Judul Cerpen Kita Bertemu Lagi Si Maret
Bruk! Uups aku tak sengaja menabrak seseorang. Seseorang itu berperawakan tinggi, memakai T-shirts abu-abu lengan pendek, Tangannya yang berkalungkan jam tangan dan beberapa gelang kecil yang warna-warni, kulit yang sangat nusantara sekali, bahu bidangnya yang buatku terbentak keras, aku sampai bisa merasakan volume guncangan tubuhnya yang kutimpa bisa kupastikan tubuhnya kurus.
Sebentar, sepertinya aku sangat familiar dengan orang yang memiliki ciri-ciri seperti ini. Aku pun merasakan kedua kakiku yang tertimpa beban berat dan melihat sebuah pemandangan tak mengenakkan. Laptop yang tadinya kupegangi dengan kedua tanganku, jatuh terpelungkup di atas lantai berkeramik dengan mengkilatnya menandakan Mission Complete! Mataku yang biasanya terkenal dengan kesipitannya dan selalu unjuk tidur sekarang pun bisa bangun dengan sendirinya.
Aku pun langsung menghampiri laptopku yang berada di bawah jari-jari kakiku yang tertutup dengan flat-shoesku. “Lap..top… k..ku..” aku langsung memegangi laptopku dan membolak-balikannya untuk memastikan apa ada bagian perangkat yang rusak. Dan untung saja hanya bagian perangkat DVD yang terlepas. Hah, lega.
Tiba-tiba, tangan seseorang memegangi tangan kananku. Tangan seseorang itu adalah milik seseorang yang tak sengaja menabrakku. Aku pun mendongakkan kepalaku dan mendapati wajahnya yang khawatir akan kondisi tangan kananku yang memar-memar. Wajah itu seperti pernah kukenal dan sepertinya pernah tahu di suatu tempat. Iya aku mengenal orang ini. Hah? Kenapa dia bisa ada disini? Aku pun hanya melongo, shock dan terpaku akan wajahnya yang sekarang benar-benar berbeda dari 1 tahun yang lalu. Rambutnya sekarang lebih pendek dan terlihat rapi sekali, aku sampai terkejut akan penampilannya sekarang. Tak kupungkiri dia berada di depanku dan memegangi tanganku. Aku pun hanya diam tanpa kata dan terus menatapnya hingga aku meyakinkan hatiku bahwa kali ini benar-benar mimpi. Berkali-kali kakiku kugerakkan, kepalaku kugerakkan, mataku kukedip-kedipkan. Bukan! ini bukan mimpi. Dia terus menanyai keadaanku tapi aku hanya merespon dengan tatapan kosong. Dia melambaikan tangannya dan berusaha membuatku sadar.
“Hei, Hello..”
Aku pun langsung membuyarkan tatapanku dan entah kenapa tiba-tiba semua suara yang sempat tadi tak kudengarkan. Sekarang bertubi-tubi datang menghampiri kedua telingaku. “Kamu.. Gak papa? Ini kenapa tanganmu memar-memar?” tanyanya. “Ini bukan apa-apa, hanya kena benda berat itu aja” aku pun segera menarik tanganku dan buru-buru untuk pergi dari hadapannya. Tapi semua itu sirna sudah niatku. Tangan yang sembari kutarik kencang agar terlepas dari genggamannya. Ternyata berkebalikan dengan yang kupikirkan. Genggamannya kuat sehingga aku merintih kesakitan. AWH! “Ini pasti habis berantem ya? Aku sangat tau luka seperti ini. Ikut aku”. Dia langsung menarik tanganku dan mengikutinya kemana ia pergi.
