The Power of Qur’an

Baca Juga :
    Judul Cerpen The Power of Qur’an

    Matahari mulai menampakkan wujudnya, sang ayam pun telah berkokok membangunkan semua yang sedang terlelap, burung-burung pun bernyanyi mengiringi datangnya sang fajar. Angin yang berhembus dengan lembut membuat siapapun yang merasakannya menjadi sangat nyaman. Sinar mentari pun sedikit demi sedikit masuk ke dalam kamarku melalui jendela yang sedikit terbuka. Aku pun terbangun di hari yang sangat indah itu. “Ahh ini sudah harinya, ingin rasanya memperlambat waktu”. Ya, hari itu adalah hari ketika aku dimasukkan ke dalam pesantren Qur’an, ada rasa malas untuk pergi ke sana, selalu terpikir olehku, “Ah buat apa sih masuk pesantren? Toh aku juga bisa menghafal di rumah..”. Entah kenapa hari itu gravitasi terasa sangat berat di kasurku yang sangat nyaman ini, yang nantinya akan kutinggalkan dalam waktu yang lama.

    Badanku pun terasa sangat lemas, walaupun sudah mandi dan sarapan karena enggan untuk meninggalkan rumah. Aku pun lalu diajak untuk naik ke mobil tua berwarna hitam, Kijang Rover mobilnya, walaupun sudah tua namun masih tangguh dan tarikannya sangat bagus. Aku pun pergi bersama kedua orangtuaku, kakakku, nenek dan kakekku, serta tanteku. Yang bisa aku lakukan adalah tersenyum dengan manis, padahal dalam hatiku bergejolak menolak untuk pergi ke sana, ya tempatnya di Bogor atau tepatnya di Puncak. Aku tidak mengingat apa apa saat perjalanan karena aku sedang mengarungi samudera mimpi saat itu. Namun saat terbangun, “Ini di mana?” tanyaku. “Sudah sampai di pesantren nak..” Jawab ibuku. Ibuku adalah sosok yang sangat aku hormati dan sayangi serta sangat lembut kepadaku. Makanya aku tak sanggup menolak untuk masuk pesantren.

    Setelah sampai di sana, aku langsung merapikan tas dan koperku di “kamar” yang aku tempati. Bukan, bukan kamar, tapi lebih seperti barak tentara saat perang, hanya bedanya ada kasurnya di lantai. Dengan luas 3×3 meter untuk 12 orang, bayangkan bagaimana sesaknya. Aku pun pasrah mengharap yang terbaik, ya, orangtuaku melakukan ini pasti untuk kebaikanku walaupun sebenarnya aku sangat tidak suka keputusan ini.

    Tak lama kemudian semua yang mengantarku pulang, aku pun tinggal seorang diri, walaupun banyak orang di sini, namun diriku merasa sangat sepi. Tiba tiba ada yang menepuk pundakku. “Eh kamu ikut ke sini juga?”. Aku pun terkejut sekaligus senang karena dia adalah teman semasa kecilku. “Iya aku ikut, sebenarnya sih gak mau soalnya kurang suka sama yang beginian” jawabku. Kami pun mengobrol dengan asyiknya sampai tiba tiba mikrofon berbunyi. “Kepada seluruh peserta diharap kumpul di aula utama, terima kasih”. Kami lantas langsung bergegas ke sana. Lalu setelah mendengar beberapa sambutan dibacakanlah jadwal selama pesantren. Aku terkaget-kaget karena jadwalnya begitu berat, kami diharuskan bangun jam 1 pagi lalu mandi. Lalu lanjut menghafal sampai berbuka puasa.

