Judul Cerpen Teman Baru
Aku siswi kelas 2 SMK di daerah DKI Jakarta. Dan hari ini tepat UAS semester genap. Hitungan hari lagi aku sudah menjadi anak kelas 12 alias kelas 3 SMK. Banyak hal yang belum kumengerti dan banyak hal pula yang masih kupelajari lebih dalam. Maka itu, aku harus lebih rajin dari hari ini untuk mempersiapkan diriku di kelas 3 nanti.
Harapanku agar aku dapat memasuki perguruan tinggi dengan mudah. Namun aku hanya bisa berencana dan terus berusaha. Tuhan yang menentukan bagaimana jalanku kedepannya. Aku sadar diri bahwa nilai raporku dari semester ke semester tidak ada penaikan. Yang terlihat jelas adalah penurunan, ada saja hal yang membuat nilaiku turun. Meskipun aku sudah berusaha dengan kerasnya, jika memang jalannya aku mengikuti remedial ya sudah ikuti saja prosedurnya dengan baik dan benar. Karena apapun juga jika prosesnya benar maka hasilnya benar.
Seperti hari ini, sudah 3 hari aku mengikuti UAS semester 2, baru 2 pelajaran yang tidak remedial. Sisanya? Ya jangan ditanya, pasti remedial. Menyedihkan memang, apa boleh buat jika memang jalanku seperti ini adanya. Harus kulalui dengan sepenuh hati.
Saat hatiku benar-benar berada dalam titik yang terbawah ketika aku sangat kecewa dengan sepenuh hati. Aku pergi ke perpustakaan, dengan harap hatiku membaik melihat banyak buku yang berjejer di atas meja sana. Kulangkahkan dengan ringannya mengarahkan kaki ke arah perpustakaan.
Aku pun mengisi daftar hadir perpustakaan. Banyak murid yang duduk-duduk sambil membaca di sana, ada juga yang tidur-tiduran atau sekedar bermain hape maupun ngadem di perpustakaan. Apapun itu, masing-masing yang datang punya maksud dan tujuan berbeda. Layaknya sepertiku, aku hanya ingin menghilangkan kepenatan karena remedial di depan mataku. Ya, terlihat seperti pengecut memang. Tapi UAS kali ini tetap kuhadapi dan kuberikan performaku yang sebaik-baiknya, walaupun hasilnya tidak memuaskan bagiku.
Tidak lama dari mengisi daftar hadir, aku segera mencari buku-buku yang menarik untuk kubaca. Ya, tapi bukan buku pelajaran. Dengan grasak-grusuk ku mencari buku yang kumaksud. Karena terhalang badan murid yang sedang duduk, pencarianku jadi terbatas. Aku tengok ke sebelah kanan, memikirkan cara agar dapat berjalan di rak buku lainnya. Tetapi ada seseorang murid yang memperhatikanku karena kegusaranku itu.
Dengan berbisik, kutanyakan kepadanya “Di sini tidak ada novel ya?” seraya tersenyum kepadanya.
“Iya enggak ada novel di sini” katanya dengan jelas, sambil menggenggam buku ensiklopedia di pangkuannya.
Aku baru pertama kali melihatnya, namun ia bisa begitu ramah denganku. Seakan aku mempunyai teman baru. Yang aku tahu hanya wajahnya tidak asing bagiku dan sepertinya ia seangkatan denganku.
Setelah berbicara dengannya, aku berusaha mencari novel yang dimaksud. Beberapa menit kemudian aku kembali ke hadapannya dengan membawa 2 buah buku. Yang satu komik dengan judul 5 Pesan Damai dan buku cerita berjudul Al-Ikhlas.
“Nih ada” kataku sambil menyerahkan buku Al-Ikhlas kepadanya.
“Eh iya, kamu nemu di mana?”
“Tuh di situ”
“Oh, di situ”
“Keren nih isi komiknya, tadi aku udah baca sebagian. Sumbangan anak murid lagi ini” jelasku. Kebetulan memang 2 buku yang kuambil tadi bergenre islam dua-duanya, walau dikemas dengan cara yang berbeda.
“Kalau mau nyumbangin novel ke sini, rasanya sayang banget”
“Iya sayang banget, mahal soalnya. Bisa Rp 50.000,00 buat satu novel”
“Malah aku beli sampe Rp 100.000,00 bisa”
“Oh, kamu suka ngoleksi buku juga”
“Iya suka. Banget”
“Btw, tadi nilai bahasa inggris kamu berapa?” tanyaku dengan lirih.
“Aku belum ulangan bahasa inggris, tadi komputernya error jadi aku ulangan kewirausahaan dulu. Padahal belum belajar kewirausahaan sama sekali tadi. Kamu sendiri bagaimana hasil ulangan inggrisnya” jawabnya dengan santai.