“Udah lah mas, aku bisa ngobatin ini sendiri kok. Gak papa aku mau pulang aja. Ada kerjaan yang harus aku selesaikan. Ini penting soalnya”. Tapi dia tetap saja memaksaku untuk diam “Udah, daripada kamu kesakitan lama-lama. Mending dikasih perawatan dulu. Tanganmu jadi jelek itu. Soal kerjaanmu yang penting, nanti aku bantu” ujarnya dengan nada menyentak. Aku pun langsung tersigap diam dan menarik pundakku untuk duduk dan menunggunya di bangku depan sebuah apotek. Dia menghampiriku dan duduk di sebelah kananku. Dia membasuh tangan kananku dengan kapas yang berlumurkan cairan dingin. Entah itu cairan apa, aku tak pernah tahu namanya. Cairan itu membuatku berkali-kali berteriak kecil saking perihnya. Aku pun menatap lekat-lekat wajahnya yang sayu namun tersirat ketegasan. Aku tak percaya dia duduk di sampingku dan mengobati tanganku. Di dekatnya aku merasa terlindungi, seperti semua segala hiruk pikuk masalah bertebaran dimana-mana aku tetap tenang jika ada kehadirannya meskipun aku hanya segelintir orang yang pernah ia tahu. Aku dan dia bukan teman, juga bukan adik dan kakak, akrab pun tidak, tak ada hubungan yang dekat di antara kami. Bingung aku menyebutnya, kenal iya tapi tak pernah punya kontak sosial media dan kenal hanya beberapa waktu yang sangat sebentar. Tapi karenamu aku bisa merasakan perasaan, perasaan jatuh cinta lagi. Jatuh cinta kepada orang yang benar-benar membuatku terinspirasi akan segala hal yang dilakukannya. Inilah jatuh cinta yang aku suka. Banyak pelajaran darinya yang bisa aku jadikan inspirasi dalam hidupku. Terima Kasih sekarang aku bisa tahu tujuan hidupku seperti apa. Aku pun tak sengaja meneteskan air mata dan tersenyum melihatnya dia berada di sampingku. Aku tak kuasa menahan tangis kebahagiaan ini. Dan aku sangat bahagia sekali bisa bertemu denganmu lagi meskipun kau tak pernah menaruh perasaan yang sama kepadaku. Aku saja sangat bersyukur telah bertemu dengan orang sepertimu. Penantian panjang untuk bertemu denganmu akhirnya terjawab juga. Setiap keheningan yang terpatri sepanjang malam, aku selalu memikirkanmu dan terus berangan-angan agar bisa bertemu denganmu lagi.
Dia menyudahi pengobatannya dan membereskan P3K yang telah ia pinjam di apotek tersebut. Dan dia mendapati aku yang sedang kebingungan mengusap air mataku dan ingus dari hidungku. “Kenapa kamu?”. Dia tiba-tiba memegang wajahku dan menariknya ke hadapannya. “Sakit ya sampai kamu menangis seperti itu?” Tangannya pun menyeka air mataku. Ah aku semakin menjadi-jadi dan semakin menangis dan menangis lagi. “Lho lho, kenapa kamu tambah nangis?” tegasnya. “Aku menyesal waktu itu aku enggak memberi hadiah tanda terima kasih sama kakak. Terus aku gak pernah sapa kakak di kampus soalnya aku malu. Aku gak ngucapin terima kasih sama kakak. Dan aku pergi pun aku gak mengucapkan selamat tinggal. 1 tahun aku merindukan kakak dan menunggu waktu yang tepat untuk bertemu dengan kakak.”. Dia pun langsung menurunkan tangannya dan terdiam akan perkataanku barusan. Entah aku pun tak sadar bicara seenak udelku terhadapnya. Ah! Waktu yang tak tepat untuk bicara itu. Ah! Sial aku menyesal. Aku pun langsung berniat untuk meninggalkannya kalau tak mau mendapat malu. “Aduh, maaf kak. Aku jadi ngomong ngelantur gak jelas. Kebawa emosi. Mending aku pergi saja soalnya ada kerj…”. Lagi-lagi rencananaku kabur gagal karena tangannya menarik pergelangan tanganku. “Tunggu… apa itu jujur dari dalam hatimu?” imbasnya. Aku pun bingung untuk menjawab pertanyaanya. “Apa itu jujur dari dalam hatimu?” tegasnya. Dia beranjak dari tempat duduknya dan memegang kedua pundakku. “Apa itu jujur dari dalam hatimu?” tegasnya sekali lagi. Dia menatapku lekat-lekat dan menunggu jawaban dariku. “Jika tidak jujur, mengapa aku harus sampai sehisteris seperti itu menceritakannya” lontarku. Dia memelukku erat dan semakin erat. Aku sampai bisa merasakan hembusan nafasnya yang mengalun di sekitar punggungku. Detak jantungnya yang berdegup kencang yang terdengar di daun telingaku. Dan sembari berkata “Maafkan sikapku waktu itu… Maaf…”. “Tak apa, semua sudah kumaafkan jauh sebelum kakak meminta maaf ini..”. Aku pun menyiratkan senyumanku padanya dan melepaskan dekapannya dari tubuhku. Dia pun melempar senyumnya yang menawan itu. Ya Tuhan, Terima kasih Anugerah yang telah Engkau berikan padaku. Meskipun itu hanya sebuah senyuman dari seseorang. Tapi aku sangat mensyukurinya hingga ku ingin melompat saking girangnya.
