Judul Cerpen Senyumnya Menghangatkanku Dalam Hujan
Aku berjalan menembus hujan yang semakin membesar, tangan kiri memegang erat tas yang menempel di dada, tangan kanan memegang payung dengan erat seakan sedang memegang tangan seseorang dengan tak ingin terlepas. Perjalanan masih beberapa puluh bahkan mungkin beberapa ratus meter. Sudah terbiasa harus berjalan sejauh itu setiap hari. Petir bersuara kilat pun menyala.
Tatapanku ke bawah, takut sesuatu terinjak olehku. Namun Tatapanku langsung terangkat begitu mendengar suara batuk sesorang. Terlihat seorang siswa Yang sedang berdiri tepat di sampingku, aku tersontak kaget melihatnya. Senyum tergambar di wajah laki-laki itu, deretan gigi ia tunjukan juga kawat gigi berwarna biru menempel di gigi putihnya yang semakin Terlihat rapi. Aku menundukan kepala tersenyum tipis, aku berniat Berjalan kembali, Namun baru satu langkah Aku melangkahkan kaki, laki-laki itu langsung melangkahkan kakinya memposisikan dia berada di sampingku membuat Aku harus mempertinggi payung yang aku pegang (Seperti salah satu adegan dalam serial drama Korea). Posisi kami saling berhadapan Aku menghadap ke arah atas dan dia menghadap ke arah bawah karena dia jauh lebih tinggi dariku. “Boleh menunmpang?” Tanyanya dengan menatapku membuat jantungku berdetak lebih kencang. Aku hanya mengangguk menampakan wajah polosku. “Sini!” Pintanya menawarkan agar payungnya dia Yang bawa, Aku memberikan payung itu segera tanpa jeda waktu lama.
Hujan semakin deras, Petir bersuara lebih seram Dan kilat memancar begitu terang. Namun Kali ini Aku tak khawatir dengan semua itu, karena ada sesorang di sampingku. Entah siapa nama laki-laki itu. Namun dari batik angkatan yang ia pakai, dia duduk di bangku kelas 11, sedangkan aku duduk di bangku kelas 12. Namun walau begitu, Aku tetap merasa terlindungi olehnya.
Hujan Yang semakin besar, semakin menyulitkan kami berjalan di tengah hamparan air Yang menggenang sekolahan, berjalan menuju tempat parkir di sudut belakang sekolah. Satu detik, satu menit hingga beberapa menit kami berjalan berdampingan akhirnya tempat Yang kami tuju pun Terlihat. Kali ini, Ada atap di atas kepala kami. kami menuruni tangga menuju tempat parkir. Laki-laki itu menutup payung kecil Yang melindungi kepala kami dari hujan tadi. Dia melipatnya walau air masih berjatuhan dari permukaan payung. “Makasih kak” ucapnya “sama-sama de” jawabku. Dari postur mungkin sapaan kita terbalik, namun dilihat dari batik Yang masing-masing kami pakai memang itulah sapaan Yang tepat.
Hujan kini semakin memperbesar, beberapa siswa dan siswi masih berdiri atau duduk di motor mereka menunggu hujan reda. Aku pun berjalan ke arah motorku yang terparkir di sudut depan, sedangkan laki-laki yang tadi berjalan tepat di belakangku. Menyadari hal itu, aku berhenti sejenak menoleh ke arahnya. Kedua alisnya dia angkat, menandakan kalau dia bertanya “ada apa?” Aku hanya menggeleng tersenyum tipis. Kuteruskan langkah kakiku, tak butuh beberapa menit sampailah tepat di belakang motorku, namun menyadari ada motor lain yang membuatku sulit duduk di atas permukaan jok motor, aku pun mencoba menggeserkannya, namun dengan segera tangan laki-laki itu menggeser motor yang berada di sampingku dengan cepat. Aku tersenyum padanya, tak ada ucapan terimakasih akan hal itu karena bagiku senyuman pun sudah mewakilinya. Bagiku sudah tak aneh dia tersenyum padaku, senyum yang begitu terlihat manis.
Aku duduk di atas permukaan motor, dia pun melakukan hal yang sama duduk di motor yang terparkir di sebelah motorku. Aku fikir, motor itu adalah motor punyanya yang kebetulan terparkir di sebelah motorku. Hening hanya ada sedikit suara hujan yang kini semakin reda. Tak saling berbicara, hanya sesekali saling menengok dan beberapa kali mata kami bertemu *contacteyes juga saling menunjukan senyuman yang entah apa maksudnya. Tak perlu kata-kata tak perlu hangat tubuhnya, hanya dengan senyumnya yang begitu membuat nyaman hati, membuat seakan hujan, petir dan kilat tak menjadi sebuah ketakutan lagi.
Ingin berkata terimakasih padanya atas kehangat singkat karenanya atau berkata “senyummu menghangatkanku dalam hujan” walau tak berkenalan, tak tahu siapa namanya. Namun apa berartinya nama? Bagiku tak berarti tapi kebersamaan kami yang terhitung waktu, lebih berarti dari sekedar tahu namanya.