“Hehehe, hasilnya aku belum mengetahui. Tadi selepas aku menyelasaikan soal. Aku langsung menutup akun tanpa melihat nilaiku terlebih dahulu” jawabku sambil berharap ulanganku tadi tidak remedial seperti kemarin. Sejak kekecewaanku terhadap ulangan, aku trauma untuk melihat hasil setelah ulangan.
“Oh belum kamu lihat, tapi susah tidak soal bahasa inggrisnya?”
“Aku gak ngerti susah apa enggaknya hehehe”
“Tapi soal kamu tulisannya yang buat siapa?”
“Tadi sih aku denger seluruh kelas XI, soal bahasa inggrisnya sama”
“Guru kamu memangnya siapa?”
“Itu yang baru mutasi dari SMK 7”
“Oh yang itu guru bahasa inggris kamu”
“Iya yang itu”
Setelah kami melalui sebuah percakapan singkat. Kami berdua fokus membaca buku masing-masing yang digenggam. Tidak lama kemudian, ia bersama dengan temannya menyiapkan tas kemudian berdiri dari bangku yang diduduki seraya meninggalkan perpustakaan.
“Dikit lagi kamu ujian inggris ya?” tanyaku.
“Iya nih”
“Semangat ya”
“Iya makasih ya”
Aku tidak menanyakan namanya. Karena aku tahu betul, aku lupa akan nama berbeda dengan wajah. Aku lebih hafal wajah dibanding nama. Setelah ia pergi, ada teman sejurusanku namun berlainan kelas yang datang ke perpustakaan juga.
“Lu datang sendirian ke sini?” tanya Tina dengan herannya.
“Enggak, lu gak lihat ini gue berdua sama buku? hehehe” jawabku menghibur diri.
“Trus temen lu ke mana?”
“Ada. Kan temen gue lagi ujian Tina. gue duluan ya Tina” sembari meninggalkan perpustakaan.
Di ruang kelas aku menunggu temanku. Berharap kabar baik dari mereka. Tidak lama kemudian suaranya terdengar memenuhi ruangan.
“Bagaimana lu pada ulangan bahasa inggrisnya?” tanyaku.
“Ya gitu deh” jawab Lina.
“Trus lu gimana Nissa?”
“Sama kaya Lina gue, tuh si Tika aja yang nilainya bagus. Gak tau dapet wangsit apa semalem dia” jawab Nissa.
“Keren keren lu Tik, duh tapi hasil punya gue berapa ya? Kalau nilai lu aja pada begitu. Jadi takut gue ah lihat halaman nilai”
Tika sejak hari pertama UAS baru pelajaran inggris yang lulus, dalam artian pelajaran lain selain inggris. Nihil. Agak mengenaskan memang terdengarnya.
“Ya udah, lebih baik kita makan. Daripada mikirin nilai UAS yang anjlok kaya begitu” kataku.
“Ayoo…!!!” seru Tika, Lina dan Nissa.
Di perjalanan menuju kantin aku bertemu dengan orang yang tadi kutemui di perpustakaan. Aku dan dia terlihat saling tersenyum sebagai ganti dari sapaan. Di kantin, aku bersama teman-temanku bertemu dengan Guru seni musik yang kebetulan kami remedial dalam pelajaran tersebut.
“Remednya apa pak?” tanya Lina dengan tegas.
“Kamu bikin makalah ya pokoknya, minimal 7 halaman” terang Guru seni music.
“Kelompok apa individu pak?”
“Individu lah, masa kelompok”
“Oke pak”
Ya, karena aku termasuk remedial seni musik. Maka sepulang sekolah aku mencari materinya agar segera aku buat. Akhirnya, keesokan harinya setelah mengikuti ujian sesi satu aku bergegas pergi ke perpustakaan untuk mengerjakannya. Aku menyetel musik di netbookku dengan memakai headphone agar yang lain tidak mendengarnya. Lalu kubuka Ms. Word di netbook dan segera aku pindahkan data yang kucari semalam.
Setelah beberapa menit kukerjakan dan selesai. Kulihat sekeliling perpustakaan, ternyata ada orang yang kemarin aku ajak ngobrol. Sungguh tak kusangka dia berada di perpustakaan lagi. Walau tidak tahu siapa namanya, aku merasa begitu dekat dengannya. Walau hanya mengenal karena kesukaan kami yang sama tapi kami bisa begitu nyambung ketika mengobrolkan suatu hal. Ia juga begitu ramah denganku yang baru berkenalan dengannya. Aku suka itu. Dan ketika di luar perpustakaan ia juga masih mau menyapaku dengan hangatnya. Walau aku tidak tahu siapa namanya, aku sudah cukup terhibur olehnya.
