Migegil

Baca Juga :
    Judul Cerpen Migegil

    Waktu menunjukkan pukul 05.00, sudah menjadi kebiasaanku untuk bangun tidur lalu membantu pekerjaan rumah, kemudian mandi, sarapan dan berangkat sekolah. Kemudian aku bangkit dari tempat tidur sambil menutup mulutku dengan kedua tangan dan menguap (huaah) aku mencium harumnya mulutku bagaikan bunga kasturi, ya akuilah walaupun menurut orang lain mulutmu bau melebihi bunga raflesia. Aku mulai membantu pekerjaan ibu kemudian mandi dan makan.

    Oh iya hampir lupa mengenalkan identitas, namaku Gea Nurazizah Winarma atau akrab dipanggil “Gege” aku mempunyai kakak bernama Gilang Anugrah Winarma atau sering aku panggil “Bang Gigil”. Kata winarma berasal dari nama ayahku yang bernama Gustian winarma sedangkan ibuku bernama Sukma Saraswati, ya sebenarnya nama ibuku tidak terlalu penting untuk aku bahas.

    “Bang gigil sini ikut sarapan” ajakku, “Abang puasa ge” jawabnya, “tumben memangnya puasa apa?” tanyaku, lalu dia menjawab sambil tertawa “ya puasa buat ngabisin makanan gege” lalu aku berkata “ih abang dasar, biasanya juga ngabisin makanan gege”. “sudah, sekarang habiskan dulu makanan gege, biar abangmu makan nanti setelah mengantarkan kamu sekolah” ucap ibu “iya ayo habiskan lagian ini sudah terlalu siang untuk kamu berangkat sekolah” sambung ayah.

    Setelah aku beres makan, seperti biasa bang gigil mengantarkanku sekolah menggunakan sepeda motor. Bang gigil adalah abangku yang paling baik, dia rela melakukan apapun demi aku, memang bang gigil memiliki kekurangan yaitu bibir sumbing, tapi itu tidak membuatku malu memiliki kakak sepertinya.

    “Akhirnya sampai juga, untung saja bel masuk belum berbunyi, bang gege masuk sekolah dulu ya” ucapku “iya gege harus belajar yang bener” jawabnya “iya gege janji bang” jawabku.

    Setelah mengantarku ke sekolah seperti biasa bang gigil bekerja sebagai supir angkot menggantikan ayah, karena sekarang ayah sering sakit sakitan jadi bang gigil menggantikan pekerjaan ayah. Abangku ini memang putus sekolah karena faktor ekonomi, dia sekolah hanya sampai 3 SMP tapi abangku berusaha ingin menyekolahkanku hingga aku kuliah dan menggapai cita-cita. Walaupun dia mempunyai kekurangan dengan bibir yang tidak normal seperti orang lain tapi dia sangat bersemangat hidup tanpa ada rasa malu dan dia bersemangat bekerja demi menyekolahkanku dan membantu ekonomi keluarga.

    “Selamat pagi gege cantik” terdengar suara 2 orang laki-laki menyapaku di pagi hari. Ya dia adalah adit dan raka, teman-temanku yang baik namun agak aneh. “Apa? kalian bilang apa? gege cantik? hem ini pasti ada maunya” ucapku “hhe em anu ge em” ucap adit gugup, lalu aku memotong ucapannya “em anu ge kamu kan temen kita jadi boleh dong kamu berbagi pr! itu kan yang mau kalian ucapkan?” “wi gege kaya paranormal aja tau isi fikiran kita ya dit” ucap raka “ya iya lah tau, hampir setiap hari kali kalian nyontek pr ku, udah sekarang salin nih pr nya keburu masuk” ucapku sambil memberikan pr kepada mereka “aduh gege kamu itu memang teman yang warbiazah unch” ucap adit.

    Waktu berlalu cepat hingga akhirnya bel pulang berbunyi. “gege kamu pulang bareng kita yu aku bawa mobil nih” ajak raka “nggak ah aku mau dijemput abangku” jawabku “oh ya sudah kalau begitu kita pulang duluan ya” ucapnya “iya kalian hati hati ya” jawabku.

    Seperti biasa aku menunggu bang gigil menjemputku di halte bus. Tidak seperti biasanya bang gigil menjemput sangat lama hingga 2 jam aku menunggu dia tak datang juga, akhirnya aku memutuskan pulang dengan berjalan kaki.

    “Kenapa kamu pulang lama sekali ge? mana abangmu?” tanya ibu “gege pulang jalan kaki bu, gege kira bang gigil ada di rumah!” jawabku “loh abangmu sudah dari tadi pergi untuk menjemputmu” ucap ibu “nggak tau bu mungkin dia main sampai lupa jemput gege!” ucapku kesal “hus jangan suudzon gitu” ucap ibu menenangkan hatiku.

    Lalu aku pergi ke kamar. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. “Pasti itu bang gugil!” ucapku dalam hati, kemudian aku membuka pintu sambil berkata panjang lebar “Bang gigil! abang ini gimana sih aku nunggu abang buat jemput tapi mana? 2 jam bang aku nunggu abang! sampai aku pulang jalan kaki! abang tega bangey sih” ops ternyata yang mengetuk pintu bukanlah bang gigil, tapi 2 orang polisi “eh maaf pak aku kira abang aku hhe ada apa ya pa?” tanyaku “benar ini rumah Gilang anugrah winarma?” tanya pa polisi “iya benar pak, memangnya ada apa ya?” tanyaku penasaran, kemudian polisi itu berkata “kami menemukan nak gilang tertabrak truk hingga tewas sekarang jenazah ada di RS mawar indah, dan kami menemukan sebuah bingkisan, ini dia” sambil menerima bingkisan aku berkata “nggak pak ini nggak mungkin”. Aku memberitahu ayah dan ibu tapi mereka juga tidak percaya, hingga akhirnya polisi memberikan KTP bang gigil yang menbuat kami percaya, kemudian ibu pingsan, aku dan ayah akan pergi ke rumah sakit tapi ambulan sudah mengantarkan jenazah.

    Ibu tersadar dan kami pun menangis histeris, rasanya ini mimpi. Akhirnya jenazah bang gigil dimakamkan, setelah pulang di pemakaman aku baru membuka bingkisan yang diberikan polisi, dan di dalam bingkisan itu terdapat boneka dan surat yang berisi “HBD gege, maaf ya abang ngga bisa ngasih yang spesial buat gege tapi semoga gege suka dengan hadiah pemberian abang ini, jaga baik-baik bonekanya ya anggap saja boneka ini abang”. Sambil mencucurkan air mata aku membaca surat bang gigil, maaf bang ternyata aku sudah salah besar sempat kesal dan marah sama abang. Padahal niat abang baik membelikanku hadiah untuk ulang tahunku esok hari.

    Mau tidak mau aku harus menerima takdir ini aku berjanji akan menjaga dan menyayangi boneka ini seperti abang menjaga dan menyayangiku. Semoga kau tenang di surga bang. Dan akan aku beri nama boneka ini MIGEGIL yang berartikan MIlik GEa dan GILang. Sekarang MIGEGIL akan menemani hari hariku sebagai penggantimu, walaupun kau tidak akan pernah terganti.

    Cerpen Karangan: Ina Hernawan
    Facebook: Ina Hernawan

    Artikel Terkait

    Migegil
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email