“Ku terpikat pada tuturmu.. aku tersihir jiwamu… Terkagum pada pandangmu.. Caramu melihat dunia.. Kuharap kau tahu bahwa ku terinpirasi hatimu.. Ku tak harus memilikimu, tapi bolehkah ku selalu di dekatmu?” itulah lagu yang menggambarkan perasaanku kepadanya. Dulu, aku pernah mengikuti sebuah pelajaran di suatu kampus di bulan Maret dan dia memberikanku beberapa penjelasan materinya yang membuatku terpana akan kata-katanya. Tuturmu sangatlah berwibawa, jiwamu jiwa yang selalu mencari tahu dan jiwa yang penuh dengan kekayaan intelektual, pandangmu selalu berpikir secara logika dan pandangmu menghipnotisku untuk selalu berpikir kedepan dan pantang menyerah, caramu melihat dunia adalah semua di dunia ini membutuhkan pemikiran yang matematis berpikir dulu sebelum bertindak. Dan ternyata aku telah terinspirasi dari pelajaran yang pernah kau ajari kepadaku, bahwa sebuah pemrograman itu tak sesulit yang kita bayangkan. Semua harus dibutuhkan latihan agar kita menguasai pemrograman bukan program yang menguasai kita. Oleh karena itu, Terima kasih kau telah menjadi motivasi terindah bagiku untuk mengejar cita-citaku si Maret.
Cerpen Karangan: Vita Fristina
Facebook: Vita Fristina
Bruk! Uups aku tak sengaja menabrak seseorang. Seseorang itu berperawakan tinggi, memakai T-shirts abu-abu lengan pendek, Tangannya yang berkalungkan jam tangan dan beberapa gelang kecil yang warna-warni, kulit yang sangat nusantara sekali, bahu bidangnya yang buatku terbentak keras, aku sampai bisa merasakan volume guncangan tubuhnya yang kutimpa bisa kupastikan tubuhnya kurus.
Sebentar, sepertinya aku sangat familiar dengan orang yang memiliki ciri-ciri seperti ini. Aku pun merasakan kedua kakiku yang tertimpa beban berat dan melihat sebuah pemandangan tak mengenakkan. Laptop yang tadinya kupegangi dengan kedua tanganku, jatuh terpelungkup di atas lantai berkeramik dengan mengkilatnya menandakan Mission Complete! Mataku yang biasanya terkenal dengan kesipitannya dan selalu unjuk tidur sekarang pun bisa bangun dengan sendirinya.
Aku pun langsung menghampiri laptopku yang berada di bawah jari-jari kakiku yang tertutup dengan flat-shoesku. “Lap..top… k..ku..” aku langsung memegangi laptopku dan membolak-balikannya untuk memastikan apa ada bagian perangkat yang rusak. Dan untung saja hanya bagian perangkat DVD yang terlepas. Hah, lega.
Tiba-tiba, tangan seseorang memegangi tangan kananku. Tangan seseorang itu adalah milik seseorang yang tak sengaja menabrakku. Aku pun mendongakkan kepalaku dan mendapati wajahnya yang khawatir akan kondisi tangan kananku yang memar-memar. Wajah itu seperti pernah kukenal dan sepertinya pernah tahu di suatu tempat. Iya aku mengenal orang ini. Hah? Kenapa dia bisa ada disini? Aku pun hanya melongo, shock dan terpaku akan wajahnya yang sekarang benar-benar berbeda dari 1 tahun yang lalu. Rambutnya sekarang lebih pendek dan terlihat rapi sekali, aku sampai terkejut akan penampilannya sekarang. Tak kupungkiri dia berada di depanku dan memegangi tanganku. Aku pun hanya diam tanpa kata dan terus menatapnya hingga aku meyakinkan hatiku bahwa kali ini benar-benar mimpi. Berkali-kali kakiku kugerakkan, kepalaku kugerakkan, mataku kukedip-kedipkan. Bukan! ini bukan mimpi. Dia terus menanyai keadaanku tapi aku hanya merespon dengan tatapan kosong. Dia melambaikan tangannya dan berusaha membuatku sadar.
