Judul Cerpen Moonchild (Part 3)
Malam setelah kejadian dikeroyok
Desember 2012
Untung saja sudah tengah malam, kalau aku ketahuan memasuki apertemen elit dengan keadaan babak-belur begini aku pasti sudah dikirim ke kantor polisi. Beruntung sekali Jimin memiliki tempat tinggal ini, karena ini adalah impianku juga.
Aku memiliki kunci kamar Jimin karena sejak awal kami selalu bertukar barang-barang, dia juga memiliki kunci lemari pakaianku, aku membawa bagian lain dari Keyboardnya – aku membawa huruf J dan dia juga melepas huruf T, kami seperti saudara kandung ya? Dan hal-hal kecil lainya yang menjadi bumbu pelengkap persahabatan kami.
Lampu mati.
Aku juga tidak berusaha menyalakan.
Aku terjatuh di ubin dingin depan pintu masuk, karena kepala yang terus terasa sakit, sebaiknya aku memejamkan mata beberapa menit saja.
Maaf, Jimin-ah, aku harus menyusahkan kamu lagi.
—
3.40 AM
Ada polisi.
Sial!
Aku memperlambat laju mobil, dengan kecemasan yang kian menambah. Bagaimana kalau Taehyung tidak menungguku? Bagaimana kalau dia- dia terjun atau sesuatu yang lebih menyeramkan dari itu, la-lalu bagai-mana ka-kalau di-dia terl-uka lagi?
Bagaimana ini?
Polisi, sialan!
Sebentar. Kenapa GPS tidak berjalan otomatis? Apa tempat tujuanku baru saja dibuka makanya tidak masuk dalam peta ini?
Ah, suaranya hostnya berputar lagi. Mungkin karena kesalahan system suaranya jadi hilang, wanita itu kembali membacakan guide, dan aku menemukan dimana letak tempat yang dimaksud Taehyung.
Taehyung-ah, tunggu aku. Tolong jangan memutuskan hal gila sendirian. Tunggu, sahabatmu ini.
—
Nenek memberikan segelas jamu yang dia bawa dari Indonesia, aku mencoba meminumnya dengan melupakan bau dari jamu ini. Nenek bercerita banyak tentang perjalanannya, dia bahkan membawakan kain khas Indonesia, aku dipaksa memakai kain itu dan melepas baju dengan dada kosong aku memamerkan betapa cocoknya aku memakai kain itu.
“Hyung, ada telepon untukmu.” Jae berteriak dari ruang tamu sembari memainkan gangang telepon padaku, aku meminta izin pada nenek untuk menerima telepon.
“Jimin di sini,” belum lagi aku menyelesaikan perkataanku, suara seorang wanita menghalau lebih dulu.
“Jimin-ah, kamu tahu di mana Taehyung? Aku sudah mencari dirumahnya tapi nenek bilang dia tidak di sana, dan aku merasa khawatir karena dia belum juga menghubungiku.” Terdengar isak tangis diujung sana, wanita itu sepertinya sudah bergetar karena tangisan.
“Ada apa, Zian? Apa yang terjadi?”
Namun Zian hanya terdiam.
“Zian, katakan padaku, ada apa?”
“Nanti akan aku ceritakan, ceritanya panjang dan saat ini aku belum focus pada siapa pun dan apa pun, aku hanya ingin mengetahui di mana Taehyung.” Lagi-lagi dia menangis dengan isakan pilu yang membuatku ingin berlari pada Taehyung dan meminta penjelasan.
“Mungkin saja dia ada di apertmenku. Kamu ingat kan aku pernah mengajak kamu makan disana? Pergilah ke alamat itu, dia pasti disana.”
“Ya, ya, terima kasih, Jimin.”
“Zian-ssi, tolong jaga Taehyung. Tolong beri dia makan sebelum aku kembali kerumah, kamu tahukan kadang dia jadi begitu rapuh?” aku kembali mengingatkan Zian betapa Taehyung kami memiliki sisi gelap yang hanya diketahui kami.
“Ya, aku akan menjaganya. Kamu cepatlah selesaikan acaramu. Datang, dan aku akan menceritakan semuanya padamu. Sudah yaa, aku harus segera pergi.”