    TEEETT TEEEETT!!. Suara toa yang berisik memecah keheningan di malam yang sunyi. BANGUUN SEMUANYA!! SUDAH JAM 1 PAGI! SEGERA PERGI MANDI!!. “Ah berisik! Lagi enak enak tidur dibangunkan pakai toa segala.” Gumamku dalam hati. Aku pun segera mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. “Huaaa dingin sekalii…” bayangkan saja mandi jam 1 pagi, dengan air yang sangat dingin di puncak. Keluar dari kamar mandi aku pun tak bisa berhenti menggigil saking dinginnya. Lalu mulailah aku menghafal Qur’an, waktu itu hafalanku masih di surat Hud, juz 11. Aku pun menghafal dengan serius, namun? Seharian aku menghafal hanya dapat 6 halaman! “Ah! Masa Cuma dapat 6 halaman, temanku saja sudah dapat 16 halaman dalam sehari!”. Ya, aku merasa sangat kesal dan frustasi karena baru menghafal sedikit, sedangkan temanku sudah dapat berhalaman-halaman banyaknya.

    Ya, aku melupakan satu hal, teringat kata kata ustadku di sekolah, katanya kunci dalam menghafal itu yang terpenting adalah IKHLAS. Itu dia! Aku melupakan satu hal itu!. Pantas saja aku menjadi frustasi, harusnya aku bersyukur karena telah diberi kemudahan menghafal semampuku. Aku pun merebahkan diri di Kasur yang sangat keras, tak nyaman, dan sumpek. Kemudian karena sudah larut malam aku pun terlelap.

    Esoknya aku pun berkomitmen untuk terus ikhlas dan bersyukur dalam menghafal Qur’an. Waktu istirahat pun tiba, pukul 6 pagi, bebas untuk melakukan apapun, mau tidur, mandi, keliling, jogging. Aku pun memilih untuk jalan jalan keliling pesantrenku bersama teman sekamarku, Arif namanya, dia berasal dari Ngawi, Jawa Tengah. Kami berjalan sembari mengobrol dengan asyik. Memandang pinggiran kolam yang di belakangnya terhampar pemandangan gunung yang MasyaAllah indahnya. Membuatku merasa sangat tentram.

    Waktu sudah menunjukan pukul 7 pagi, saatnya untuk kembali menghafal. Aku pun mencoba untuk ikhlas, awalnya aku masih merasa kesulitan menghafal, namun aku terus berusaha seharian itu dan ya! Aku berhasil mendapatkan 12 halaman hari itu!!. Betapa senangnya aku, namun itu tak membuatku tinggi hati, dan malah membuatku semangat untuk lebih berusaha lagi. Hari kedua pun berakhir, masih ada 18 hari lagi. Oh ya aku lupa menceritakan, pesantren di sini bukan seperti pesantren yang lain, aku mengikuti pesantren kilat selama 20 hari. Yang hanya fokus untuk menghafal Qur’an, bahkan kalau bisa mengkhatamkannya selama waktu itu. Sanlat ini digelar selama bulan Ramadhan, bulan yang penuh dengan berkah-Nya.

    Sudah hari kelima semenjak aku di pesantren ini, aku mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan dan sudah mendapatkan teman teman yang seru, asyik, dan konyol. Mereka datang dari seluruh penjuru Indonesia, ada yang dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, bahkan Papua juga ada. Aku memiliki sahabat disini, ada 2 orang, yaitu Adil, dia datang dari Jember. Dan juga Arif, yang sudah aku sebutkan di atas, dia datang dari Ngawi. Walaupun umur kami berbeda, namun itu tak menjadi penghalang kami untuk bersahabat. Ya, kami selalu saling memotivasi satu sama lain untuk menghafal. Karena kami memiliki cita-cita yang sama. Benar, kami ingin menjadi seorang yang hafal Qur’an, kami ingin menjadi keluarga Allah, kami ingin memberikan mahkota kepada orangtua kami, juga memberi syafaat kepada keluarga kami. Bukan hanya kami, melainkan seluruh santri ingin hafal Qur’an. Jika ditanya pasti setiap orang alasannya berbeda beda, walaupun tujuannya sama.