Cerpen Karangan: Renita Melviany
Facebook: Renita melviany
Aku berjalan menembus hujan yang semakin membesar, tangan kiri memegang erat tas yang menempel di dada, tangan kanan memegang payung dengan erat seakan sedang memegang tangan seseorang dengan tak ingin terlepas. Perjalanan masih beberapa puluh bahkan mungkin beberapa ratus meter. Sudah terbiasa harus berjalan sejauh itu setiap hari. Petir bersuara kilat pun menyala.
Tatapanku ke bawah, takut sesuatu terinjak olehku. Namun Tatapanku langsung terangkat begitu mendengar suara batuk sesorang. Terlihat seorang siswa Yang sedang berdiri tepat di sampingku, aku tersontak kaget melihatnya. Senyum tergambar di wajah laki-laki itu, deretan gigi ia tunjukan juga kawat gigi berwarna biru menempel di gigi putihnya yang semakin Terlihat rapi. Aku menundukan kepala tersenyum tipis, aku berniat Berjalan kembali, Namun baru satu langkah Aku melangkahkan kaki, laki-laki itu langsung melangkahkan kakinya memposisikan dia berada di sampingku membuat Aku harus mempertinggi payung yang aku pegang (Seperti salah satu adegan dalam serial drama Korea). Posisi kami saling berhadapan Aku menghadap ke arah atas dan dia menghadap ke arah bawah karena dia jauh lebih tinggi dariku. “Boleh menunmpang?” Tanyanya dengan menatapku membuat jantungku berdetak lebih kencang. Aku hanya mengangguk menampakan wajah polosku. “Sini!” Pintanya menawarkan agar payungnya dia Yang bawa, Aku memberikan payung itu segera tanpa jeda waktu lama.
Hujan semakin deras, Petir bersuara lebih seram Dan kilat memancar begitu terang. Namun Kali ini Aku tak khawatir dengan semua itu, karena ada sesorang di sampingku. Entah siapa nama laki-laki itu. Namun dari batik angkatan yang ia pakai, dia duduk di bangku kelas 11, sedangkan aku duduk di bangku kelas 12. Namun walau begitu, Aku tetap merasa terlindungi olehnya.
Hujan Yang semakin besar, semakin menyulitkan kami berjalan di tengah hamparan air Yang menggenang sekolahan, berjalan menuju tempat parkir di sudut belakang sekolah. Satu detik, satu menit hingga beberapa menit kami berjalan berdampingan akhirnya tempat Yang kami tuju pun Terlihat. Kali ini, Ada atap di atas kepala kami. kami menuruni tangga menuju tempat parkir. Laki-laki itu menutup payung kecil Yang melindungi kepala kami dari hujan tadi. Dia melipatnya walau air masih berjatuhan dari permukaan payung. “Makasih kak” ucapnya “sama-sama de” jawabku. Dari postur mungkin sapaan kita terbalik, namun dilihat dari batik Yang masing-masing kami pakai memang itulah sapaan Yang tepat.
Hujan kini semakin memperbesar, beberapa siswa dan siswi masih berdiri atau duduk di motor mereka menunggu hujan reda. Aku pun berjalan ke arah motorku yang terparkir di sudut depan, sedangkan laki-laki yang tadi berjalan tepat di belakangku. Menyadari hal itu, aku berhenti sejenak menoleh ke arahnya. Kedua alisnya dia angkat, menandakan kalau dia bertanya “ada apa?” Aku hanya menggeleng tersenyum tipis. Kuteruskan langkah kakiku, tak butuh beberapa menit sampailah tepat di belakang motorku, namun menyadari ada motor lain yang membuatku sulit duduk di atas permukaan jok motor, aku pun mencoba menggeserkannya, namun dengan segera tangan laki-laki itu menggeser motor yang berada di sampingku dengan cepat. Aku tersenyum padanya, tak ada ucapan terimakasih akan hal itu karena bagiku senyuman pun sudah mewakilinya. Bagiku sudah tak aneh dia tersenyum padaku, senyum yang begitu terlihat manis.
Aku duduk di atas permukaan motor, dia pun melakukan hal yang sama duduk di motor yang terparkir di sebelah motorku. Aku fikir, motor itu adalah motor punyanya yang kebetulan terparkir di sebelah motorku. Hening hanya ada sedikit suara hujan yang kini semakin reda. Tak saling berbicara, hanya sesekali saling menengok dan beberapa kali mata kami bertemu *contacteyes juga saling menunjukan senyuman yang entah apa maksudnya. Tak perlu kata-kata tak perlu hangat tubuhnya, hanya dengan senyumnya yang begitu membuat nyaman hati, membuat seakan hujan, petir dan kilat tak menjadi sebuah ketakutan lagi.
Ingin berkata terimakasih padanya atas kehangat singkat karenanya atau berkata “senyummu menghangatkanku dalam hujan” walau tak berkenalan, tak tahu siapa namanya. Namun apa berartinya nama? Bagiku tak berarti tapi kebersamaan kami yang terhitung waktu, lebih berarti dari sekedar tahu namanya.
Cerpen Karangan: Renita Melviany
Facebook: Renita melviany
Senyumnya Menghangatkanku Dalam Hujan
4/
5
Oleh
Unknown