Cerpen Karangan: Afifah
Facebook: facebook.com/affh18
instagram: affh18
Aku siswi kelas 2 SMK di daerah DKI Jakarta. Dan hari ini tepat UAS semester genap. Hitungan hari lagi aku sudah menjadi anak kelas 12 alias kelas 3 SMK. Banyak hal yang belum kumengerti dan banyak hal pula yang masih kupelajari lebih dalam. Maka itu, aku harus lebih rajin dari hari ini untuk mempersiapkan diriku di kelas 3 nanti.
Harapanku agar aku dapat memasuki perguruan tinggi dengan mudah. Namun aku hanya bisa berencana dan terus berusaha. Tuhan yang menentukan bagaimana jalanku kedepannya. Aku sadar diri bahwa nilai raporku dari semester ke semester tidak ada penaikan. Yang terlihat jelas adalah penurunan, ada saja hal yang membuat nilaiku turun. Meskipun aku sudah berusaha dengan kerasnya, jika memang jalannya aku mengikuti remedial ya sudah ikuti saja prosedurnya dengan baik dan benar. Karena apapun juga jika prosesnya benar maka hasilnya benar.
Seperti hari ini, sudah 3 hari aku mengikuti UAS semester 2, baru 2 pelajaran yang tidak remedial. Sisanya? Ya jangan ditanya, pasti remedial. Menyedihkan memang, apa boleh buat jika memang jalanku seperti ini adanya. Harus kulalui dengan sepenuh hati.
Saat hatiku benar-benar berada dalam titik yang terbawah ketika aku sangat kecewa dengan sepenuh hati. Aku pergi ke perpustakaan, dengan harap hatiku membaik melihat banyak buku yang berjejer di atas meja sana. Kulangkahkan dengan ringannya mengarahkan kaki ke arah perpustakaan.
Aku pun mengisi daftar hadir perpustakaan. Banyak murid yang duduk-duduk sambil membaca di sana, ada juga yang tidur-tiduran atau sekedar bermain hape maupun ngadem di perpustakaan. Apapun itu, masing-masing yang datang punya maksud dan tujuan berbeda. Layaknya sepertiku, aku hanya ingin menghilangkan kepenatan karena remedial di depan mataku. Ya, terlihat seperti pengecut memang. Tapi UAS kali ini tetap kuhadapi dan kuberikan performaku yang sebaik-baiknya, walaupun hasilnya tidak memuaskan bagiku.
Tidak lama dari mengisi daftar hadir, aku segera mencari buku-buku yang menarik untuk kubaca. Ya, tapi bukan buku pelajaran. Dengan grasak-grusuk ku mencari buku yang kumaksud. Karena terhalang badan murid yang sedang duduk, pencarianku jadi terbatas. Aku tengok ke sebelah kanan, memikirkan cara agar dapat berjalan di rak buku lainnya. Tetapi ada seseorang murid yang memperhatikanku karena kegusaranku itu.
Dengan berbisik, kutanyakan kepadanya “Di sini tidak ada novel ya?” seraya tersenyum kepadanya.
“Iya enggak ada novel di sini” katanya dengan jelas, sambil menggenggam buku ensiklopedia di pangkuannya.
Aku baru pertama kali melihatnya, namun ia bisa begitu ramah denganku. Seakan aku mempunyai teman baru. Yang aku tahu hanya wajahnya tidak asing bagiku dan sepertinya ia seangkatan denganku.
Setelah berbicara dengannya, aku berusaha mencari novel yang dimaksud. Beberapa menit kemudian aku kembali ke hadapannya dengan membawa 2 buah buku. Yang satu komik dengan judul 5 Pesan Damai dan buku cerita berjudul Al-Ikhlas.
“Nih ada” kataku sambil menyerahkan buku Al-Ikhlas kepadanya.
“Eh iya, kamu nemu di mana?”
“Tuh di situ”
“Oh, di situ”
“Keren nih isi komiknya, tadi aku udah baca sebagian. Sumbangan anak murid lagi ini” jelasku. Kebetulan memang 2 buku yang kuambil tadi bergenre islam dua-duanya, walau dikemas dengan cara yang berbeda.
“Kalau mau nyumbangin novel ke sini, rasanya sayang banget”
“Iya sayang banget, mahal soalnya. Bisa Rp 50.000,00 buat satu novel”
“Malah aku beli sampe Rp 100.000,00 bisa”
“Oh, kamu suka ngoleksi buku juga”
“Iya suka. Banget”
“Btw, tadi nilai bahasa inggris kamu berapa?” tanyaku dengan lirih.
“Aku belum ulangan bahasa inggris, tadi komputernya error jadi aku ulangan kewirausahaan dulu. Padahal belum belajar kewirausahaan sama sekali tadi. Kamu sendiri bagaimana hasil ulangan inggrisnya” jawabnya dengan santai.
