Judul Cerpen Cintaku Adalah Kekasihnya (Part 2)
Setahun berlalu
Kini aku telah duduk di bangku kelas 3 SMA. Banyak hari-hari yang sudah ku lewati, namun hingga kini aku tak pernah akrab dengan temanku itu, risal.
Kini risal mulai berubah, ia jadi lebih sering di masjid, membaca, ikut kajian islami, dan tentunya shalat. Jujur aku mulai kagum dengannya, dia yang kini sangat berbeda dengan yang dahulu, bahkan dia sudah tidak pernah dekat dengan wanita lagi, dibandingkan dulu semua wanita dia ajak cerita, dia ajak bercanda, dia ajak foto, dan hampir pula semua wanita dia ajak pacaran. Aku penasaran, kenapa dia tiba-tiba berubah drastis seperti ini.
Seminggu kemudian…
Semakin hari aku semakin kagum dengannya, kini dia sangat pendiam, dulu dia sering menggangguku tapi kini dia hanya diam menunduk sepanjang jalan. Karena penasaran aku mencoba mengajaknya mengobrol dengan sopan.
“afwan risal, assalamualaikum?” sambil menghampiri risal
“oh sahwa waalaikumslam warahmatullah” jawab risal
“boleh bertanya akhii?”
“mmm, apa itu yang mau ditanyakan?”
“kamu berubah cukup drastis, nggak kayak dulu!!” mencoba membuka pembicaraan.
“oohh, soal itu, pasti kamu kaget kan lihat aku yang sekarang?”
“eemm, cukup kaget!” jawabku singkat.
“karena aku ingin wanita yang sholehah, maka aku harus jadi pria yang sholeh juga kan?”
“maksudnya?” tanyaku sederhana.
“maksudnya, aku ingin mendapatkan jodoh wanita yang baik, jadi aku harus jadi laki-laki yang baik kan? di samping itu, aku ini kan pemimpin, jadi aku harus punya banyak pengetahuan untuk memimpin keluargaku nanti, karena ketika sudah menikah nanti aku ingin membawa keluargaku menuju surga-Nya sang Ilahi Rabbii.”
“eemm, gitu yaah? berarti perempuan yang akan jadi pendampingmu nanti beruntung banget, karena dia bersama seorang pemimpin yang mengutamakan kebahagiaan keluarganya” sambil tersenyum dan pergi.
Aku pun menjalani hari-hariku seperti yang lalu-lalu, tapi kini ada yang berubah pada diriku, aku rasa aku jatuh hati pada risal, tapi aku nggak pernah bicara ke siapa-siapa. Semakin hari aku semakin suka dengan risal, suka dengan sikapnya, tutur katanya dan semua tentangnya.
Dia benar, salah satu hadits berbunyi, “cintailah kekasihmu sewajarnya saja karena bisa jadi suatu saat nanti dia akan menjadi orang yang kamu benci. bencilah sewajarnya saja karena bisa jadi suatu saat nanti dia akan menjadi kekasihmu.” (HR. AL-TIRMIDZI)
Kini aku menyukainya, aku akui itu, namun dia nampak biasa, dia nampak seperti seseorang tanpa rasa, lebih tepatnya rasa cinta untuk mereka-mereka, juga padaku yang sedang menyukainya.
Hanya tinggal beberapa hari lagi kita akan memasuki UN tingkat SMA/MA. Dan itu berarti tidak berapa lama lagi kita akan berpisah.
Malam itu aku hanya termenung memikirkan perasaanku yang kupendam sendiri dengan sepenuh hati. Aku berusaha mencari jalan keluar dari perasaanku ini, malam itu aku shalat istikharah meminta petunjuk dari sang Ilahi rabbii. Karena aku ingin tau bagaimana perasaan risal kepadaku, namun aku tak mugkin menanyakannya langsung pada risal.
Ujian telah berlalu sebagian teman-temanku ada yang sudah pergi kuliah lebih dahulu dan kudengar besok risal akan berangkat, heem jujur sedih rasanya, namun sebuah keharusan untuk berpisah. Aku menatap langit dengan tatapan kosong karena memikirkan hal yang sebelumnya tak pernah ku pikirkan. Ditemani malam yang dingin, kamar yang sepi, jendela yang terbuka dengan hiasan langit berbintang bersama redupnya cahaya malam aku pun menangis, mengapa aku mencintai seseorang yang kenyataannya akan pergi meninggalkanku, bahkan tak ada kepastian kapan kita akan bertemu, mengapa aku menyimpan hati pada seseorang yang bahkan entah dia mencintaiku ataukah tidak sama sekali, mengapa aku mencintai seseorang yang dulunya begitu kubenci, dan mengapa cintaku berakhir seperti ini, aku bahkan belum sempat mengatakan apapun padanya, ya Rabbii mengapa ujian ini engkau timpakan padaku? kumohon tenangkan hati ini rabbii.”