“Hei, Hello..”
Aku pun langsung membuyarkan tatapanku dan entah kenapa tiba-tiba semua suara yang sempat tadi tak kudengarkan. Sekarang bertubi-tubi datang menghampiri kedua telingaku. “Kamu.. Gak papa? Ini kenapa tanganmu memar-memar?” tanyanya. “Ini bukan apa-apa, hanya kena benda berat itu aja” aku pun segera menarik tanganku dan buru-buru untuk pergi dari hadapannya. Tapi semua itu sirna sudah niatku. Tangan yang sembari kutarik kencang agar terlepas dari genggamannya. Ternyata berkebalikan dengan yang kupikirkan. Genggamannya kuat sehingga aku merintih kesakitan. AWH! “Ini pasti habis berantem ya? Aku sangat tau luka seperti ini. Ikut aku”. Dia langsung menarik tanganku dan mengikutinya kemana ia pergi.
“Udah lah mas, aku bisa ngobatin ini sendiri kok. Gak papa aku mau pulang aja. Ada kerjaan yang harus aku selesaikan. Ini penting soalnya”. Tapi dia tetap saja memaksaku untuk diam “Udah, daripada kamu kesakitan lama-lama. Mending dikasih perawatan dulu. Tanganmu jadi jelek itu. Soal kerjaanmu yang penting, nanti aku bantu” ujarnya dengan nada menyentak. Aku pun langsung tersigap diam dan menarik pundakku untuk duduk dan menunggunya di bangku depan sebuah apotek. Dia menghampiriku dan duduk di sebelah kananku. Dia membasuh tangan kananku dengan kapas yang berlumurkan cairan dingin. Entah itu cairan apa, aku tak pernah tahu namanya. Cairan itu membuatku berkali-kali berteriak kecil saking perihnya. Aku pun menatap lekat-lekat wajahnya yang sayu namun tersirat ketegasan. Aku tak percaya dia duduk di sampingku dan mengobati tanganku. Di dekatnya aku merasa terlindungi, seperti semua segala hiruk pikuk masalah bertebaran dimana-mana aku tetap tenang jika ada kehadirannya meskipun aku hanya segelintir orang yang pernah ia tahu. Aku dan dia bukan teman, juga bukan adik dan kakak, akrab pun tidak, tak ada hubungan yang dekat di antara kami. Bingung aku menyebutnya, kenal iya tapi tak pernah punya kontak sosial media dan kenal hanya beberapa waktu yang sangat sebentar. Tapi karenamu aku bisa merasakan perasaan, perasaan jatuh cinta lagi. Jatuh cinta kepada orang yang benar-benar membuatku terinspirasi akan segala hal yang dilakukannya. Inilah jatuh cinta yang aku suka. Banyak pelajaran darinya yang bisa aku jadikan inspirasi dalam hidupku. Terima Kasih sekarang aku bisa tahu tujuan hidupku seperti apa. Aku pun tak sengaja meneteskan air mata dan tersenyum melihatnya dia berada di sampingku. Aku tak kuasa menahan tangis kebahagiaan ini. Dan aku sangat bahagia sekali bisa bertemu denganmu lagi meskipun kau tak pernah menaruh perasaan yang sama kepadaku. Aku saja sangat bersyukur telah bertemu dengan orang sepertimu. Penantian panjang untuk bertemu denganmu akhirnya terjawab juga. Setiap keheningan yang terpatri sepanjang malam, aku selalu memikirkanmu dan terus berangan-angan agar bisa bertemu denganmu lagi.