    Hari berganti hari, aku pun mulai menikmati keberadaanku disini. Aku sudah merasa sangat nyaman di sini, dengan suasana yang teduh, asri, serta teman teman yang sangat membantuku dalam menghafal. Seminggu berlalu, Alhamdulillah aku sudah mendapatkan 3 juz, namun teman temanku sudah mendapatkan sangat banyak. Ada yang sudah mendapat 5 juz, 6 juz, luar biasa sekali mereka. Serta aku juga dimotivasi oleh musyrifku yang sangat baik. Aku mencoba untuk menjadi lebih baik lagi dari minggu lalu
    Namun yang namanya menghafal Al Qur’an, pasti ada kalanya kita sangat semangat untuk menghafal, dan ada kalanya kita malas atau semangat kita turun. Seperti yang aku alami, beberapa kali aku semangat, namun ada beberapa surat di dalam Al Qur’an yang intermediate atau lumayan sulit. Karena sulit waktu itu aku sempat frustasi lagi untuk kedua kalinya, aku kesulitan menghafal lagi walaupun aku sudah mencoba semua yang dikatakan oleh musyrifku, tetap saja aku masih kesulitan menghafal. Bahkan aku sampai menceburkan diri ke kolam renang yang ada di sana saking stressnya.

    Ya, kesulitan yang kualami pasti akan atau pernah dialami oleh para penghafal Qur’an yang lainnya. Berjam-jam aku hanya mendapatkan 2 halaman disaat yang lain sudah mendapatkan berlembar-lembar. Akhirnya aku pun pasrah dan mencoba untuk mengistirahatkan diriku di kamar. Aku pun terlelap hingga waktu berbuka puasa. Alhamdulillah makan malam hari itu sangat lezat, yakni ayam bakar. Wah! Aku sangat menikmatinya, disaat hatiku sedang kacau dan frustasi.

    “Ah!! Lagi lagi dibangukan dengan suara toa yang sangat mengganggu. Malam yang senyap, sunyi pasti selalu terpecah dengan suara itu. Kegiatan biasa kami pun berlanjut, menghafal Qur’an. Kata demi kata, ayat demi ayat, baris, lembar demi lembar kami hafalkan tana kenal lelah. “SIAPA KITA SIAPA KITA SIAPA KITA?!!”. “HAFIDZ QUR’AN HAFIDZ QUR’AN HAFIDZ QUR’AN!!”. “ALLAHUAKBAR!!”. Tiba tiba suara yang keras itu mengagetkan kami semua, ya itu adalah yel yel kelompok lain untuk memberi semangat anggotanya. Kami pun menjadi terpacu untuk menghafal lebih banyak lagi. “ISY KARIIMAN? AU MUUT SYAHIIDAN!!”. Lagi lagi ada yel yel dari kelompok lain yang membuat suasana menjadi membahana. Ya, saat itu adalah saat yang berkesan dimana semua kelompok saling memberikan semangat satu sama lain. Benar benar indah.

    Malam itu malam yang sangat indah, sang rembulan menampakkan seluruh wujudnya. Ya, saat itu adalah bulan purnama, oh indahnya ciptaan-Mu Yaa Khaliq. Kami sekamar pun tidak mau melewatkan kesempatan langka ini, kami bercanda bersama, ngobrol, dan membuat api unggun. Lalu kami membakar jagung dan marshmello, eh maaf, maksudnya marshmallow. Aku juga membuat nasi goreng saat itu, ya aku memang bisa memasak walaupun tidak terlalu pro juga, hehe. Diluar dugaan!! Ternyata teman temanku bilang kalau itu sangat enak!! Wah aku pun senang karena kukira akan hancur rasanya.