Seusai meratapi perasaanku sendiri aku teringat, malam ini aku berencana untuk ke masjid raya, ada acara baca puisi di sana. Dan ternyata ada risal di sana. Setelah 1 peserta lagi aku akan naik membawakan puisiku, dan tiba-tiba risal datang mendekatiku
“assalamualaikum sahwa, udah mau naik yah?” tanyanya padaku
“eeh, waalaikumslam, iya 1 peserta lagi.”
“jangan gugup yahh puisi kamu ditunggu banyak orang, bacalah dengan ikhlas, dan nikmatilah puisinya dengan hatimu, dan ketika kamu mulai gugup, lihatlah akuu, hehhehe”
“heeem, terima kasih sarannya.” Aku menjadi salting.
Aku pun naik dan membacakan puisiku. Setelah berpuisi aku langsung membereskan barang-barangku. Saat aku hendak pulang nampak dia tersenyum padaku. Dan untuk pertama kalinya sejak ia berubah, ia tersenyum seperti itu padaku. heem
Saat sampai di rumah aku melihat ada kertas di tasku dan ternyata itu surat dari risal.
Assalamualaikum ukhtii
Afwan jikalau aku membuang waktumu untuk membaca surat sederhanaku. Aku hanya ingin bilang padamu ukhtii, sejak dulu saat pertama kita bertemu hingga kini saat kita hendak berpisah lagi AKU MASIH MENCINTAIMU. tidak peduli bagaimanapun perasaanmu padaku, yang terpenting adalah aku mencintaimu, jaga dirimu selalu jikalau kita sudah berpisah nanti, kalaupun kau bukan jodohku, ku mohon ingatlah selalu bahwa aku pernah mencintaimu. Kalau kau membenci surat ini buang saja asalkan kumohon bacalah dulu sampai akhir surat ini, ini pun mungkin akan penjadi surat pertama dan terakhirku, aku sangat mencintaimu sahwa, maaf jika aku pernah membuatmu marah dan membenciku, namun ku mohon maafkanlah aku, besok aku akan pergi dan kamu tidak akan melihatku lagi, jadi kumohon jaga dirimu selalu, semoga di lain waktu kita dapat bertemu. Sahwa? pada hatimu yang damai itu, kumohon jagalah cintaku, kumohoon lindungi ragaku, dan izinkan aku untuk tetap mencintaimu selalu, meskipun tidak untukmu. Sahwa? terimakasih telah mengajariku banyak hal, hingga aku dapat berubah seperti sekarang, sahwa, pada jiwamu ku titip hatiku, pada hatiku, kuminta jiwamu. Kumohon jangan lupakan aku meskipun hanya sebagai seseorang yang pernah menyakitimu. Aku janji jika aku sudah punya masa depan nanti aku akan mencarimu, dan aku akan membuatmu bahagia dengan cintaku. Tunggu aku di masa depanmu, sampaikan salamku pada orangtuamu, terima kasih sahwa di penghujung surat ini aku hanya ingin bilang ana uhibbuki ya ukhtii, yaa aku mencintaimu sahwa selalu mencintaimu..
Muhamad risaldi
Tanpa kata-kata dan aku hanya bisa menangis. Rasanya ingin ku bertemu dengannya dan melihatnya.
Keesokan harinya aku bergegas menuju pelabuhan berharap bisa bertemu dengannya, kalaupun untuk yang terakhir kalinya. Di tengah rimbunan orang, aku terlihat bagai angin taak berarah, melihat ke segalah arah tanpa tau yang mana yang akan menjadi tujuannya, sambil berharap akan ada sesorang yang hadir menghiasi mata yang yang penuh tanya yang tengah rindu bertemu dengannya.
Aku terus melihat semua sosok di depanku hingga mataku terhenti sejenak saat ku melihat sosok yang membuatku merindu pada hal yang baru. Rabbi mengabulkan doaku untuk bertemu dengannya tapi tidak untuk berbicara padanya. Setidaknya, aku dapat melihat senyumnya yang mungkin akan kurindukan.
Setahun berlalu, kini aku tengah berada di pesantren, dan hari-hariku selalu dihiasi dengan kerinduan, penantian dan kesabaran untuk bertemu dengannya. Aku pernah jatuh cinta pada hati yang lainnya, namun aku tak pernah berusaha melupakannya hingga kini, yang tersimpan adalah kerinduan yang mendalam pada cinta yang bahkan tak pernah memanjakanku dengan sikapnya. Aku masih terus berharap untuk kembali bertemu dengannya.
