Judul Cerpen Puisi Cinta Untuk Bunda
Bisa bermain dengan teman-teman di taman, berlari, bercanda tawa bersama pasti sangat mengasyikkan bagi anak-anak, teruntuk Dira. Impiannya sangat sederhana, bisa bermain, berlari ria bersama teman-teman seusianya di taman.
“Hujannya deras banget.” Kata Dira melihat ke arah jendela.
Aku Dira. Usiaku 7 tahun 10 bulan. Setiap hari aku menghabiskan waktuku di rumah. Aku tak seperti anak-anak lain pada umumnya. Kakiku tak bisa berjalan ataupun berlari seperti mereka. Gerakanku sangat terbatas. Tanpa kursi roda elektrik ini, mungkin aku takkan bisa apa-apa. Kata Bunda, aku menderita kanker tulang sejak lahir. Jadi, pertumbuhanku sedikit terhambat. Dari hasil tes beberapa waktu lalu, dokter spesialis yang disewa Bunda mengatakan kalau sel-sel kanker dalam tubuh mungilku ini sudah mencapai tahap akhir. Aku tak mengerti apa maksudnya. Tapi kata Bunda, aku akan segera sembuh dan bisa bermain dengan teman-teman di taman, seperti impianku selama ini. Aku sangat senang sekali mendengarnya.” Kata Dira pada boneka kelincinya.
Suatu hari, Dira sedang bermain di ruang tengah ditemani Bunda. Dira berpikir bahwa Bunda Dira adalah Bunda yang paling baik di seluruh dunia. Bunda yang selalu menemani Dira bermain dan tidak pernah meninggalkannya. Bunda juga sangat pandai. Bunda mengajari menggambar dan bermain puzzle. Dira sangat senang sekali. Saat Dira sedang menggambar, Bunda pamit ke kamar kecil sebentar. Dira sangat haus tapi Bunda belum juga kembali. Jadi, dia berusaha mengambil air yang berada di atas meja sendiri. Dia mencoba meraih gelas tapi tangannya tak sampai. Dia mencoba meraihnya sekuat tenaga tapi malah jatuh saat mencoba berdiri mengambil gelas itu. Akibatnya, mejanya miring dan menimpa tubuhnya.
Brraaaakkk!!!
Bunda berlari dengan panik dan menolong Dira. Ketika Dira tersadar dalam tidurnya, ia merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya.
“Bunda?” panggilnya pelan.
“iya, sayang. Bunda disini.” Jawab Bunda.
Saat Dira melihat Bunda, mata Bunda terlihat sembab. Mungkin Bunda habis menangis, batin Dira.
“Bunda, maafin Dira ya? Dira bikin Bunda khawatir lagi. Tadi Dira mau ngambil air minum di atas meja tapi Dira nggak bisa dan akhirnya jatuh. Maafin Dira ya, Bunda?”
“nggak sayang. Anak Bunda nggak salah. Bunda yang salah karena ninggalin Dira sendirian. Dira pasti nunggu lama ya? Maafin Bunda ya sayang?” Ucap Bunda terisak.
“Bunda jangan nangis. Dira jadi sedih kalo liat Bunda nangis.”
Bunda hanya diam dan mengangguk mengiyakan perkataan Dira, anak semata wayangnya itu. Di usianya yang baru 7 tahun itu, Dira tak pernah mengeluh sakit pada Bundanya. Ia termasuk anak yang periang dan baik hati. Semangatnya untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya membuat Bunda tersentuh dan merasa bersyukur karena telah melahirkan bidadari kecil yang sangat mengagumkan. Ia sama sekali tak menyesal memiliki anak seperti Dira. Justru Diralah yang membuat Bunda semangat untuk tetap hidup dan bertahan menerima ujian hidup yang tengah menimpanya saat ini. Meskipun usia Dira tinggal menghitung hari.
Dira sudah mulai membaik meskipun masih terlihat lemas. Meski begitu, dokter menyarankan agar Dira tetap dirawat di rumah sakit. Mengingat kondisi penyakitnya yang semakin parah. Disana, Dira bertemu dengan anak seusianya yang tengah menjenguk Ayahnya. Vava namanya. Setiap hari mereka bermain bersama. Karena kamar rawat Ayah Vava dekat dengan kamar Dira, Dira pun sering berkunjung menjenguk Ayah Vava. Mereka cepat akrab layaknya keluarga.
Suatu hari, Vava bermain boneka-bonekaan di kamar Dira. Mereka sangat asyik bermain. Saking asyiknya mereka tak sadar kalau beberapa suster berlarian menuju kamar Ayah Vava. Tiba-tiba terdengar suara tangisan seorang perempuan yang mengagetkan mereka berdua. Kemuadian Bunda Dira memanggil Vava dan memeluknya erat. Vava yang bingung melihat kerumunan di kamar Ayahnya memaksa lewat. Ia pun menghampiri Ibunya yang menangis sambil memeluk Ayahnya. Ternyata Ayah Vava meninggal.