    Tiba tiba salah seorang temanku pun berdiri dan bilang “Wahai manusia sekalian *lebay amat* saksikanlahh!! Aku akan menunjukkan sebuah sulap yang amat sangat fantastis”. Kami pun tertawa melihat tingkahnya yang konyol itu. “Aku ingin menunjukkan bagaimana tisu ini bisa menghilang!! Saksikanlahh!!”. Kami pun melihat dengan seksama, eh kukira benar sulap, ternyata dia malah membakar tisu itu, ya jelas hilang laah ahahah. Kami tertawa terbahak bahak melihat dia. Akhirnya kami pun menunjukkan kemampuan kami masing masing saat itu. Ada yang bisa juggling bola, backflip, beatbox, acapella, dan taekwondo. Tanpa sadar acara api unggun kami menjadi ramai, semua santri pun ikut menonton acara kami, bahkan para ustad juga ikut. Akhirnya kami bersepakat membuat acara stand up comedy. Satu kamar kami pun menampilkan lawakannya masing masing, penonton dibuat tertawa terbahak bahak saat itu. Akhirnya acara itu berubah menjadi pensi yang sangaaat menyenangkan.

    Ya!! Aku sudah mendapatkan 8 juz!! Ini sudah hari ke 15 aku di sini. Semangatku sangat membara di 1 minggu terakhir, bahkan aku waktu itu mendapatkan 22 halaman dalam satu hari!! Malamnya aku, Adil, dan Arif pergi keluar untuk makan. Kita pergi ke warkop yang berada di sepanjang jalan kenangann.. Maaf, aku jadi malah bernyanyi, hehe. Aku pergi ke warkop yang ada di seberang jalan, kami pun memesan makanan yang tersedia. Aku memesan mie goreng, Adil memesan nasi goreng, dan Arif memesan bubur ayam. Kami pun makan dengan nikmat sembari bersenda gurau seakan melupakan lelahnya menghafal. Tring! Suara sendok dan garpuku saat kuletakan dengan agak keras, tiba tiba aku rindu dengan orangtuaku nun jauh di sana. Membuatku memikirkan mereka terus, namun itu tidak boleh terus terusan terjadi, bisa bisa aku menjadi tidak fokus menghafal.

    Kami pun pulang ke asrama, namun di tengah jalan kami tiba tiba ditodong oleh 6 orang bersenjata. 3 orang membawa pisau, 2 orang pistol, entah asli atau tidak, dan satu lagi membawa gir. Kami pun seketika kaget dan agak takut, kami dipalak oleh mereka dan diminta uang, Arif menggenggam tanganku dengan keras. Aku pun berusaha menenangkannya, “Apa apaan nih! Jangan seenaknya minta uang ke orang dong!” kataku dengan keras dengan harapan ada orang lain yang mendengar.
    Namun sepertinya harapan itu sia sia karena memang jalanan itu begitu sepi malam itu. Tiba tiba dua orang dari mereka menangkap tanganku dan satu lagi memukul perutku berkali kali sampai aku terjatuh dan muntah darah. Arif dan Adil pun langsung menolongku dan memukul ketiga orang itu sampai jatuh. “Kamu gak papa kan, sakit gak?”. *herp face* “Alhamdulillah sehat wal afiat, ya sakit lah!! ar Masih ditanya juga..”. Ya, memang tak ada jalan lain selain melawan mereka berenam dengan masing masing mereka membawa senjata. Aku yang sudah sabuk hitam taekwondo berkata pada kedua temanku “Rif, Dil, kita terpaksa harus melawan mereka.. Gunakan kemampuanmu! Adil, kau bisa wingchun kan?” kataku. “Tentu saja” jawabnya. “Arif, kau bisa silat kan?” Tanyaku lagi. “Tak usah ditanya lagi.” Jawab Arif. Baiklahh kami pun siap untuk segala konsekuensi yang akan kami hadapi. Mereka pun maju dengan segala keberingasan mereka, namun mereka hanya sekelompok orang yang bahkan memainkan senjata saja tak tahu.