Hari itu, aku sedang membaca di bawah pohon depan masjid, dan terdengar dari belakang ada suara seseorang yang memberi salam padaku.
“assalamualaikum sahwa”
Sambil menjawab salamnya dengan perlahan aku berbalik, mencari wajah seseorang yang menyampaikan salam itu, dan ketika mataku bertemu dengan tatapannya, aku pun terkejut, hingga aku tak dapat berkata apa-apa. Dia adalah ilham, lelaki yang pernah mengucapkan selamat tinggal saat 12 jam terakhir pertemuan kita. Kini dia berdiri di hadapanku dengan mata berkaca yang seakan penuh kerinduan, aku pun seakan mampu membaca tatapannya dengan hatiku.
“bagaimana kabarmu sahwa?” sambil tersenyum dan menatapku.
“ilham, kapan kamu datang, dddan dari mana kamu tahu kalau aku di pesantren, daan dengan siapa kamu ke sini?” dengan wajah kebingungan dan bicara yang gagap.
“kamu belum jawab sahwa, bagaimana kabarmu?”
“alhamdulillah aku baik-baik saja am”
Sambil tersenyum ia pun menjawabku
“cintaku melacak keberadaanmu, dan akhirnya hatiku menemukanmu, tepat di hadapanku.” Tegasnya sambil tersenyum manis
“ilham, kamu ini aku serius,”
Dia pun hanya tertawa, dan mengajakku pergi ke teras masjid untuk bercerita dengannya, kami bercerita cukup lama dan panjang hingga akhirnya, tiba pada menit dimana aku tidak pernah menduga bahwa akan seperti ini.
“sahwa, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim dan mengharapkan ridho-Nya saya ingin melamarmu, izinkan saya memimpinmu, dan menjadi imammu, yang memberi nafkah untukmu, serta berbagi kebahagiaan bersamamu.” Dengan wajah penuh keseriusan ia mengatakannya.
Aku terkaku, terpaku, terdiam, terhentak, dan tak mampu berkata apapun saat itu, namun aku tetap berusaha tuk menjawabnya, entah kenapa aku terus mengingat risal, bahkan saat aku ingin menjawabnya hanya risal yang kuingat.
“ilham, bukan maksudku ingin mengecawakanmu, apalagi menyakitimu, namun aku tak ingin memberimu cinta yang separuh, aku ingin memberimu cinta yang sepenuhnya. Tapi, aku tak bisa ilham, aku tak bisa memberimu cinta, karena hatiku sudah dimiliki oleh orang lain. Maafkanlah aku ilham, ku mohon maafkanlah aku yang terlalu jahat untuk karena mengatakan ini, tapi yakinlah dan aku percaya kau pasti akan mendapatkan seorang bidadari syurga, yang penuh akan cinta, yang memberimu kebahagiaan seutuhnya, bukan yang seperti saya yang tak mampu mencintaimu.”
Aku pun langsung pergi meninggalkannya dengan penuh air mata, begitu pula dengannya, dia menangis dan aku tak sanggup melihatnya, saat aku sedang berjalan meninggalkannya, hatiku seakan mendorongku untuk kembali, dan ketika aku berbalik dan melihatnya aku pun langsung menghampirinya dan merapatkan kedua telapak tanganku untuk meminta maaf padanya.
“ilham, aku mohon aku mohon ilham jangan menangis, aku mohon jangan menangis seperti itu, aku minta maaf ilham, sungguh aku minta maaf, aku hanya tidak ingin memberimu cinta yang pada dasarnya bukan untukmu, aku tidak ingin memberimu kebahgiaan palsu dan aku tak mampu menciptakan kebahagiiaan yang sesungguhnya untukmu, kumohon ilham tinggalkan aku dan carilah bidadarimu, jangan berharap lagi padaku, dan pada siapapun itu, kecuali pada Rabbmu karena Dialah yang mengetahui takdirmu.”
Dan aku pun benar-benar meninggalkannya. Dia telah pergi dan mungkin aku tak akan menemuinya lagi.
Aku terus meratapi kejadian hari ini hingga saat waktu shalat magrib pun tiba dan aku pun langsung bergegas melaksanakan shalat, di tengah sujud terakhirku kutitipkan doa panjangku pada-Nya.