“Hehehe, hasilnya aku belum mengetahui. Tadi selepas aku menyelasaikan soal. Aku langsung menutup akun tanpa melihat nilaiku terlebih dahulu” jawabku sambil berharap ulanganku tadi tidak remedial seperti kemarin. Sejak kekecewaanku terhadap ulangan, aku trauma untuk melihat hasil setelah ulangan.
“Oh belum kamu lihat, tapi susah tidak soal bahasa inggrisnya?”
“Aku gak ngerti susah apa enggaknya hehehe”
“Tapi soal kamu tulisannya yang buat siapa?”
“Tadi sih aku denger seluruh kelas XI, soal bahasa inggrisnya sama”
“Guru kamu memangnya siapa?”
“Itu yang baru mutasi dari SMK 7”
“Oh yang itu guru bahasa inggris kamu”
“Iya yang itu”
Setelah kami melalui sebuah percakapan singkat. Kami berdua fokus membaca buku masing-masing yang digenggam. Tidak lama kemudian, ia bersama dengan temannya menyiapkan tas kemudian berdiri dari bangku yang diduduki seraya meninggalkan perpustakaan.
“Dikit lagi kamu ujian inggris ya?” tanyaku.
“Iya nih”
“Semangat ya”
“Iya makasih ya”
Aku tidak menanyakan namanya. Karena aku tahu betul, aku lupa akan nama berbeda dengan wajah. Aku lebih hafal wajah dibanding nama. Setelah ia pergi, ada teman sejurusanku namun berlainan kelas yang datang ke perpustakaan juga.
“Lu datang sendirian ke sini?” tanya Tina dengan herannya.
“Enggak, lu gak lihat ini gue berdua sama buku? hehehe” jawabku menghibur diri.
“Trus temen lu ke mana?”
“Ada. Kan temen gue lagi ujian Tina. gue duluan ya Tina” sembari meninggalkan perpustakaan.
Di ruang kelas aku menunggu temanku. Berharap kabar baik dari mereka. Tidak lama kemudian suaranya terdengar memenuhi ruangan.
“Bagaimana lu pada ulangan bahasa inggrisnya?” tanyaku.
“Ya gitu deh” jawab Lina.
“Trus lu gimana Nissa?”
“Sama kaya Lina gue, tuh si Tika aja yang nilainya bagus. Gak tau dapet wangsit apa semalem dia” jawab Nissa.
“Keren keren lu Tik, duh tapi hasil punya gue berapa ya? Kalau nilai lu aja pada begitu. Jadi takut gue ah lihat halaman nilai”
Tika sejak hari pertama UAS baru pelajaran inggris yang lulus, dalam artian pelajaran lain selain inggris. Nihil. Agak mengenaskan memang terdengarnya.
“Ya udah, lebih baik kita makan. Daripada mikirin nilai UAS yang anjlok kaya begitu” kataku.
“Ayoo…!!!” seru Tika, Lina dan Nissa.
Di perjalanan menuju kantin aku bertemu dengan orang yang tadi kutemui di perpustakaan. Aku dan dia terlihat saling tersenyum sebagai ganti dari sapaan. Di kantin, aku bersama teman-temanku bertemu dengan Guru seni musik yang kebetulan kami remedial dalam pelajaran tersebut.
“Remednya apa pak?” tanya Lina dengan tegas.
“Kamu bikin makalah ya pokoknya, minimal 7 halaman” terang Guru seni music.
“Kelompok apa individu pak?”
“Individu lah, masa kelompok”
“Oke pak”
Ya, karena aku termasuk remedial seni musik. Maka sepulang sekolah aku mencari materinya agar segera aku buat. Akhirnya, keesokan harinya setelah mengikuti ujian sesi satu aku bergegas pergi ke perpustakaan untuk mengerjakannya. Aku menyetel musik di netbookku dengan memakai headphone agar yang lain tidak mendengarnya. Lalu kubuka Ms. Word di netbook dan segera aku pindahkan data yang kucari semalam.
Setelah beberapa menit kukerjakan dan selesai. Kulihat sekeliling perpustakaan, ternyata ada orang yang kemarin aku ajak ngobrol. Sungguh tak kusangka dia berada di perpustakaan lagi. Walau tidak tahu siapa namanya, aku merasa begitu dekat dengannya. Walau hanya mengenal karena kesukaan kami yang sama tapi kami bisa begitu nyambung ketika mengobrolkan suatu hal. Ia juga begitu ramah denganku yang baru berkenalan dengannya. Aku suka itu. Dan ketika di luar perpustakaan ia juga masih mau menyapaku dengan hangatnya. Walau aku tidak tahu siapa namanya, aku sudah cukup terhibur olehnya.
Cerpen Karangan: Afifah
Facebook: facebook.com/affh18
instagram: affh18
Teman Baru
4/
5
Oleh
Unknown