    Bruak! Cring! Crek! Buk! Suara suara pertarungan kami terdengar nyaring di udara, itu artinya 1 orang melawan 2 orang sekaligus! Kami bertarung dengan sangat hati hati, sampai 2 orang lawanku telah jatuh dan pingsan. Begitu juga dengan lawannya Adil. Tinggal Arif yang masih melawan, brukk! Arif jatuh dibanting oleh preman itu, lalu preman itu pun langsung ancang ancang ingin menusuk dengan pisaunya. Aku pun langsung berlari ke arahnya dan.. Crrk!! Aku membuat diriku menjadi perisainya dan perutku ditusuk oleh preman itu supaya Arif tidak kena. “Arif, Adil, lari cepat!! Jangan pedulikan aku!!” teriakku. “Mana mungkin kami meninggalkanmu!!”. Mereka berdua pun langsung mambanting preman itu hingga pingsan. Ya, sayang sekali tak ada yang melihat kejadian itu.
    Aku dibawa lari oleh kedua temanku ke asrama kami, yang aku ingat saat itu darahku mengalir dengan sangat deras di jalan. Lalu setelah itu semua menjadi gelap.

    “Hah dimana aku?” gumamku dalam hati seraya bangun dari pembaringan. “Syukurlah kamu sudah sadar! Kamu kehilangan banyak darah tadi saat di jalan kemari.” Arif bicara padaku. “Si, siapa yang mendonorkan darah kepadaku?” kataku sambil menahan nyeri yang amat sangat sakit di perutku. “Ya, dia yang mendonorkan darah kepadamu, dia adalah santri akhwat. Rupanya hanya dia yang darahnya cocok denganmu”. “Akhwat? Siapa dia?” tanyaku. “Dia tak mau disebutkan namanya, tapi waktu kamu sedang terbaring dia datang dan langsung mengajukan diri untuk mendonorkan darahnya.”. Sambung Adil.
    Aku pun termenung sejenak, siapa yang tahu golongan darahku ya?. Satu satunya yang tahu hanya.. Oh iya!! Hanya dia yang tahu! Tak salah lagi! Siapa namanya ya, aku lupa.. Oh iya!! Hana, dia pasti Hana, teman masa kecilku, kebetulan dia juga ikut sanlat ini. Aku pun penasaran mengapa dia melakukan hal itu, ingin sekali rasanya bertanya, tapi apa daya aku tak boleh bangun dari tempat pembaringanku.

    Tiga hari aku hanya berbaring di kasur, hari saat aku ditusuk adalah H-5 untuk wisuda sanlat. Berarti sisa 2 hari lagi untuk wisuda. Ah begitu kesalnya aku tidak bisa melakukan apa apa, teman temanku sedang menghafal namun aku hanya diam di sini. Tidak, tidak diam juga, aku juga tetap menghafal namun tidak bisa maksimal lantaran rasa sakit yang kurasakan.

    Tok tok tok.. Suara pintu UKS diketuk, “Assalamualaikum, boleh aku masuk?” Tanya yang mengetuk. “Waalaikumsalam, ya silahkan” Adil yang menjawabnya, karena suaraku sedikit serak waktu itu. Krieettt… Pintu pun dibuka, ada dua orang akhwat yang masuk ke UKS, aku tidak begitu mengetahui siapa. Karena pandanganku juga kabur. “Kamu sudah siuman?” Tanya akhwat itu. Tunggu, aku mengenal suara ini, mungkinkah ini Hana? Gumamku dalam hati. “Maaf, kamu Hana bukan, soalnya pandanganku agak kabur” tanyaku. “Ya ini aku, teman bermain semasa kecil kamu”. Aku langsung terkejut, karena tak menyangka dia adalah Hana, sudah 4 tahun kami tidak pernah bertemu karena sekolah yang berjauhan.
    Langsung aku bertanya, “Kamu mendonorkan darah kepadaku kan? Kenapa kamu melakukan itu?”. Dia pun menjawab, “Kamu ingat waktu kita masih kelas 2 SMP? Waktu itu ayahku mengalami kecelakaan, dan kamu melihat kejadian itu. Lalu tanpa pikir panjang kamu langsung mengendarai motor ayahku sambil memboncengnya ke rumah sakit. Ternyata ayahku kekurangan darah, dan kamu pun mendonorkan darahmu. Karena itu aku ingin membalas budi.” Jelasnya. Aku pun tertegun mendengarnya. Ingin menangis rasanya, aku sangat bersyukur kepada Allah, ternyata memang benar kebaikan pasti akan dibalas dengan kebaikan. Aku pun mengucapkan terima kasih yang sangat banyak. Dia menjawab dengan malu malu, “Sama sama akhi, aku mau balik ke asraman dulu, ini bunga untuk kamu”. Seketika aku terdiam, dia pun keluar seraya mengucapkan salam.