“rabbii, betapa murah hatinya engkau ketika engkau mengampuni dosaku, betapa pengasih Engkau ketika engkau membiarkanku merasakan nikmat cinta-MU, betapa penyayangnya Engkau ketika Engkau membiarkanku tuk kembali bertemu dengannya, rabbii, pada hati yang Engkau lindungi kumohon izinkan aku tuk dilindungi. Rabbi, jikalau bukanlah pasanganku maka ajari aku tuk lebih dewasa lagi, dan jikalau dialah jodohku, maka izinkanku tuk bersama denganya dengan penuh keridhoan-Mu. Kalaupun dia bukan jodohku izinkam aku tuk melihatnya, untuk terakhir kali sebelum aku memilih untuk pergi dari hatinya, hidupnya, jiwanya, dan cintanya.. Engkaulah Rabbi sang pengabul harapanku.
Sebulan berlalu…
“kak sahwa, ada yang nyari kakak di depan” sapa seorang santriwati padaku
“siapa dek?” tanyaku singkat
“nggak tau kak, intinya dia cowok” jelasnya singkat
“cowok? siapa yah? ohya makasih ya dek!
“iye kak sama-sama”
Aku langsung menuju ke depan, dan betapa kagetnya aku saat bertemu dengannya, namun ada yang lain pada wajahnya, senyum penuh keraguan yang kurasakan nampaknya akan beriringan dengan kekecewaan.
“assalamualaikum sahwa!!” dengan nada seperti merasa bersalah
“waalaikumslam akhii, kamu sudah dapat masa depanmu, sampe nyariin aku? jawabku menyenangkan suasana
“iya wa, udahh, aku kerja di bagian pelayaran” jawabnya datar
“alhamdulillah, terima kasih sudah nepatin janji untuk cari aku,”
Sambil menatapku dan tanpa kusangka dia menangis saat melihatku.
“kamu kenapa risal? apa ada yang salah?” tanyaku agak kaget.
“wa, maaf bukan maksud ingin mengkhianatimu, juga ingin mengecewakanmu, wallahii sahwa saya tidak bermaksud untuk menyakitimu, namun maafkan aku yang memintamu tuk menunggu, maafkan aku yang memintamu tuk menantiku, maafkan aku dari awal perkenalanku selalu ku menyakitimu bahkan hingga akhir ceritaku aku masih menyakitimu, sahwa afwan afwan sahwa maaff sahwa maaf”
“memangnya kenapa risal? jawab?” jawabku sambil meneteskan air mata
Dari sisi lain kudengar suara seorang wanita mengucapkan salam
“assalamualaikum sahwa?”
“waa aalaikumslam!!
Sambil mengulurkan tanganya ia mengajakku berkenalan.
“saya istrinya risal, nama saya unhy” sambil tersenyum
Tanpa mejawab apapun saya langsung menangis, saya tidak tahu harus bagaimana dan mengatakan apa, saya hanya bisa menutup wajahku dengan telapak tanganku sambil menangis di depan mereka berdua, dan mengapa allah memberi cobaan ini padaku, saya terus beristighfar dan juga menangis. Sambil mengusap air mataku aku pun berusaha mengatakan isi hatiku padanya.
“risal, saya tahu saya memang tidak sebaik dan sesempurna istrimu ini, tapi setidaknya saya pernah kau cintai, kau memintaku menunggumu, dan aku menunggu, kau memintaku menjaga hatiku dan aku pun melindungi hatiku dengan begitu baiknya, tapi mengapa kau mengkhianatiku seperti ini, setidaknya tak dapatkah kau sampaikan terlebih dulu bahwa sudah saatnya saya berhenti menanti, kau tidak punya hati, aku menolak lamarannya karena percaya padamu dan kau kembali dengan ini, risal dimana hatimu risal? dimana? mengapa kau mengenalku hanya untuk menyakitiku? apa salahku? aku menjaga hatiku untukmu risal, hanya untukmu, tapi mengapa ini balasanmu risal, (sambil menangis) setidaknya terima kasih sempat mengajariku tentang cinta, kesabaran, penantian dan pada akhirnya pada akhirnya aku pun harus belajar tentang keikhlasan, rabbi maha adil dia memeberikanmu bidadari yang terlalu sempurna untuk diabaikan, risal saya mencintaimu dengan hatiku, dan akan melupakanmu dengaan cintaku, terima kasih telah memintaku menanti dan kemudian dikhianati. Jagalah istrimu, bahagiakan dia, dan jadilah imam yang baik seperti yang dulu yang sempat kau katakan padaku. Terima kasih sempat membuatku menunggu”
THE END
Cerpen Karangan: Riza Novelia Ananda Malra
Facebook: Riza Novelia Ciimpa
Setahun berlalu
Kini aku telah duduk di bangku kelas 3 SMA. Banyak hari-hari yang sudah ku lewati, namun hingga kini aku tak pernah akrab dengan temanku itu, risal.