“Hati-hati, Zian.”
Aku meletakan gangang telepon dengan lemas, bertanya pada diri sendiri bahwa apa yang sedang terjadi pada mereka? Apa mereka putus? Tidak, aku rasa mereka tidak akan bisa putus.
“Taehyung kenapa kak?” Jae muncul dibelakangku dan bertanya dengan cara yang cool, aku hanya menggeleng meyakinkan diriku sendiri bahwa Taehyung baik-baik saja. Ya, sahabatku itu pasti bisa mengatasi masalah yang dia miliki.
—
08.00 PM
Jeju Island
“Wah, lihat ini, siapa yang berdiri disana?” suara berat itu mengudara dengan sangat lantang, beberapa pria bertato yang berdiri disamping lelaki itu terlihat menyerigai.
“Ya, sepertinya kalian sudah tahu aku akan datang. Bagaimana kabarmu kak?” aku mencoba ramah dan melupakan apa yang pernah dia lakukan padaku sebelumnya meskipun itu sangat sulit, karena sakit yang dulu tercetak masih saja terasa.
“Jangan biarkan Zian keluar.” Kakak lelaki Zian bebicara pada beberapa pengawal mereka menggunakan bahasa Mandarin. Dia akan berfikir bahwa aku mungkin belum mengerti bahasa mereka namun 4 tahun bukanlah waktu yang cepat bagiku untuk belajar bahasa mandarin dan aku tidak mau itu sia-sia belaka.
“Kenapa kau tersenyum?” XiuMin bertanya lagi, berdiri dari duduknya dan berjalan kecil kearahku.
“Jangan berfikir bahwa karena kamu public figure aku jadi segan untuk melukai wajahmu itu. Meskipun kalau boleh jujur, wajahmu ini lebih baik wajah yang dulu. Aku bisa menyaksikan wajahmu dulu yang kuhabisi dengan tanganku, ah, betapa malangnya kau, Taehyung.” Dia dengan menyerigai berdiri di hadapanku, tapi karena tinggiku yang melebihi dia membuat dia terlihat begitu kecil meski bodynya sangat kekar.
“Ah, kau bertambah tinggi. Siapa sangka kau akan datang kesini, Zian pasti akan senang melihatmu. Tapi, hey, dia sudah menikah dengan Choi Sinwoo, dan mereka sudah memiliki satu putri cantik. Ya, sekedar informasi untukmu.” XiuMin tertawa sembari berjalan meninggalkanku, ia kembali duduk dibangkunya.
Choi Sinwoo? Ah, anak kepala pengedar Narkoba? Aku tahu nama-nama gelap itu, mereka bahkan lebih terkenal dikalangan seleberitis dibandingkan kalangan pengusaha karena seleberitis membutuhkan obat namun berbeda denganku, aku mengetahui Sinwoo karena dia adalah lelaki yang dijodohkan XiuMin dengan Zian.
“Apa dia melanjutkan usaha ayahnya? Aku dengar-dengar ayahnya meninggal 2 bulan yang lalu. Apa itu bukan karena kamu?”
XiuMin membanting gelas kelantai dan berdiri dengan marah, dia menatapku seakan aku adalah kedelai malang yang siap disantapnya.
“Diam kau! Jangan berani-beraninya di daerah kekuasaanku.”
Aku tertawa.
Jimin-ssi, seadainya kamu di sini, kita akan menertawakan ekspresi bodoh lelaki sok jagoan ini.
“Ini boleh daerah kekuasaanmu, tapi kalau aku mengungah sesuatu di Internet maka kau akan tamat.”
XiuMin terdiam, kemudian tertawa lagi.
“Jangan bodoh, Taehyung. Kalau kau melakukan itu maka masalalumu akan diketahui semua orang, kau tidak akan memiliki pengemar lagi, tidak akan ada yang ingin mendukung dan melindungimu karena merasa dibodohi.”