    Hari wisuda telah datang, kami pun diwisuda satu persatu. Dan Alhamdulillah, aku masuk 5 besar peserta terbaik. Aku mendapatkan 10 juz dalam waktu 20 hari! Betapa senangnya aku, tak henti hentinya bersyukur pada Allah SWT. Hari hari yang telah kulewati, frustasi, stress, kesal, capek, semuanya terbayar di hari ini. Banyak pengalaman yang tak bisa kulupakan, mulai dari tingkah konyol teman temanku, suasana yang nyaman, ustadz yang baik hati, sampai insiden penusukan waktu itu. Dan satu lagi, kejadian di UKS membuatku tak bisa tidur waktu itu, entah mengapa selalu terpikir olehku. Ah lebih baik kulupakan saja.

    5 tahun berlalu, aku sudah menjadi seorang yang hafal Qur’an, aku menjadi kepala detektif di BIN atau Badan Intelijen Nasional. Dan yang tak kusangka adalah partnerku ternyata adalah Hana, chemistry kami sangat baik dalam menangani kasus kasus. Sekarang Hana juga telah hafal Qur’an.

    Tiba tiba kami mendapat panggilan oleh seseorang yang mengatakan bahwa ada kasus pembunuhan di sebuah hotel di Jakarta Pusat. Aku dan Hana langsung meluncur ke sana, begitu sampai di tempat, kami langsung disambut oleh pegawai hotel yang ramah, dan langsung diantar ke TKP. Saat sedang menyelidiki kasus itu, datanglah dokter sekaligus forensik professional yang akan melakukan pemeriksaan. Tampaknya aku kenal dengan orang ini, “Arif? Kamu Arif kan??” tanyaku. “Eh kamu? Hah sudah berapa lama kita tak bertemu?”. “Sekitar 5 tahun sepertinya.” Jawabku. Lalu datanglah kepala POLRI yang juga tampaknya kukenal. Tak salah lagi! Dia adalah Adil! Kasus itu seperti menjadi reuni kecil bagi kami. Namun tak ada waktu untuk berleha leha, kami harus menyelesaikan kasus ini yang terbilang rumit.

    Ya, dari cerita teman temanku, mereka mendapatkan pekerjaan impian mereka karena Al Qur’an, entah bagaimana jalannya mereka dimudahkan di segala urusan. Begitu juga denganku, aku selalu mengingat Allah di setiap kegiatanku. Karena kuyakin pasti akan diberi kemudahan jika Allah adalah prioritas dalam semua hal. Kami memang ditugaskan sangat berat, namun pasti selalu ada jalan keluar. Karena Man Jadda Wa Jada. Tak lupa ini semua juga karena peran orangtua kami yang selalu mendukung kami. Ya, Indonesia harus terlahir dengan banyaknya para penghafal Al Qur’an. Kenapa banyak orang berilmu di negeri ini salah jalan? Ya, karena ilmu jika tak dibekali dengan akhlak pasti akan sia sia, namun jika dibekali dengan akhlak, ilmu itu pasti akan menjadi sangat bermanfaat.
    Dan orang yang sabar karena mengharap keridaan Tuhannya, melaksanakan sholat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Secara sembunyi atau terang terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan. Itulah orang yang mendapat tempat kesudahan yang baik.
    (QS: Ar Ra’d: 22)

    Usaha keras tak akan mengkhianati

    Cerpen Karangan: Arghafary
    Facebook: Argha Kudo
    No telp: 081311640832
    Email: argha.buahati[-at-]gmail.com

    Artikel Terkait

    The Power of Qur’an
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email