Kini risal mulai berubah, ia jadi lebih sering di masjid, membaca, ikut kajian islami, dan tentunya shalat. Jujur aku mulai kagum dengannya, dia yang kini sangat berbeda dengan yang dahulu, bahkan dia sudah tidak pernah dekat dengan wanita lagi, dibandingkan dulu semua wanita dia ajak cerita, dia ajak bercanda, dia ajak foto, dan hampir pula semua wanita dia ajak pacaran. Aku penasaran, kenapa dia tiba-tiba berubah drastis seperti ini.
Seminggu kemudian…
Semakin hari aku semakin kagum dengannya, kini dia sangat pendiam, dulu dia sering menggangguku tapi kini dia hanya diam menunduk sepanjang jalan. Karena penasaran aku mencoba mengajaknya mengobrol dengan sopan.
“afwan risal, assalamualaikum?” sambil menghampiri risal
“oh sahwa waalaikumslam warahmatullah” jawab risal
“boleh bertanya akhii?”
“mmm, apa itu yang mau ditanyakan?”
“kamu berubah cukup drastis, nggak kayak dulu!!” mencoba membuka pembicaraan.
“oohh, soal itu, pasti kamu kaget kan lihat aku yang sekarang?”
“eemm, cukup kaget!” jawabku singkat.
“karena aku ingin wanita yang sholehah, maka aku harus jadi pria yang sholeh juga kan?”
“maksudnya?” tanyaku sederhana.
“maksudnya, aku ingin mendapatkan jodoh wanita yang baik, jadi aku harus jadi laki-laki yang baik kan? di samping itu, aku ini kan pemimpin, jadi aku harus punya banyak pengetahuan untuk memimpin keluargaku nanti, karena ketika sudah menikah nanti aku ingin membawa keluargaku menuju surga-Nya sang Ilahi Rabbii.”
“eemm, gitu yaah? berarti perempuan yang akan jadi pendampingmu nanti beruntung banget, karena dia bersama seorang pemimpin yang mengutamakan kebahagiaan keluarganya” sambil tersenyum dan pergi.
Aku pun menjalani hari-hariku seperti yang lalu-lalu, tapi kini ada yang berubah pada diriku, aku rasa aku jatuh hati pada risal, tapi aku nggak pernah bicara ke siapa-siapa. Semakin hari aku semakin suka dengan risal, suka dengan sikapnya, tutur katanya dan semua tentangnya.
Dia benar, salah satu hadits berbunyi, “cintailah kekasihmu sewajarnya saja karena bisa jadi suatu saat nanti dia akan menjadi orang yang kamu benci. bencilah sewajarnya saja karena bisa jadi suatu saat nanti dia akan menjadi kekasihmu.” (HR. AL-TIRMIDZI)
Kini aku menyukainya, aku akui itu, namun dia nampak biasa, dia nampak seperti seseorang tanpa rasa, lebih tepatnya rasa cinta untuk mereka-mereka, juga padaku yang sedang menyukainya.
Hanya tinggal beberapa hari lagi kita akan memasuki UN tingkat SMA/MA. Dan itu berarti tidak berapa lama lagi kita akan berpisah.
Malam itu aku hanya termenung memikirkan perasaanku yang kupendam sendiri dengan sepenuh hati. Aku berusaha mencari jalan keluar dari perasaanku ini, malam itu aku shalat istikharah meminta petunjuk dari sang Ilahi rabbii. Karena aku ingin tau bagaimana perasaan risal kepadaku, namun aku tak mugkin menanyakannya langsung pada risal.
Ujian telah berlalu sebagian teman-temanku ada yang sudah pergi kuliah lebih dahulu dan kudengar besok risal akan berangkat, heem jujur sedih rasanya, namun sebuah keharusan untuk berpisah. Aku menatap langit dengan tatapan kosong karena memikirkan hal yang sebelumnya tak pernah ku pikirkan. Ditemani malam yang dingin, kamar yang sepi, jendela yang terbuka dengan hiasan langit berbintang bersama redupnya cahaya malam aku pun menangis, mengapa aku mencintai seseorang yang kenyataannya akan pergi meninggalkanku, bahkan tak ada kepastian kapan kita akan bertemu, mengapa aku menyimpan hati pada seseorang yang bahkan entah dia mencintaiku ataukah tidak sama sekali, mengapa aku mencintai seseorang yang dulunya begitu kubenci, dan mengapa cintaku berakhir seperti ini, aku bahkan belum sempat mengatakan apapun padanya, ya Rabbii mengapa ujian ini engkau timpakan padaku? kumohon tenangkan hati ini rabbii.”
