarnya Thomas merasa sedikit takut untuk tinggal sendirian. Thomas boleh kan, untuk mengundang Rian tinggal bersamaku selama ayah dan ibu pergi?”, mendengar ucapan Thomas itu, ayahnya membalas dengan spontan, “Ya, tentu saja. Rian kan teman dekatmu. Lagipula, dia anak yang baik. Ayah rasa kalian bisa menjadi seperti saudara ketika kalian sekamar tidur”. Dengan mimik senang, Thomas tersenyum lega ke arah ayah, kemudian tertawa kecil melihat ibunya yang sangat lahap memakan ayam goreng.

    Tepat pukul 19.00 malam. Ayah dan ibu Thomas hendak pergi. Lalu ayah memberikan nasihat pada Thomas, “Thom, jaga rumah kita. Jangan pernah lalai dalam mengunci pintu dan jendela. Jangan lupa mematikan lampu, matikan keran air jika bak air sudah penuh. Semua itu harus kamu perhatikan”. “Siap komandan, semua perintah akan dilaksanakan”, sahut Thomas yang membuat ibunya tertawa lembut. “Thomas, jangan kemalaman tidurnya ya, nak. Selalu jaga kesehatanmu”, sambung Ibu Thomas. Kemudian, ayah dan ibu Thomas pergi menggunakan taksi yang akan mengantar mereka ke bandara.
    Sesaat sesudah ayah dan ibu Thomas pergi, Rian datang dengan celana olahraga dan kaos dengan warna kesukaannya, warna biru. “Eh, Rian. Baru aja bos ku pergi”, kata Thomas yang melihat Rian datang. “Yuk kita masuk”, ajak Thomas yang masuk ke dalam rumah dan diikuti Rian.

    “Thom, biasanya kamu tidur jam berapa?”, kata Rian yang memulai pembicaraan ketika mereka di dalam kamar Thomas. “Jam 10 malam. Kadang jam 12 malam”, jawab Thomas singkat. Lalu, sebentar Thomas pergi ke dapur dan meninggalkan Rian di kamar. Thomas ingin membuat kopi buat mereka berdua. Tetapi, ketika dia meracik kopi, tiba-tiba terdengar suara tidak jelas yang sering dia dengar. Namun, yang ini suaranya lebih keras dan sedikit lebih jelas dari sebelumnya. Bulu kuduk Thomas mulai berdiri. Tiba-tiba keadaan suhunya menjadi dingin. Kaki Thomas refleks berlari ke arah kamar. Tiba-tiba dia mendorong pintu kamarnya dan membuat Rian kaget. “Eh, ini anak, buat kaget aja!”, respon Rian seketika. “Ri, Ri-an, Ri, Riaannn. Di, di-di,di-diii dapuurrrr!!”, jawab Thomas dengan tergagap-gagap. Wajah pucat pasi Thomas membuat Rian ikut merinding. “Ada apa Thom? Kamu kenapa? Ada apa di dapur?”, balas Rian yang penasaran. Thomas kemudian langsung berbaring di kasur empuknya dan menyelimuti seluruh tubuhnya dengan selimut tebal. Lalu, dengan membuka sedikit selimut di bagian wajahnya, Thomas berkata, “Rian, aku mau kamu tidur di rumahku buat malam ini, mohon!!”. Setelah mendengar ucapan Thomas, Rian mengangguk pelan. Lalu Rian langsung menuju dapur. Dia berjalan pelan-pelan. Kemudian memasuki ruang dapur. “Gak ada yang aneh kok di dapur ini”, kata Rian pelan. Namun, perlahan-lahan dia mulai mendengar suara tidak jelas. Dia memberanikan diri untuk mendengar suara itu lebih jeli. Dia seperti mendengar seperti alunan musik, namun tidak begitu jelas. Mungkin, nyali Rian untuk mendengar suara itu cukup besar. Tetapi, ketika merasakan udara berubah menjadi dingin, dia lari keluar rumah Thomas sambil berteriak, “Thomasss, aku cabuuttttt!!”.

    Sekarang, Thomas sendiri di rumah besarnya. Merasa takut. Merasa gelisah. Merasa resah. Namun, Thomas memaksakan diri untuk tidur sesudah ia mengunci pintu dan semua jendela rumahnya, kecuali di dapur, karena dapur di rumahnya tidak memiliki pintu ataupun jendela.

    Setelah kejadian kemarin, Thomas sekali lagi memohon agar Rian untuk tidur di rumahnya. Setelah banyak berusaha, akhirnya Thomas berhasil membujuk Rian untuk tidur di rumahnya. Agar sepulang sekolah nanti, Rian langsung pergi ke rumah Thomas.

    Telah 6 hari berlalu. Ayah dan Ibu Thomas belum pulang. Selama 6 hari pula, Thomas dan Rian selalu mendengar suara itu tiap malam dan juga hawa dinginnya. Pada Minggu siang, ketika Thomas dan Rian sedang memainkan game di laptop mereka di teras rumah Thomas, tiba-tiba Thomas melihat ibu Tuti, tetangga rumahnya yang suka shopping. “Thomas, bisa bantuin ibu bawain belanjaan ini?”, kata Ibu Tuti yang terlihat kesusahan dengan belanjaannya. “Bisa, bu. Thomas dan Rian bisa bantu membawa belanjaannya”, respon Thomas yang langsung mengajak Rian meninggalkan laptopnya dan membantu Ibu Tuti. Tiba-tiba, ketika Thomas mengangkat belanjaan ibu Tuti, terjatuh sebuah kaset karaoke. Rian dengan lincah langsung mengambil kaset itu. “Bu, ini kaset karaoke Ibu”, sahut Rian dengan nada sopan. “Oh, makasih ya, nak. Ini kaset karaoke Ibu. Bulan depan, Ibu akan bernyanyi di ulang tahun pernikahan Ibu. Jadi, ibu berlatih bernyanyi lewat berkaraoke tiap malam. Dan kaset ini yang nanti malam ibu nyanyikan sebagai latihan Ibu. Dan volume karaokenya harus kecil, supaya tetangga tidak terganggu”, jawab Ibu Tuti yang terlihat sangat antusias. Mendengar jawaban itu, Thomas dan Rian saling memandang. Mata mereka seperti berkomunikasi. Dan tahu alasan mengapa tiap malam ada suara tidak jelas. Seperti tebakan Rian, suara itu seperti alunan musik. Dan memang benar, itu suara musik karaoke. Ditambah lagi dengan jarak rumah Thomas dengan Ibu Tuti yang dekat. Semua itu seolah menjadi jawaban nyata dari suara yang tidak jelas.

    Setelah 8 hari di luar kota, akhirnya ayah dan ibu Thomas pulang. Ayah Thomas berterima kasih pada Rian karena sudah menemani Thomas selama kepergian mereka. Ibu Thomas yang terlihat lelah langsung menuju kamar untuk beristirahat. “Semua kembali seperti semula. Ayah dan Ibu sudah pulang. Rian juga sudah bisa kembali ke rumahnya”, kata Thomas dengan pelan yang sedang duduk di teras. Tetapi ada 1 masalah yang dipikirkan Thomas. Masalah yang membuatnya sering lari ketakutan.
    “Hmmm… Apa sih yang membuat suhu di dapur selalu lebih dingin setiap malam?”, kata Thomas dalam hatinya.

    Cerpen Karangan: Newmont Djoel Panggabean
    Facebook: Totem Tectha

    Artikel Terkait

    Dapur Dingin
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email