Aku menggeleng keras. Kataku, “Tidak. Mereka tidak seperti kau, XiuMin. Pengemarku bahkan lebih setia dari siapa pun, Sahabat-sahabatku bahkan lebih baik darimu. Kau tidak perlu takut aku diasingkan, kau terlalu baik untuk melakukan itu.” Perkataanku membuat XiuMin kaget dan menyadari kesalahanya, dia lalu berbisik pada seorang pria dan orang itu masuk kedalam rumah. Aku tidak bisa menjelaskan dengan baik bagaimana bagian rumah ini tapi seperti inilah cara aku menjelaskannya.
Ruangan ini sunyi. Hanya diisi oleh ketukan sepatu yang makin nyaring seperti bergerak ke arah tempat kami berdebat
Kain pintu besar berwarna merah di hadapan kami terangkat dan menampilkan tubuh ramping Zian dibalut baju serba hitam dan kakinya memakai sepasang Heels berwarna senada, rambutnya dikuncir kuda dan wajahnya sedikit dipolesi bedak tipis, bibirnya sedikit berkilap mungkin karena dia memakai lipglos.
Kami sama-sama kaget dengan keberadaan masing-masing. Zian bahkan sedang gemetaran, kakinya tidak mampu lagi menahan tubuhnya, dia tersungkur di lantai dan buru-buru seorang pengawal ingin membantunya berdiri namun dia tolak.
“Kenapa Zian? Kamu masih mencintai Taehyung? Bahkan setelah kamu menikah dan memiliki anak?”
Betapa jahatnya XiuMin, menjebak adiknya dan memaksa menikah, sekarang dia melempar kata-kata yang pedas pada adiknya sendiri?
Aku bergerak cepat ke arah XiuMin dan langsung melayangkan sebuah tinju tepat pada hidungnya sebelum mereka menyadari aku tengah bergerak, Lelaki itu terjatuh menimpa kursi duduknya sendiri, sedang dua pengawal lalu berebutan menarik tanganku agar aku mundur.
“Wah, sudah jago kamu, Taehyung.”
TO BE CONTINUE
Cerpen Karangan: Bunga Salju
Blog: velerianarahayaan.blogspot.co.id
Malam setelah kejadian dikeroyok
Desember 2012
Untung saja sudah tengah malam, kalau aku ketahuan memasuki apertemen elit dengan keadaan babak-belur begini aku pasti sudah dikirim ke kantor polisi. Beruntung sekali Jimin memiliki tempat tinggal ini, karena ini adalah impianku juga.
Aku memiliki kunci kamar Jimin karena sejak awal kami selalu bertukar barang-barang, dia juga memiliki kunci lemari pakaianku, aku membawa bagian lain dari Keyboardnya – aku membawa huruf J dan dia juga melepas huruf T, kami seperti saudara kandung ya? Dan hal-hal kecil lainya yang menjadi bumbu pelengkap persahabatan kami.
Lampu mati.
Aku juga tidak berusaha menyalakan.
Aku terjatuh di ubin dingin depan pintu masuk, karena kepala yang terus terasa sakit, sebaiknya aku memejamkan mata beberapa menit saja.
Maaf, Jimin-ah, aku harus menyusahkan kamu lagi.
—
3.40 AM
Ada polisi.
Sial!
Aku memperlambat laju mobil, dengan kecemasan yang kian menambah. Bagaimana kalau Taehyung tidak menungguku? Bagaimana kalau dia- dia terjun atau sesuatu yang lebih menyeramkan dari itu, la-lalu bagai-mana ka-kalau di-dia terl-uka lagi?
Bagaimana ini?
Polisi, sialan!
Sebentar. Kenapa GPS tidak berjalan otomatis? Apa tempat tujuanku baru saja dibuka makanya tidak masuk dalam peta ini?
Ah, suaranya hostnya berputar lagi. Mungkin karena kesalahan system suaranya jadi hilang, wanita itu kembali membacakan guide, dan aku menemukan dimana letak tempat yang dimaksud Taehyung.
Taehyung-ah, tunggu aku. Tolong jangan memutuskan hal gila sendirian. Tunggu, sahabatmu ini.
