Untuk Ayah

Baca Juga :
    Judul Cerpen Untuk Ayah

    Gadis kecil itu adalah Nina, terlihat sedang duduk di sebuah kursi roda. Matanya menatap ke arah langit malam yang bertabur bintang. Seolah meminta harapan untuk dirinya.

    “Nina, masuk yuk, sudah malam ini,” pinta Ibunda Nina.
    “Bunda, Nina rindu ayah, Nina ingin bertemu ayah, bunda…,” ucap Nina sambil terus memandangi langit.
    Sekejap Ibunda tertunduk, matanya meneteskan butiran air mata yang jatuh ke pipinya. Namun ia mengusapnya dengan cepat.

    “Nina sayang, ayah masih bertugas. Nanti pasti ayah pulang dan memeluk Nina,” jawab Ibunda sambil mengelus kepala Nina.
    “Tapi kapan bunda? Nina rindu sekali dengan ayah, Nina ingin ayah datang saat ultah Nina, bunda…,” ucap Nina penuh harap.
    “Nanti sayang… Nina sekarang tidur, terus berdoa kepada Tuhan agar ayah cepat pulang dan memeluk Nina, oke sayang?” balas Ibunda berusaha menenangkan Nina.
    “Ya sudah bun, Nina tidur sekarang,” balas Nina.
    Mereka berdua masuk ke dalam rumah dan meninggalkan suasana malam yang dingin.

    Pagi itu, Nina terlihat duduk di depan jendela kamarnya. Masih dengan kursi roda yang masih setia menyangga tubuh lemahnya. Tangan kanannya terlihat memegang sebuah pensil dan sebuah kertas kecil di pangkuannya. Perlahan, Nina mulai menulis sesuatu.
    Setelah selesai menulis, Nina melipat kertas itu dengan rapi lalu menggenggamnya dengan erat.

    “Nina, sarapan dulu ya…,” ujar Ibunda sambil membawa menu sarapan untuk Nina.
    “Iya bunda…,” jawab Nina sambil menebar senyum manis.
    Nina terlihat sarapan pagi dengan sangat lahap. Tidak seperti biasanya.

    “Bunda, ayah kapan pulang? Kok masih lama? Nina rindu..,” Nina kembali bertanya tentang Ayahnya. Matanya berkaca-kaca. Seolah sangat rindu dengan Ayahanda terinta.
    “Nina sayang, ayahmu pasti pulang kok… Dan pasti dia datang di hari ulang tahunmu, sayang,” balas Ibunda.
    “Tapi kapan bunda…?” jawab Nina.
    Ibunda tidak menjawab, hanya diam sambil memandangi wajah polos anak semata wayangnya itu.

    “Nina sayang, nanti setelah makan, kamu ikut bunda ke lapangan ya?” ucap Ibunda.
    “Ha? Kenapa ke sana bunda?” tanya Nina dengan heran.
    “Sudahlah sayang, pokoknya kamu ikut ke lapangan ya…,” jawab Ibunda yang semakin membuat Nina heran.
    “Ya sudah deh bunda, Nina ikut,” balas Nina sambil sekali lagi tersenyum.
    “Tapi, Nina harus memakai penutup mata dulu, oke?” ucap Ibunda.
    “Kok pakai gituan bunda?” Nina semakin heran.
    “Sudahlah…,” balas Ibunda.
    “Ya sudah deh, bunda,” jawab Nina pasrah

    Setelah makan, mereka berjalan menuju lapang sepak bola di sudut kompleks perumahan. Dengan penutup mata, Nina ditemani Ibunda menuju lapangan.
    Mereka pun sampai di sebuah lapangan hijau yang teramat luas.
    Mereka menuju ke sebuah pohon mangga di sudut lapangan. Mereka berteduh di bawah naungan daun pohon mangga.
    “Nina, kita berteduh di sini dulu ya nak…,” ucap Ibunda.
    “Iya bunda…,” balas Nina denga senyum manisnya.

    Hampir 1 jam mereka di sana. Tiba-tiba angin bertiup sangat kencang, suara gemuruh terdengar begitu nyaring.
    “Bunda…! Bunda…! Kenapa ini? Ada apa ini? Nina takut bunda… Ayo pulang,” ucap Nina ketakutan sambil memeluk Ibundanya.
    “Tenang sayang, tidak ada apa-apa kok… Tenang ya…,” balas Ibunda berusaha menenangkan Nina.
    “Tapi Nina takut bunda…, Nina takut…,” Nina terus memeluk Ibundanya dengan mata masih tertutup.

    Setelah 5 menit, suara gemuruh dan angin kencang sudah tidak ada.
    “Nina sayang, kita ke tengah lapangan yuk…,” ucap Ibunda.
    “Tidak mau bunda, Nina takut…,” Nina masih saja takut dengan suara gemuruh tadi.
    “Tidak apa-apa nak,” balas Ibunda.
    “Hmmm… Ya sudah deh bunda,” balas Nina, pasrah.
    Mereka pun menuju ke tengah lapangan.