Seusai meratapi perasaanku sendiri aku teringat, malam ini aku berencana untuk ke masjid raya, ada acara baca puisi di sana. Dan ternyata ada risal di sana. Setelah 1 peserta lagi aku akan naik membawakan puisiku, dan tiba-tiba risal datang mendekatiku
“assalamualaikum sahwa, udah mau naik yah?” tanyanya padaku
“eeh, waalaikumslam, iya 1 peserta lagi.”
“jangan gugup yahh puisi kamu ditunggu banyak orang, bacalah dengan ikhlas, dan nikmatilah puisinya dengan hatimu, dan ketika kamu mulai gugup, lihatlah akuu, hehhehe”
“heeem, terima kasih sarannya.” Aku menjadi salting.
Aku pun naik dan membacakan puisiku. Setelah berpuisi aku langsung membereskan barang-barangku. Saat aku hendak pulang nampak dia tersenyum padaku. Dan untuk pertama kalinya sejak ia berubah, ia tersenyum seperti itu padaku. heem
Saat sampai di rumah aku melihat ada kertas di tasku dan ternyata itu surat dari risal.
Assalamualaikum ukhtii
Afwan jikalau aku membuang waktumu untuk membaca surat sederhanaku. Aku hanya ingin bilang padamu ukhtii, sejak dulu saat pertama kita bertemu hingga kini saat kita hendak berpisah lagi AKU MASIH MENCINTAIMU. tidak peduli bagaimanapun perasaanmu padaku, yang terpenting adalah aku mencintaimu, jaga dirimu selalu jikalau kita sudah berpisah nanti, kalaupun kau bukan jodohku, ku mohon ingatlah selalu bahwa aku pernah mencintaimu. Kalau kau membenci surat ini buang saja asalkan kumohon bacalah dulu sampai akhir surat ini, ini pun mungkin akan penjadi surat pertama dan terakhirku, aku sangat mencintaimu sahwa, maaf jika aku pernah membuatmu marah dan membenciku, namun ku mohon maafkanlah aku, besok aku akan pergi dan kamu tidak akan melihatku lagi, jadi kumohon jaga dirimu selalu, semoga di lain waktu kita dapat bertemu. Sahwa? pada hatimu yang damai itu, kumohon jagalah cintaku, kumohoon lindungi ragaku, dan izinkan aku untuk tetap mencintaimu selalu, meskipun tidak untukmu. Sahwa? terimakasih telah mengajariku banyak hal, hingga aku dapat berubah seperti sekarang, sahwa, pada jiwamu ku titip hatiku, pada hatiku, kuminta jiwamu. Kumohon jangan lupakan aku meskipun hanya sebagai seseorang yang pernah menyakitimu. Aku janji jika aku sudah punya masa depan nanti aku akan mencarimu, dan aku akan membuatmu bahagia dengan cintaku. Tunggu aku di masa depanmu, sampaikan salamku pada orangtuamu, terima kasih sahwa di penghujung surat ini aku hanya ingin bilang ana uhibbuki ya ukhtii, yaa aku mencintaimu sahwa selalu mencintaimu..
Muhamad risaldi
Tanpa kata-kata dan aku hanya bisa menangis. Rasanya ingin ku bertemu dengannya dan melihatnya.
Keesokan harinya aku bergegas menuju pelabuhan berharap bisa bertemu dengannya, kalaupun untuk yang terakhir kalinya. Di tengah rimbunan orang, aku terlihat bagai angin taak berarah, melihat ke segalah arah tanpa tau yang mana yang akan menjadi tujuannya, sambil berharap akan ada sesorang yang hadir menghiasi mata yang yang penuh tanya yang tengah rindu bertemu dengannya.
Aku terus melihat semua sosok di depanku hingga mataku terhenti sejenak saat ku melihat sosok yang membuatku merindu pada hal yang baru. Rabbi mengabulkan doaku untuk bertemu dengannya tapi tidak untuk berbicara padanya. Setidaknya, aku dapat melihat senyumnya yang mungkin akan kurindukan.
Setahun berlalu, kini aku tengah berada di pesantren, dan hari-hariku selalu dihiasi dengan kerinduan, penantian dan kesabaran untuk bertemu dengannya. Aku pernah jatuh cinta pada hati yang lainnya, namun aku tak pernah berusaha melupakannya hingga kini, yang tersimpan adalah kerinduan yang mendalam pada cinta yang bahkan tak pernah memanjakanku dengan sikapnya. Aku masih terus berharap untuk kembali bertemu dengannya.
