My Love (Part 1)

Baca Juga :
    Judul Cerpen My Love (Part 1)

    Qifa, seorang santri di Pesantren Putri Salafiyah, tengah belajar dangan seorang kawannya Zafu untuk mempersiapkan diri menghadapi hari terakhir ujian akhir Madrasah besok sore, dengan ditemani keremangan bulan purnama, segelas kopi susu dan beberapa cemilan, mereka berdua terlihat khusyu terfokus melihat Tafsir Showi juz 3, mempelajari materi yang akan diujikan esok.

    “Qif!” Kata Zafu
    “Hem..” Qifa menyahut, dengan mata yang masih terfokus pada Kitab kuningnya
    “Setelah lulus, kamu kemana?”
    “entah ya, kalau aku sih, ingin kuliah”
    “kuliah di mana?”
    “Pengennya di uin malang”
    “Sama aku aja yuk!, ke pondok tahfidz”
    “nggak ah, sek belum siap menghafalkan al qur’an”
    Mereka pun terfokus pada Kitab Kuning masing masing
    “Eh, gimana kabar si zen?” Ujar Zafu lagi “dia janji akan melamarmu setelah lulus, kan?” lanjutnya
    “Iya sih, tapi pulangan maulid kemaren, zen menghilang, entah kemana”
    “dan kamu, masih menunggunya?”
    Qifa mengangguk
    “Mangkanya, kamu nolak semua lamaran yang datang ke kamu”
    Qifa mengangguk
    “Setia banget kamu Qif!”
    “Udah ah, Ustad Wildan tidak pernah loman ke nilai loh!” Qifa mengingatkan Zafu agar ia kembali belajar.

    Keesokan harinya…
    Beberapa anak kelas 6 Diniyah, terlihat keluar kelas, yang menandakan bahwa mereka telah menyelesaikan soal ujian mereka, terlihat ekspresi lega di wajah mereka, maklum, dengan berakhirnya ujian hari ini, menandakan bahwa mereka tinggal menunggu waktu untuk lulus dari pondok itu,
    “ALHAMDULILLAH… akhirnya selesai juga” kata salah seorang di antara mereka
    “QIFA!!!” teriak seorang santri dari kejauhan “kunti muntadhoroh ‘inda ‘ailatik!! (kau di tunggu keluarganya!!)”
    Qifa langsung berlari menuju ruang tamu, tumben sekali ia dijenguk sore hari, biasanya, ayah dan ibunya menjenguknya pada hari jum’at, atau pagi hari.

    “Assalamu’alaukum, umi, abi!”
    “Wa’alaikumsalam”
    “Umi, Qifa dah selesai ujian”
    “Alhamdulillah, semoga lulus, nak” umi mendo’akan
    “Aamiin…”
    Qifa dan keluarganya pun berbincang bincang akrab, sesekali ia terlihat tertawa lepas, sampai, abinya berkata
    “Qif, kamu sudah besar, sebentar lagi kamu lulus, ada satu hal yang ingin kami sampaikan dan kamu tidak bisa menolaknya” Abi menegangkan suasana yang sebelumnya cair “ada seorang pemuda, yang InsyAllah baik untukmu, dan Abi yakin itu, melamarmu, dan Abi, telah menerima”
    Qifa kaget mendengarnya, tumben sekali Abi seperti itu,
    “sebelumnya maaf nak, Umi dan Abi tidak memberitahumu, karena abimu yakin, engkau pasti akan menolak seperti yang sudah sudah,” jelas umi
    “Tapi bi… Qifa ingin ku…”
    “Iya Qifa, pemuda itu mendukung keinginanmu itu” kata abi, memotong pembicaraan Qifa “pemuda itu bernama Ahmad Iqras”
    Qifa tak bisa menahan air matanya, apalagi setelah mengetahui bahwa pemuda itu bukanlah zen, orang yang selama ini ia tunggu tunggu.
    “Hasil istikhoroh kalian sempurna, oleh karena itu, abi yakin, Iqras, baik untukmu”
    “Sudah nak, mungkin emang saatnya jodohmu datang, Abi dan Umi inginkan yang terbaik untukmu” kata umi bijak
    Qifa langsung merakul umi yang berada di dekatnya.