—
Nenek memberikan segelas jamu yang dia bawa dari Indonesia, aku mencoba meminumnya dengan melupakan bau dari jamu ini. Nenek bercerita banyak tentang perjalanannya, dia bahkan membawakan kain khas Indonesia, aku dipaksa memakai kain itu dan melepas baju dengan dada kosong aku memamerkan betapa cocoknya aku memakai kain itu.
“Hyung, ada telepon untukmu.” Jae berteriak dari ruang tamu sembari memainkan gangang telepon padaku, aku meminta izin pada nenek untuk menerima telepon.
“Jimin di sini,” belum lagi aku menyelesaikan perkataanku, suara seorang wanita menghalau lebih dulu.
“Jimin-ah, kamu tahu di mana Taehyung? Aku sudah mencari dirumahnya tapi nenek bilang dia tidak di sana, dan aku merasa khawatir karena dia belum juga menghubungiku.” Terdengar isak tangis diujung sana, wanita itu sepertinya sudah bergetar karena tangisan.
“Ada apa, Zian? Apa yang terjadi?”
Namun Zian hanya terdiam.
“Zian, katakan padaku, ada apa?”
“Nanti akan aku ceritakan, ceritanya panjang dan saat ini aku belum focus pada siapa pun dan apa pun, aku hanya ingin mengetahui di mana Taehyung.” Lagi-lagi dia menangis dengan isakan pilu yang membuatku ingin berlari pada Taehyung dan meminta penjelasan.
“Mungkin saja dia ada di apertmenku. Kamu ingat kan aku pernah mengajak kamu makan disana? Pergilah ke alamat itu, dia pasti disana.”
“Ya, ya, terima kasih, Jimin.”
“Zian-ssi, tolong jaga Taehyung. Tolong beri dia makan sebelum aku kembali kerumah, kamu tahukan kadang dia jadi begitu rapuh?” aku kembali mengingatkan Zian betapa Taehyung kami memiliki sisi gelap yang hanya diketahui kami.
“Ya, aku akan menjaganya. Kamu cepatlah selesaikan acaramu. Datang, dan aku akan menceritakan semuanya padamu. Sudah yaa, aku harus segera pergi.”
“Hati-hati, Zian.”
Aku meletakan gangang telepon dengan lemas, bertanya pada diri sendiri bahwa apa yang sedang terjadi pada mereka? Apa mereka putus? Tidak, aku rasa mereka tidak akan bisa putus.
“Taehyung kenapa kak?” Jae muncul dibelakangku dan bertanya dengan cara yang cool, aku hanya menggeleng meyakinkan diriku sendiri bahwa Taehyung baik-baik saja. Ya, sahabatku itu pasti bisa mengatasi masalah yang dia miliki.
—
08.00 PM
Jeju Island
“Wah, lihat ini, siapa yang berdiri disana?” suara berat itu mengudara dengan sangat lantang, beberapa pria bertato yang berdiri disamping lelaki itu terlihat menyerigai.
“Ya, sepertinya kalian sudah tahu aku akan datang. Bagaimana kabarmu kak?” aku mencoba ramah dan melupakan apa yang pernah dia lakukan padaku sebelumnya meskipun itu sangat sulit, karena sakit yang dulu tercetak masih saja terasa.
“Jangan biarkan Zian keluar.” Kakak lelaki Zian bebicara pada beberapa pengawal mereka menggunakan bahasa Mandarin. Dia akan berfikir bahwa aku mungkin belum mengerti bahasa mereka namun 4 tahun bukanlah waktu yang cepat bagiku untuk belajar bahasa mandarin dan aku tidak mau itu sia-sia belaka.
“Kenapa kau tersenyum?” XiuMin bertanya lagi, berdiri dari duduknya dan berjalan kecil kearahku.
“Jangan berfikir bahwa karena kamu public figure aku jadi segan untuk melukai wajahmu itu. Meskipun kalau boleh jujur, wajahmu ini lebih baik wajah yang dulu. Aku bisa menyaksikan wajahmu dulu yang kuhabisi dengan tanganku, ah, betapa malangnya kau, Taehyung.” Dia dengan menyerigai berdiri di hadapanku, tapi karena tinggiku yang melebihi dia membuat dia terlihat begitu kecil meski bodynya sangat kekar.
