Ego

Baca Juga :
    Judul Cerpen Ego

    Masih di pojokan kamar yang gelap. Dengan rambut acak acakan, mata berkantung dan sayu aku terlihat seperti orang gila.

    “Ayka, buka pintunya nak, ibu harus bicara sama kamu” teriak ibu dari luar.
    Aku masih tetap di tempatku. Bersikap diam lebih baik pikirku.

    Tuk.. Tuk.. Tuk..
    Suara sepatu berjalan di lantai.
    Itu ayah. Aku bisa mengetahuinya dari dalam. Seakan-akan ada CCTV di luar kamarku.
    “Kamu apakan Ayka? Kenapa dia tidak mau keluar?” Tanya ayah dengan kasar
    “Apa kamu bilang? Aku sangat menyayangi Ayka, mana mungkin aku bersikap kasar padanya.”
    “Pembohong kamu!”

    Ini alasanku kenapa aku tidak keluar rumah. Ayah ibu terus bertengkar. Aku berterima kasih pada Tuhan, karena ibu pernah keguguran waktu hamil calon adikku, bagaimana jika ia hidup? Apakah ia mampu menelan ini semua? Cukup aku yang mengalaminya.

    HP ayah berdering
    “Oke kiy, aku akan ke sana” kata ayah.
    Kiy?? Ya, dia adalah penyebab pertengkaran ini terjadi. Entah apa salah ibu, ayah lebih memilih Kiy, padahal ibu adalah perempuan yang sangat baik dibanding Kiy.

    “kamu akan nemui Kiy mas?” Tanya ibu dengan suara parau nya, aku bisa mendengar dari sini kalau ia sangat sakit.
    “Lah, kenapa? Emang itu urusan kamu?? Ingat ya Fin, sebentar lagi kita akan cerai. Aku akan memberikan harta aku 50% ke kamu, dan rumah ini juga untuk kamu, jangan berani berani kamu halangi aku” kata ayah dengan pedasnya

    Mataku memanas, sesuatu keluar dari mataku. Ya, aku menangis. Apakah ayah tidak sadar aku ada di dalam sini? Aku benar benar ingin membunuh Kiy.

    Kudengar ayah melangkahkan kakinya pergi, dan terdengar ibu menangis. Oh, wanita emang lebih memilih menangis dibandingkan melawan, begitu baiknya ibuku.

    Ibu pergi, dan tak terdengar suaranya lagi.

    Di pagi hari, ini jadwal ku sekolah. Aku kelas 11. Tak ada sarapan seperti biasanya, ibu sedang terpuruk, pikirku.
    Kulihat di kamarnya ibu menangis di atas sajadah. Entah apa dosa perempuan ini sehingga ia harus menghadapi masalah ini.

    Aku pergi ke sekolah, pelajaran pelajaran yang diberikan tak masuk ke otakku. Semuanya hanyalah asap bagiku. Yang kupikirkan adalah siapa Kiy ini.

    Tak terasa, jam sekolah berakhir. Aku terkejut ada wanita asing menjemputku.
    “Hay Ayka, ayo ikut tante”
    “Apa kau pikir aku anak 10 tahun?”
    “Kau masih manis, disebut umur 8 tahun pun tak mengapa.” Kayanya
    “Hah? Masih manis kau bilang? Apa kau pikir aku kenal kau?” Jawabku jutek
    Ia masih sabar menghadapiku
    “Aku Kiy. Calon mama baru kamu. Dulu kita sering main bareng lho. Kit jalan jalan ke mall. Kamu udah lupa? Iya wajar ajalah, soalnya tante baru pulang dari Thailand. Kamu bisa manggil say dengan mama. Oh ya, papa kamu suruh mama jemput kamu” katanya panjang lebar
    Plaak..
    Tamparku, aku ingat dia. Dia adalah bunga manis beracun. Aku membenciya, aku ingat dia siapa.
    “Ayka, mana etika kamu?” Katanya teriak sambil memegang pipinya yang kemerahan.
    Aku tak peduli seberapa banyak orang yang melirik ke arah kami. Bahkan ada yang berhenti untuk melihat drama ini.

    “Yaa!! Apa kau tau? Aku 2 kali membunuh orang, dan masuk penjara. Untung ayah orang kaya. Ia bisa menebusnya. Tapi tidak denganmu. Aku harus membunuhmu” kataku
    Sontak semua orang yang berada di situ menghentikan aksiku
    .
    Aku dipulangkan oleh Keysha, temanku. Sampai rumah aku melihat ibu tidur, pasti ia sakit.
    Aku datang berdiri di hadapannya. Aku bukan orang yang bisa romantis dengan orangtuanya. Aku diam, ibu memandangku, meraih tanganku, mencium keningku, aku pun membalasnya.

    Tak lama, ayah pulang, aku tau Kiy pasti mengadu. Toh aku tidak takut! Ternyata ayah tidak marah padaku, namun ia berkata “Ayka, kau sudah besar. Pahamilah posisi ayah, terimalah kiy”
    “Ayah, dirimu lebih besar. Bahkan kau sudah bau tanah. Fikirkan ibu dan posisikan jika kau berada di tempatnya”
    “Apa katamu?”
    “Apa ayah tua ini tuli?”
    “Stoop Ayka! Ayah bisa melukaimu”
    “Silahkan. Apa ayah fikir aku akan diam saj? Pasti aku akan membalasnya”
    “Durhaka kamu! Ini yang sudah diajari ibu kamu?”
    “Tidak ayah, ibu mengajariku untuk bersabar menghadapi masalah, tidak mencari, pelarian. Kenapa ayah tidak jenguk ibu yang sedang sakit? Aahhh.. Iyaaa!! Aku tahu, ayahku tak lagi punya hati, ya kan? Terus fikirkan Kiy ayah! Fikirkan saja makhluk mati itu di kepalamu!” Kataku setengah berteriak. Posisi kami jauh dari kamar ibu.
    “Aku tidak akan memberimu warisan dan juga pada ibumu”
    “Silahkan, aku akan membunuhmu dan juga Kiy”
    “kurang ajar”

    Aju akhiri perkelahian ini, aku kembali ke kamar ibu. Aku merasakan hal aneh. Ibu pucat, badannya dingin. Aku menggendong ibu menuju garasi. Aku emang perempuan, tapi tenagaku laki laki.
    Mobil kunyalakan dan kustir menuju Rumah sakit.

    Terlambat, ibu sudah meninggal dari tadi, mungkin sejak perdebatanku dengan ayah.
    Aku menangis. Ibu, ajari aku atas kesabaranmu.

    Jenazah telah dikubur, ayah datang dan duduk di sampingku. Ia memelukku, meminta maaf padaku. Agh! Dasar bodoh.
    Baru kusadari, ibu menderita penyakit jantung. Jantungnya tiba tiba melemah. Tapi kenapa kami tidak ada yang tahu? Perkawinan Kiy dan ayah dibatalkan, ayah berjanji tidak akan mencari wanita lagi karena ibu adalah segalanya, dan kiy berjanji padaku akan meninggalkan kami dengan kembali ke Thailand. Aku dan ayah kembali bahagia seperti dulu, walau kini tak ada ibu. Ibu, i love you

    Cerpen Karangan: Ellya Syafriani
    Blog / Facebook: Ellya Syafriani

    Artikel Terkait

    Ego
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email