    Separuh jiwa Qifa serasa melayang saat itu juga, ia merasa beban kehidupan yang selama ini ia jalani, hilang, terbang entah kemana, pikirannya terasa enteng, bagai tidak ada masalah yang menjanggal, namun, ia masih belum tahu, seperti apa orang telah mengucapkan lafad qobul tadi,
    “Qifa, ini buku nikahmu, kau tanda tanangi ya” kata kak maria,
    Walau di sana ada foto iqras, namun, entah mengapa, ia takut melihatnya, setelah tanda tangan, ia serahkan buku nikah itu pada kak Maria,
    “Acaranya sudah selesai, kau mau di sini, apa pulang?”
    “Aku pulang saja, kak”
    “ya sudah, kalau begitu, tunggu ya, aku panggil Aa’ dulu” Kata Kak Maria, yang memanggil suaminya dengan sebutan Aa’
    “Qif, ayo, ke mobil!” kata kak Maria, setelah menutup teleponnya

    Sepanjang perjalanan, ia hanya diam, melihat ke luar jendela, entah, harus seperti apa dia saat ini, senangkah? Sedihkah? Atau bagaimana? Tiba tiba banyangan zen berkelibat di depan matanya, air mata Qifa menetes, ia sedih mengingat zen, walau ia dan zen tidak pernah berpacaran, tapi zen, telah menempati hatinya yang kosong selama ini, namun sekarang, ia harus mengganti zen dengan orang lain.

    Tak terasa, ia telah sampai di depan rumahnya,
    “Ya sudah, kita pulang dulu”
    “Loh, kakak gak nginep?”
    “Nggak lah Qif, ini rumahmu berdua”
    “Apa? Berdua?”
    “Iya, sudah ya, Assalamu’alaikum”
    “Wa’alaikum salam”
    “Ahmad sebentar lagi datang, kamarmu ada di atas, di sana ada tulisan ‘hujjrotuna’ (kamar kita)” mobil fortuner itu pun pergi.

    Ting!
    Qifa segera melihat notifikasi yang masuk di hpnya
    “Iqras mengirimi anda permintaan pertemaan melalui ID”
    Qifa kaget, ‘kok bisa’ pikirnya, karena dia tidak pernah memberi ID line ke Iqras, lalu, Iqras tau dari mana?
    Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia terima permintaan Iqras, karena bagaimanapun, Iqras adalah suaminya saat ini,

    TING!
    “Assalamu’alaikum, sayang” Iqras langsung mengiriminya pesan
    “Wa’alaikumsalam”
    “Kau sudah di rumah ya?”
    “Iya, kamu kapan ke rumah, hoca?”
    “Hoca?”
    “Iya, Hoca, guru dalam bahasa turki,”
    “Mengapa kau panggil aku Hoca?”
    “Karena menurutku, suami bukan hanya imam, tapi juga guru bagi istrinya”
    “Kamu cerdas Qifa, aku kagum padamu”
    “Nanti sore aku ke rumah, ada urusan yang masih belum selesai, bahkan, perkiraan sampai setelah maghrib” lanjut Iqras
    “Aku kesepian di sini”
    “Tenang sayang, separuh jiwaku, ada di dirimu saat ini, rumah itu rumah kita, jadi jangan canggung canggung, kamar kita di atas, kamar yang pertama”
    “Iya, aku sudah di kamar kita saat ini, cepatlah pulang Hoca!”
    “Bersabarlah Qifa, Allah cinta dengan orang orang yang bersabar”
    Qifa mengakhiri chatnya, ia ingat ia belum shalat duhur, padahal ashar sebentar lagi.
    Setelah shalat duhur serta ashar, ia bersantai di kamarnya, kebetulan, di sana ada televisi, ia melihat salah satu chanel tv yang mempertayangkan serial FTV, dan tak terasa, ia pun tertidur.

    “Qifa, bangun sayang, kau sudah shalat maghrib?” Suara itu membangunkan Qifa,
    “La haula wa la quwata! Siapa kamu?”
    Qifa terkejut ia segera meraih kerudung yang berda di dekatnya, di depannya, ada seorang pemuda, dengan senyuman yang manis, wajahnya yang teduh, membuat siapa saja jatuh cinta melihatnya, wajahnya cerah berwibawa, namun, kesan lembut, tampak jelas di kedua matanya, kulitnya putih cerah menetramkan orang yang melihatnya, menunjukkan bahwa ia adalah seseorang yang daimul wudhu’ (selalu mempunyai wudhu’), bukannya menjawab pertanyaan Qifa, ia menghampiri Qifa dan mengecup keningnya penuh cinta, lalu ia pegang ubun ubunnya dan berdo’a

    Ia mengecup kening Qifa kembali “aku adalah Hocamu” jawab Iqras
    Seketika Qifa memeluk Iqras dan tumpahlah air mata dari kedua mata beningnya.
    “Kau, belum sholat maghrib, Qif?”
    Qifa mengangguk,
    “Sholatlah dulu, sebentar lagi isya’,”
    Qifa turun dari ranjang, dan pergi berwudhu’
    Selesai sholat, tak lama setelah itu, adzan Isya’ berkumandang,
    “Qifa, aku sholat berjama’ah ke masjid”
    “Iya Hoca, jangan lama lama, ya..”
    Iqras hanya tersenyum
    “Assalamu’alaikum”
    “Wa’alaikumsalam”
    Sedang Qifa, menunaikan shalat di dalam kamar,

    To be continued

    Cerpen Karangan: Mela Resha
    Facebook: Mufassirin Biologies

    Artikel Terkait

    My Love (Part 1)
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email