Dia menyudahi pengobatannya dan membereskan P3K yang telah ia pinjam di apotek tersebut. Dan dia mendapati aku yang sedang kebingungan mengusap air mataku dan ingus dari hidungku. “Kenapa kamu?”. Dia tiba-tiba memegang wajahku dan menariknya ke hadapannya. “Sakit ya sampai kamu menangis seperti itu?” Tangannya pun menyeka air mataku. Ah aku semakin menjadi-jadi dan semakin menangis dan menangis lagi. “Lho lho, kenapa kamu tambah nangis?” tegasnya. “Aku menyesal waktu itu aku enggak memberi hadiah tanda terima kasih sama kakak. Terus aku gak pernah sapa kakak di kampus soalnya aku malu. Aku gak ngucapin terima kasih sama kakak. Dan aku pergi pun aku gak mengucapkan selamat tinggal. 1 tahun aku merindukan kakak dan menunggu waktu yang tepat untuk bertemu dengan kakak.”. Dia pun langsung menurunkan tangannya dan terdiam akan perkataanku barusan. Entah aku pun tak sadar bicara seenak udelku terhadapnya. Ah! Waktu yang tak tepat untuk bicara itu. Ah! Sial aku menyesal. Aku pun langsung berniat untuk meninggalkannya kalau tak mau mendapat malu. “Aduh, maaf kak. Aku jadi ngomong ngelantur gak jelas. Kebawa emosi. Mending aku pergi saja soalnya ada kerj…”. Lagi-lagi rencananaku kabur gagal karena tangannya menarik pergelangan tanganku. “Tunggu… apa itu jujur dari dalam hatimu?” imbasnya. Aku pun bingung untuk menjawab pertanyaanya. “Apa itu jujur dari dalam hatimu?” tegasnya. Dia beranjak dari tempat duduknya dan memegang kedua pundakku. “Apa itu jujur dari dalam hatimu?” tegasnya sekali lagi. Dia menatapku lekat-lekat dan menunggu jawaban dariku. “Jika tidak jujur, mengapa aku harus sampai sehisteris seperti itu menceritakannya” lontarku. Dia memelukku erat dan semakin erat. Aku sampai bisa merasakan hembusan nafasnya yang mengalun di sekitar punggungku. Detak jantungnya yang berdegup kencang yang terdengar di daun telingaku. Dan sembari berkata “Maafkan sikapku waktu itu… Maaf…”. “Tak apa, semua sudah kumaafkan jauh sebelum kakak meminta maaf ini..”. Aku pun menyiratkan senyumanku padanya dan melepaskan dekapannya dari tubuhku. Dia pun melempar senyumnya yang menawan itu. Ya Tuhan, Terima kasih Anugerah yang telah Engkau berikan padaku. Meskipun itu hanya sebuah senyuman dari seseorang. Tapi aku sangat mensyukurinya hingga ku ingin melompat saking girangnya.
“Ku terpikat pada tuturmu.. aku tersihir jiwamu… Terkagum pada pandangmu.. Caramu melihat dunia.. Kuharap kau tahu bahwa ku terinpirasi hatimu.. Ku tak harus memilikimu, tapi bolehkah ku selalu di dekatmu?” itulah lagu yang menggambarkan perasaanku kepadanya. Dulu, aku pernah mengikuti sebuah pelajaran di suatu kampus di bulan Maret dan dia memberikanku beberapa penjelasan materinya yang membuatku terpana akan kata-katanya. Tuturmu sangatlah berwibawa, jiwamu jiwa yang selalu mencari tahu dan jiwa yang penuh dengan kekayaan intelektual, pandangmu selalu berpikir secara logika dan pandangmu menghipnotisku untuk selalu berpikir kedepan dan pantang menyerah, caramu melihat dunia adalah semua di dunia ini membutuhkan pemikiran yang matematis berpikir dulu sebelum bertindak. Dan ternyata aku telah terinspirasi dari pelajaran yang pernah kau ajari kepadaku, bahwa sebuah pemrograman itu tak sesulit yang kita bayangkan. Semua harus dibutuhkan latihan agar kita menguasai pemrograman bukan program yang menguasai kita. Oleh karena itu, Terima kasih kau telah menjadi motivasi terindah bagiku untuk mengejar cita-citaku si Maret.
Cerpen Karangan: Vita Fristina
Facebook: Vita Fristina
Kita Bertemu Lagi Si Maret
4/
5
Oleh
Unknown