Cerpen Karangan: Sulistyowati Barus
Facebook: Sulistyowati Barus
Bisa bermain dengan teman-teman di taman, berlari, bercanda tawa bersama pasti sangat mengasyikkan bagi anak-anak, teruntuk Dira. Impiannya sangat sederhana, bisa bermain, berlari ria bersama teman-teman seusianya di taman.
“Hujannya deras banget.” Kata Dira melihat ke arah jendela.
Aku Dira. Usiaku 7 tahun 10 bulan. Setiap hari aku menghabiskan waktuku di rumah. Aku tak seperti anak-anak lain pada umumnya. Kakiku tak bisa berjalan ataupun berlari seperti mereka. Gerakanku sangat terbatas. Tanpa kursi roda elektrik ini, mungkin aku takkan bisa apa-apa. Kata Bunda, aku menderita kanker tulang sejak lahir. Jadi, pertumbuhanku sedikit terhambat. Dari hasil tes beberapa waktu lalu, dokter spesialis yang disewa Bunda mengatakan kalau sel-sel kanker dalam tubuh mungilku ini sudah mencapai tahap akhir. Aku tak mengerti apa maksudnya. Tapi kata Bunda, aku akan segera sembuh dan bisa bermain dengan teman-teman di taman, seperti impianku selama ini. Aku sangat senang sekali mendengarnya.” Kata Dira pada boneka kelincinya.
Suatu hari, Dira sedang bermain di ruang tengah ditemani Bunda. Dira berpikir bahwa Bunda Dira adalah Bunda yang paling baik di seluruh dunia. Bunda yang selalu menemani Dira bermain dan tidak pernah meninggalkannya. Bunda juga sangat pandai. Bunda mengajari menggambar dan bermain puzzle. Dira sangat senang sekali. Saat Dira sedang menggambar, Bunda pamit ke kamar kecil sebentar. Dira sangat haus tapi Bunda belum juga kembali. Jadi, dia berusaha mengambil air yang berada di atas meja sendiri. Dia mencoba meraih gelas tapi tangannya tak sampai. Dia mencoba meraihnya sekuat tenaga tapi malah jatuh saat mencoba berdiri mengambil gelas itu. Akibatnya, mejanya miring dan menimpa tubuhnya.
Brraaaakkk!!!
Bunda berlari dengan panik dan menolong Dira. Ketika Dira tersadar dalam tidurnya, ia merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya.
“Bunda?” panggilnya pelan.
“iya, sayang. Bunda disini.” Jawab Bunda.
Saat Dira melihat Bunda, mata Bunda terlihat sembab. Mungkin Bunda habis menangis, batin Dira.
“Bunda, maafin Dira ya? Dira bikin Bunda khawatir lagi. Tadi Dira mau ngambil air minum di atas meja tapi Dira nggak bisa dan akhirnya jatuh. Maafin Dira ya, Bunda?”
“nggak sayang. Anak Bunda nggak salah. Bunda yang salah karena ninggalin Dira sendirian. Dira pasti nunggu lama ya? Maafin Bunda ya sayang?” Ucap Bunda terisak.
“Bunda jangan nangis. Dira jadi sedih kalo liat Bunda nangis.”
Bunda hanya diam dan mengangguk mengiyakan perkataan Dira, anak semata wayangnya itu. Di usianya yang baru 7 tahun itu, Dira tak pernah mengeluh sakit pada Bundanya. Ia termasuk anak yang periang dan baik hati. Semangatnya untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya membuat Bunda tersentuh dan merasa bersyukur karena telah melahirkan bidadari kecil yang sangat mengagumkan. Ia sama sekali tak menyesal memiliki anak seperti Dira. Justru Diralah yang membuat Bunda semangat untuk tetap hidup dan bertahan menerima ujian hidup yang tengah menimpanya saat ini. Meskipun usia Dira tinggal menghitung hari.
Dira sudah mulai membaik meskipun masih terlihat lemas. Meski begitu, dokter menyarankan agar Dira tetap dirawat di rumah sakit. Mengingat kondisi penyakitnya yang semakin parah. Disana, Dira bertemu dengan anak seusianya yang tengah menjenguk Ayahnya. Vava namanya. Setiap hari mereka bermain bersama. Karena kamar rawat Ayah Vava dekat dengan kamar Dira, Dira pun sering berkunjung menjenguk Ayah Vava. Mereka cepat akrab layaknya keluarga.
Suatu hari, Vava bermain boneka-bonekaan di kamar Dira. Mereka sangat asyik bermain. Saking asyiknya mereka tak sadar kalau beberapa suster berlarian menuju kamar Ayah Vava. Tiba-tiba terdengar suara tangisan seorang perempuan yang mengagetkan mereka berdua. Kemuadian Bunda Dira memanggil Vava dan memeluknya erat. Vava yang bingung melihat kerumunan di kamar Ayahnya memaksa lewat. Ia pun menghampiri Ibunya yang menangis sambil memeluk Ayahnya. Ternyata Ayah Vava meninggal.
Cerpen Karangan: Sulistyowati Barus
Facebook: Sulistyowati Barus
Puisi Cinta Untuk Bunda
4/
5
Oleh
Unknown