    “Nina sayang, kamu sudah siap kan?” tanya Ibunda.
    “Sudah siap apa bunda?” Nina semakin heran.
    “Sudah siap untuk membuka mata?” tanya Ibunda sekali lagi.
    “Sudah bunda…,” jawab Nina.
    Dengan perlahan, kedua tangan Ibunda Nina membuka penutup mata dari belakang. Matanya terus meneteskan air mata.
    “Nah, sekarang Nina sudah boleh buka mata…,”

    Perlahan, Nina membuka mata kecilnya. Bayangan masih belum jelas. Tapi perlahan, matanya dapat melihat sebuah benda besar berwarna hijau tua di hadapannya.
    “Wooow… Bunda, ini helikopter kan bunda? Yang ada di televisi itu? Iya kan bunda?” tanya Nina. Ia baru kali ini melihat helikopter secara langsung.
    “Iya nak, ini helikopter… Katanya kamu mau jadi pilot wanita…,” balas Ibunda sambil tersenyum.
    “Iya bunda, tapi yang Nina mau adalah ayah, bukan helikopter…,” balas Nina. Wajah polosnya tidak lagi ceria, ia tetap saja mau ayahnya datang.

    Tiba-tiba seorang lelaki berbadan tegap dengan seragam TNI turun dari atas pesawat. Wajahnya tertutup topeng putih.
    “Bunda… Itu siapa bunda? Itu siapa?” Nina ketakutan melihat pria bertopeng itu.
    “Tenang sayang…,” balas Ibunda.
    Pria itu terus saja mendekati Nina. Nina kembali menutup matanya.
    “Haii…. Sayang…,” pria itu menyapa Nina dengan berbisik.
    “Kamu siapa? Pergi!” Nina masih saja menutup matanya.
    “Buka dong matanya…,” perintah pria itu.
    Nina pun membuka matanya perlahan. Seorang pria gagah dengan seragam TNI berdiri di hadapannya. Kedua tangan pria itu memegang sebuah tulisan…
    “Happy birthday Nina sayang…,” ucap pria gagah itu dengan lembut.
    “AYAAAAHHHH…!!!” teriak Nina. Pria itu langsung mendekap Nina dengan penuh kasih sayang. Air matanya tumpah saat mendekap Nina.
    Ya, pria gagah itu adalah ayah Nina. ia pergi selama 3 tahun karena ada misi perdamaian di luar negeri. Selama berpisah, Nina selalu menanyakan kapan ayahnya pulang ke Indonesia.

    Air mata Nina terus tumpah. Ia menangis bahagia di bawah dekapan ayah tercinta. Nina tidak menyangka, ayahnya datang saat hari ulang tahunnya. Ibunda Nina juga mendekap Nina dengan penuh kasih sayang. Nina masih saja tidak percaya dengan semua ini. Ia masih tidak menyangka bahwa akan bertemu dengan seseorang yang amat dicintainya di hari ulang tahunnya

    “Ayah, Nina sayang dengan ayah. Ayah juga sayang dengan Nina kan?” ucap Nina dengan berlinang air mata.
    “Iya sayang, Ayah sangat sayang dengan Nina. Nina terus berusaha dan berdoa ya, agar nanti bisa jadi tentara seperti ayah… Dan bisa sembuh dari penyakit..,” balas Ayah Nina sambil memandangi wajah Nina.
    “Iya ayah…,” jawab Nina.

    Ayah dan Ibunda Nina tetap mendekap putrinya itu. Air mata masih mengalir deras di pipi mereka masing-masing. Mereka terlihat sangat bahagia di hari ulang tahun Nina. Mereka berharap Nina masih bisa merayakan ulang tahunnya tahun depan.

    Saat mendekap Nina, Ayah merasakan sesuatu aneh terjadi. Entah apa yang ada di benak Ayah Nina hari itu. Ada hal ganjil yang membuat otaknya kacau. Sejenak ia terdiam. Benar saja. Ayah Nina tidak merasakan detak jantung Nina. Sontak saja Ayah Nina menatap wajah anaknya itu. Kedua lubang hidung Nina mengeluarkan darah merah. Sekali lagi Ayah Nina memeriksa detak jantung Nina. Tidak ada detak jantung sama sekali.
    “Nina… Nina sayang… Bangun nak.. Bangun…!” Ayah Nina berusaha membangunkan Nina. Tapi tetap hasilnya nihil. Nina meninggal di dekapan ayahanda tercintanya.

    Tak sengaja Ayah Nina melihat sebuah kertas kecil di tangan kanan Nina. Ia membuka dan membaca kertas itu. Tangannya gemetar saat membuka kertas kecil itu.

    Untuk Ayah Tercinta
    Ayah, Nina rindu sama ayah… Ayah kapan pulang? Nina ingin dipeluk ayah di hari ulang tahun Nina… Nina sangat ingin dipeluk ayah… Tapi hal itu tidak mungkin terjadi, itu mustahil. Mungkin Nina bisa bertemu dengan ayah nanti, tidak sekarang. Ayah… Nina doakan semoga ayah kerjanya lancar…
    Nina sayang ayah…
    Dari
    Elnina

    Ayah Nina makin tak percaya. Putri semata wayangnya meninggalkannya saat hari ulang tahun putrinya. Air matanya tumpah ruah membasahi seragamnya. Rasanya baru pertama bertemu Nina, namun Nina sudah tiada. Nina sekarang tenang di sana. Tidak lagi merasakan sakit kanker yang menggerogoti tubuh mungilnya.

    Cerpen Karangan: Titov Varel
    Facebook: Titov Srh Yamadict TL

    Artikel Terkait

    Untuk Ayah
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email