Hari itu, aku sedang membaca di bawah pohon depan masjid, dan terdengar dari belakang ada suara seseorang yang memberi salam padaku.
“assalamualaikum sahwa”
Sambil menjawab salamnya dengan perlahan aku berbalik, mencari wajah seseorang yang menyampaikan salam itu, dan ketika mataku bertemu dengan tatapannya, aku pun terkejut, hingga aku tak dapat berkata apa-apa. Dia adalah ilham, lelaki yang pernah mengucapkan selamat tinggal saat 12 jam terakhir pertemuan kita. Kini dia berdiri di hadapanku dengan mata berkaca yang seakan penuh kerinduan, aku pun seakan mampu membaca tatapannya dengan hatiku.
“bagaimana kabarmu sahwa?” sambil tersenyum dan menatapku.
“ilham, kapan kamu datang, dddan dari mana kamu tahu kalau aku di pesantren, daan dengan siapa kamu ke sini?” dengan wajah kebingungan dan bicara yang gagap.
“kamu belum jawab sahwa, bagaimana kabarmu?”
“alhamdulillah aku baik-baik saja am”
Sambil tersenyum ia pun menjawabku
“cintaku melacak keberadaanmu, dan akhirnya hatiku menemukanmu, tepat di hadapanku.” Tegasnya sambil tersenyum manis
“ilham, kamu ini aku serius,”
Dia pun hanya tertawa, dan mengajakku pergi ke teras masjid untuk bercerita dengannya, kami bercerita cukup lama dan panjang hingga akhirnya, tiba pada menit dimana aku tidak pernah menduga bahwa akan seperti ini.
“sahwa, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim dan mengharapkan ridho-Nya saya ingin melamarmu, izinkan saya memimpinmu, dan menjadi imammu, yang memberi nafkah untukmu, serta berbagi kebahagiaan bersamamu.” Dengan wajah penuh keseriusan ia mengatakannya.
Aku terkaku, terpaku, terdiam, terhentak, dan tak mampu berkata apapun saat itu, namun aku tetap berusaha tuk menjawabnya, entah kenapa aku terus mengingat risal, bahkan saat aku ingin menjawabnya hanya risal yang kuingat.
“ilham, bukan maksudku ingin mengecawakanmu, apalagi menyakitimu, namun aku tak ingin memberimu cinta yang separuh, aku ingin memberimu cinta yang sepenuhnya. Tapi, aku tak bisa ilham, aku tak bisa memberimu cinta, karena hatiku sudah dimiliki oleh orang lain. Maafkanlah aku ilham, ku mohon maafkanlah aku yang terlalu jahat untuk karena mengatakan ini, tapi yakinlah dan aku percaya kau pasti akan mendapatkan seorang bidadari syurga, yang penuh akan cinta, yang memberimu kebahagiaan seutuhnya, bukan yang seperti saya yang tak mampu mencintaimu.”
Aku pun langsung pergi meninggalkannya dengan penuh air mata, begitu pula dengannya, dia menangis dan aku tak sanggup melihatnya, saat aku sedang berjalan meninggalkannya, hatiku seakan mendorongku untuk kembali, dan ketika aku berbalik dan melihatnya aku pun langsung menghampirinya dan merapatkan kedua telapak tanganku untuk meminta maaf padanya.
“ilham, aku mohon aku mohon ilham jangan menangis, aku mohon jangan menangis seperti itu, aku minta maaf ilham, sungguh aku minta maaf, aku hanya tidak ingin memberimu cinta yang pada dasarnya bukan untukmu, aku tidak ingin memberimu kebahgiaan palsu dan aku tak mampu menciptakan kebahagiiaan yang sesungguhnya untukmu, kumohon ilham tinggalkan aku dan carilah bidadarimu, jangan berharap lagi padaku, dan pada siapapun itu, kecuali pada Rabbmu karena Dialah yang mengetahui takdirmu.”
Dan aku pun benar-benar meninggalkannya. Dia telah pergi dan mungkin aku tak akan menemuinya lagi.
Aku terus meratapi kejadian hari ini hingga saat waktu shalat magrib pun tiba dan aku pun langsung bergegas melaksanakan shalat, di tengah sujud terakhirku kutitipkan doa panjangku pada-Nya.