“Ah, kau bertambah tinggi. Siapa sangka kau akan datang kesini, Zian pasti akan senang melihatmu. Tapi, hey, dia sudah menikah dengan Choi Sinwoo, dan mereka sudah memiliki satu putri cantik. Ya, sekedar informasi untukmu.” XiuMin tertawa sembari berjalan meninggalkanku, ia kembali duduk dibangkunya.
Choi Sinwoo? Ah, anak kepala pengedar Narkoba? Aku tahu nama-nama gelap itu, mereka bahkan lebih terkenal dikalangan seleberitis dibandingkan kalangan pengusaha karena seleberitis membutuhkan obat namun berbeda denganku, aku mengetahui Sinwoo karena dia adalah lelaki yang dijodohkan XiuMin dengan Zian.
“Apa dia melanjutkan usaha ayahnya? Aku dengar-dengar ayahnya meninggal 2 bulan yang lalu. Apa itu bukan karena kamu?”
XiuMin membanting gelas kelantai dan berdiri dengan marah, dia menatapku seakan aku adalah kedelai malang yang siap disantapnya.
“Diam kau! Jangan berani-beraninya di daerah kekuasaanku.”
Aku tertawa.
Jimin-ssi, seadainya kamu di sini, kita akan menertawakan ekspresi bodoh lelaki sok jagoan ini.
“Ini boleh daerah kekuasaanmu, tapi kalau aku mengungah sesuatu di Internet maka kau akan tamat.”
XiuMin terdiam, kemudian tertawa lagi.
“Jangan bodoh, Taehyung. Kalau kau melakukan itu maka masalalumu akan diketahui semua orang, kau tidak akan memiliki pengemar lagi, tidak akan ada yang ingin mendukung dan melindungimu karena merasa dibodohi.”
Aku menggeleng keras. Kataku, “Tidak. Mereka tidak seperti kau, XiuMin. Pengemarku bahkan lebih setia dari siapa pun, Sahabat-sahabatku bahkan lebih baik darimu. Kau tidak perlu takut aku diasingkan, kau terlalu baik untuk melakukan itu.” Perkataanku membuat XiuMin kaget dan menyadari kesalahanya, dia lalu berbisik pada seorang pria dan orang itu masuk kedalam rumah. Aku tidak bisa menjelaskan dengan baik bagaimana bagian rumah ini tapi seperti inilah cara aku menjelaskannya.
Ruangan ini sunyi. Hanya diisi oleh ketukan sepatu yang makin nyaring seperti bergerak ke arah tempat kami berdebat
Kain pintu besar berwarna merah di hadapan kami terangkat dan menampilkan tubuh ramping Zian dibalut baju serba hitam dan kakinya memakai sepasang Heels berwarna senada, rambutnya dikuncir kuda dan wajahnya sedikit dipolesi bedak tipis, bibirnya sedikit berkilap mungkin karena dia memakai lipglos.
Kami sama-sama kaget dengan keberadaan masing-masing. Zian bahkan sedang gemetaran, kakinya tidak mampu lagi menahan tubuhnya, dia tersungkur di lantai dan buru-buru seorang pengawal ingin membantunya berdiri namun dia tolak.
“Kenapa Zian? Kamu masih mencintai Taehyung? Bahkan setelah kamu menikah dan memiliki anak?”
Betapa jahatnya XiuMin, menjebak adiknya dan memaksa menikah, sekarang dia melempar kata-kata yang pedas pada adiknya sendiri?
Aku bergerak cepat ke arah XiuMin dan langsung melayangkan sebuah tinju tepat pada hidungnya sebelum mereka menyadari aku tengah bergerak, Lelaki itu terjatuh menimpa kursi duduknya sendiri, sedang dua pengawal lalu berebutan menarik tanganku agar aku mundur.
“Wah, sudah jago kamu, Taehyung.”
TO BE CONTINUE
Cerpen Karangan: Bunga Salju
Blog: velerianarahayaan.blogspot.co.id
Moonchild (Part 3)
4/
5
Oleh
Unknown