Buku Dan Tukang Parkir Berlengan Satu

Baca Juga :
    Judul Cerpen Buku Dan Tukang Parkir Berlengan Satu

    Siang itu kebetulan cuaca sangat terik, orang di seberang jalan pun malas untuk ke luar rumah, sekedar untuk membeli rok*k marlboro dan kopi. Cuaca begitu panas menyengat. Tetapi laki laki bertangan satu itu tetap semangat mengais receh demi receh. Ya, lelaki itu cuma juru parkir di simpangan jalan. Alat yang digunakan hanyalah peluit yang dikalungkan di lehernya dan sebatang belahan bambu ukuran 30cm berbendera merah putih. Tukang parkir berlengan satu itu sangat nasionalis. sila sila pada pancasila itu juga hafal, maksud dan tujuannya juga mengerti. Ia juga tidak akan berani untuk melecehkan lambang negara dengan sebutan “bebek nungging”, menurutnya itu melanggar hukum.

    Tukang parkir berlengan satu itu tidak sendirian, ia selalu ditemani oleh temannya bernama doni. Kemacetan menurut kebanyakan orang sumber keterlambatan, tetapi menurut mereka kemacetan adalah keberkahan. Ini memang menjadi sangat kontradiktif. Ya, itu memang kenyataanya.

    Kebetulan siang itu giliran mereka berdua selama 180 menit kedepan. Satu persatu mobil putar balik ada yang menuju ke arah swalayan, ada juga sekedar untuk putar balik. Namanya juga juru parkir simpang jalan ada yang memberi uang, ada juga yang tidak, bahkan lebih parahnya lagi memberi yang tapi tidak layak. Itu semua diterimanya dengan lapang dada.

    “Don, giliran kita selesai” ucap lelaki berlengan satu
    “Ya, saya rasa sudah cukup, kita dapat yang lumayan banyak”
    Hasil yang diperoleh cukup lumayan untuk mereka berdua. Setelah dibagi rata masing-masing mendapat 50rb. Uang segitu cukup baginya untuk diberikan kepada orangtua dan sedikit ditabung untuk membeli buku.

    Disetiap waktu luangnya lelaki berlengan satu itu menyempatkan waktu untuk membaca buku yang sudah dipersiapkan sebelumnya, banyak sekali buku yang ia bawa, umumnya buku buku beraliran kiri misal buku marxisme, lenin, neitzein, albert camus, tagore, marques de sadde ada juga buku novel filsafat misal dunia sophie, tapak sabda, semesta sabda, perpustakaan kelamin, puisi puisi iqbal, puisi gus mus, sampai buku yang mengupas sejarah punk dunia.

    “Kenapa kamu membawa bukumu semua” tanya doni berbisik
    “Aku bertujuan semua anak yang nongkrong disini mempunyai wawasan, bukan sekedar nongkrong nunggu giliran” sedikit menghela nafas panjang agak kecapean
    “Baguslah, tapi”
    “Tapi kenapa?”
    “Buku sebanyak ini darimana? Dapat sumbangan?”
    “Semua buku ini hasil dari nabung sedikit demi sedikit”
    “Kerjaan kamu kan cuma tukang juru…” tidak melanjutkan ucapannya takut tersinggung
    “Juru parkir, maksudnya? Apa bedanya juru parkir dengan pengusaha kaya. Membaca adalah perintah rasulullah ketika mendapat wahyu pertama surah al ‘alaq ayat 1-5”
    “Menurutku membaca adalah pekerjaan yang sangat membosankan” sedikit sinis

    Lelaki berlengan satu melanjutkan membaca, sementara doni lebih asyik dengan gadgetnya merk samsung dan kopi hitam di depannya.
    “Sruuupuut… Ini yang tidak pernah bosan” sambil menunjukkan segelas kopi ke arah tukang parkir berlengan satu
    “Tau gak, sebentar lagi akan perang” memajang wajah serius sembari melotot
    “Kamu sudah punya senjata apa?”
    “Kamu ngaco, perang tidak akan pernah terjadi” jawabnya meremehkan “terus kita akan perang dengan siapa?”
    “Kamu liat mereka yang duduk di atas mobil tronton itu, hidupnya tidak karuan. Kau liat pengemis itu, Kau liat parade orang bodoh itu di seberang jembatan, dan kita liat diri kita sendiri adalah korban perang, kita tidak bisa melawan. Sebab kita tidak punya senjata!” Nadanya meninggi
    “Untuk bisa melawannya kita harus pake senjata apa?” Tanyanya dengan begitu penasaran
    “Bukan ini… Bukan ini… juga bukan ini..” menunjukan rok*k, kartu remi, budak catur
    “Akan tetapi ini… Ini… Ini dan Ini…” Buku itu diletakkan di panggkuannya
    “Kok bisa”
    “Buku adalah jendela dunia, semakin kita banyak membaca buku semakin luas pula kita melihat dunia. Hasil dari kopi dan rok*k yang kita nikmati juga hasil dari membaca” dengan penuh semangat
    “Gampangannya hidup itu biar jangan jadi anak bodoh” lanjutnya “untuk itu sedikit demi sedikit aku sisihkan untuk membeli buku”
    Doni hanya diam, entah didengarkan atau tidak sambil menyeruput kopi dan menyedot rok*k di jarinya

    Cerpen Karangan: Mohamad Fadli
    Facebook: Mohamad Fadli

    Artikel Terkait

    Buku Dan Tukang Parkir Berlengan Satu
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email