“rabbii, betapa murah hatinya engkau ketika engkau mengampuni dosaku, betapa pengasih Engkau ketika engkau membiarkanku merasakan nikmat cinta-MU, betapa penyayangnya Engkau ketika Engkau membiarkanku tuk kembali bertemu dengannya, rabbii, pada hati yang Engkau lindungi kumohon izinkan aku tuk dilindungi. Rabbi, jikalau bukanlah pasanganku maka ajari aku tuk lebih dewasa lagi, dan jikalau dialah jodohku, maka izinkanku tuk bersama denganya dengan penuh keridhoan-Mu. Kalaupun dia bukan jodohku izinkam aku tuk melihatnya, untuk terakhir kali sebelum aku memilih untuk pergi dari hatinya, hidupnya, jiwanya, dan cintanya.. Engkaulah Rabbi sang pengabul harapanku.
Sebulan berlalu…
“kak sahwa, ada yang nyari kakak di depan” sapa seorang santriwati padaku
“siapa dek?” tanyaku singkat
“nggak tau kak, intinya dia cowok” jelasnya singkat
“cowok? siapa yah? ohya makasih ya dek!
“iye kak sama-sama”
Aku langsung menuju ke depan, dan betapa kagetnya aku saat bertemu dengannya, namun ada yang lain pada wajahnya, senyum penuh keraguan yang kurasakan nampaknya akan beriringan dengan kekecewaan.
“assalamualaikum sahwa!!” dengan nada seperti merasa bersalah
“waalaikumslam akhii, kamu sudah dapat masa depanmu, sampe nyariin aku? jawabku menyenangkan suasana
“iya wa, udahh, aku kerja di bagian pelayaran” jawabnya datar
“alhamdulillah, terima kasih sudah nepatin janji untuk cari aku,”
Sambil menatapku dan tanpa kusangka dia menangis saat melihatku.
“kamu kenapa risal? apa ada yang salah?” tanyaku agak kaget.
“wa, maaf bukan maksud ingin mengkhianatimu, juga ingin mengecewakanmu, wallahii sahwa saya tidak bermaksud untuk menyakitimu, namun maafkan aku yang memintamu tuk menunggu, maafkan aku yang memintamu tuk menantiku, maafkan aku dari awal perkenalanku selalu ku menyakitimu bahkan hingga akhir ceritaku aku masih menyakitimu, sahwa afwan afwan sahwa maaff sahwa maaf”
“memangnya kenapa risal? jawab?” jawabku sambil meneteskan air mata
Dari sisi lain kudengar suara seorang wanita mengucapkan salam
“assalamualaikum sahwa?”
“waa aalaikumslam!!
Sambil mengulurkan tanganya ia mengajakku berkenalan.
“saya istrinya risal, nama saya unhy” sambil tersenyum
Tanpa mejawab apapun saya langsung menangis, saya tidak tahu harus bagaimana dan mengatakan apa, saya hanya bisa menutup wajahku dengan telapak tanganku sambil menangis di depan mereka berdua, dan mengapa allah memberi cobaan ini padaku, saya terus beristighfar dan juga menangis. Sambil mengusap air mataku aku pun berusaha mengatakan isi hatiku padanya.
“risal, saya tahu saya memang tidak sebaik dan sesempurna istrimu ini, tapi setidaknya saya pernah kau cintai, kau memintaku menunggumu, dan aku menunggu, kau memintaku menjaga hatiku dan aku pun melindungi hatiku dengan begitu baiknya, tapi mengapa kau mengkhianatiku seperti ini, setidaknya tak dapatkah kau sampaikan terlebih dulu bahwa sudah saatnya saya berhenti menanti, kau tidak punya hati, aku menolak lamarannya karena percaya padamu dan kau kembali dengan ini, risal dimana hatimu risal? dimana? mengapa kau mengenalku hanya untuk menyakitiku? apa salahku? aku menjaga hatiku untukmu risal, hanya untukmu, tapi mengapa ini balasanmu risal, (sambil menangis) setidaknya terima kasih sempat mengajariku tentang cinta, kesabaran, penantian dan pada akhirnya pada akhirnya aku pun harus belajar tentang keikhlasan, rabbi maha adil dia memeberikanmu bidadari yang terlalu sempurna untuk diabaikan, risal saya mencintaimu dengan hatiku, dan akan melupakanmu dengaan cintaku, terima kasih telah memintaku menanti dan kemudian dikhianati. Jagalah istrimu, bahagiakan dia, dan jadilah imam yang baik seperti yang dulu yang sempat kau katakan padaku. Terima kasih sempat membuatku menunggu”
THE END
Cerpen Karangan: Riza Novelia Ananda Malra
Facebook: Riza Novelia Ciimpa
Cintaku Adalah Kekasihnya (Part 2)
4/
5
Oleh
Unknown