Penghujung Senja

Baca Juga :
    Judul Cerpen Penghujung Senja

    Adam berjalan menelusuri rel kereta api, sebuah ransel besar menggantung pada bahu kanannya. sesekali ia berhenti, memeriksa keadaan rel yang membentang pada sisi kiri dan kanannya. melihat pada baut-baut yang terpancang pada bantalan atau memeriksa letak bantalan yang terbenam, itulah pekerjaannya. adam pegawai baru yang bekerja pada perusahaan itu, ia salah seorang pelaksana di stasiun di desanya, dan baru delapan bulan ini ia secara resmi diangkat menjadi pegawai tetap, tentu saja hal ini merupakan babak baru dalam hidupnya.

    Jauh di dalam hatinya, Adam merasa begitu bangga. sebab secara finansial, ia bisa mencukupi kebutuhannya. merencanakan masa depan dan mungkin bahkan untuk merencanakan memulai hidup berumah tangga dengan gadis yang ia cintai.
    Itulah keinginan sederhana yang ada dalam hatinya ketika itu.

    Namun begitulah, kadang kenyataan tak harus terjadi seperti apa yang diharapkan. begitupun harapannya, segala kebanggaan dan harapan itu seakan runtuh. layaknya sebuah bangunan yang dihempaskan badai. ketika suatu hari ia mendengar bahwa hafsah kekasihnya telah dengan senang hati menerima lamaran dari seorang pemuda bernama akil.

    Adam tak pernah bisa mengerti, bagaimana mungkin hafsah tanpa perasaan tega menginjak-injak harga dirinya.

    Sungguh adam ingin marah dan muak pada kenyataannya, namun apalah yang bisa ia lakukan. bukankah hafsah memiliki hak untuk memilih yang terbaik untuk dirinya?. yang mungkin tak bisa hafsah harapkan dari dirinya.

    Hafsah meninggalkannya ketika ia masih menggenggam harapan terhadap gadis itu, Adam benar-benar merasa seperti seorang pecundang.

    Bukan hanya ibunya, tetangganya bahkan seisi kampungnya akan mengasihaninya, dan mungkin sebagian lagi dari mereka akan tertawa sambil mengejek dan berkata “lihatlah pecundang ini…”.

    Kebersamaan yang telah mereka lewati selama ini, janji dan harapan ternyata tak lebih dari sebuah omong kosong. Adam benar putus asa.

    Adam menatap hampa pada cahaya jingga lembayung senja. tibalah ia pada bangunan tua yang menjadi pos tempat ia berjaga dan berkantor, pos itu terdiri dari dua lantai. di pos kecil itulah ia melewati hari-harinya selama ini, merangkai mimpi dan harapan terhadap gadis yang bernama hafsah.

    Tak ada bangunan lain di sana, selain pos kecil dua lantai itu, yang dikelilingi oleh pematang yang luas dan dipenuhi rerumputan dan ilalang yang berwarna kuning kecoklatan. hingga bangunan itu nampak menyembul seakan tak ada tempat bagi Adam untuk sembunyi dari kenyataan tragis hidupnya.

    Dari balik jendela bangunan itu, Adam terlihat meratapi nasibnya yang malang. di balik dinding-dinding gedung kebanggaannya selama ini, tempat mimpi-mimpi indah terangkai kini baginya telah berubah menjadi tempat yang tidak nyaman, ia benar-benar ingin pergi.

    Waktu berlalu begitu lamban, Adam dengan susah payah membunuh jenuhnya senja itu. hingga waktupun berlalu, Adam berkemas sebab gilirannya berjaga di pos hari ini akan segera berakhir dan digantikan oleh petugas yang lain.

    Ia menunggu beberapa saat hingga pegawai yang akan menggantikannya telah nampak dari kejauhan. seperti biasa, ketika pergantian petugas mereka akan mengisi sebuah buku yang telah dipersiapkan untuk pergantian.

    Sebelum keduanya berpisah, rekan kerja yang menggantinya bernama mono itu memberitaukannya “selamat kawan, permohonan mutasimu dikabulkan. saya telah melihat suratnya dari kepala stasiun…” ucap mono.
    “Benarkah..?!” ucap Adam singkat.
    Mono hanya mengangkat bahunya. lalu keduanyapun saling berpelukan.
    “Selamat jalan kawan… semoga sukses di tempat tugas yang baru.” mono berusaha membesarkan hatinya. sebab ia tau benar kemalangan yang terjadi atas diri rekannya itu.

    Ya… perlakuan hafsah telah merubah segalanya. gadis belia itu telah menciptakan sebuah keadaan yang tidak sederhana. hingga Adam yang harus menyingkir dan mengalah pada kenyataan yang tidak berpihak padanya. ia memutuskan pergi, mencari dunia baru, suasana baru dan tentu saja bertemu dengan orang-orang yang baru.

    Adam mengayunkan kakinya langkah demi langkah meninggalkan pos jaga di ujung stasiun. sementara di ufuk barat, matahari kian tergelincir ke larut senja menyisakan bias cahaya semakin merah merona. di tengah perjalanan, tiba-tiba adam menghentikan langkahnya. tangannya meraih sepasang cincin yang tersimpan di balik saku celananya yang dibelinya dua bulan yang lalu. cincin yang akan diberikannya kepada hafsah sebagai cincin pernikahan.

    Adam teringat hari ketika ia membeli cincin itu di sebuah toko perhiasan. pemilik toko itu berkata: “ini salah satu cincin pernikahan terbaik yang kami punya. Apakah kau bermaksud memberikannya kepada pacarmu?”.
    “ya… Aku mencintainya.” ucap adam tersenyum, ada rasa bangga di hatinya ketika membayangkan wajah hafsah kekasihnya.
    “dia pasti gadis yang baik, dia memang pantas mendapat hadiah terbaik.” ucap pemilik toko perhiasan.

    Adam terpaku mengenang hari itu, ia hanya tersenyum getir. seulas senyum yabg terlihat tidak mengenakkan dan terasa pahit sekali.

    Segala harapan yang ia coba bangun kini sia-sia, ia bahkan belum sempat menunjukkan cincin itu kepada hafsah, dan kenyataan yang terjadi, bahwa hafsah kini telah di ijtibah oleh orang lain. tinggalah dirinya yang dipiatukan takdir.

    Pada sawah yang membentang pada sisi rel kereta, dengan sekali kibas pada kekuatan penuh lengannya. melayanglah kedua cincin itu susul menyusul. lalu terkapar pada permukaan lumpur yang sayup, lalu perlahan tenggelam, terisap dan menjunam ke dasar tanah dalam kepekatan lumpur hitam.

    “Selamat tinggal hafsah, engkaulah kisah terkelam dalam takdir hidupku” keluhnya dalam hati.

    Cerpen Karangan: Shaheenshah
    Blog: Shaheenshah.blogspot.com

    Artikel Terkait

    Penghujung Senja
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email