Cinta di Ujung Senja

Baca Juga :
    Judul Cerpen Cinta di Ujung Senja

    Sinar matahari yang mulai redup ditemani semilir angin kencang menciptakan ombak menabrak batu karang. Terlihat seorang gadis mengenakan gamis polos berwarna abu-abu muda dengan kerudung biru mudanya yang tertiup angin, tengah duduk tenang di atas batu karang yang besar sambil memandangi matahari senja.
    Dari sisi lain, seorang lelaki berjalan gontai dengan raut wajah yang dipenuhi rasa kesal. Matanya tertuju pada hamparan pasir putih. Untuk meluapkan kekesalannya, ia menendang kaleng kosong yang ada di depannya.
    “Dug!!!”

    “Aw! Sakit. Siapa yang tega ngelempar aku?!” Gerutunya sambil memegang kepalanya. Gadis itu pun mencari–cari, melihat ke sekelilingnya untuk menemukan siapa pelaku yang tega melemparnya dengan kaleng bekas.
    “Waduh! Kena orang.” Dengan panik, lalaki itu berlari menghampiri gadis tersebut.
    “Mba, a..aku minta maaf ya? Aku nggak sengaja.” Pintanya dengan penuh rasa bersalah.
    Gadis itu hanya tersenyum dan duduk kembali di atas batu karang. Lelaki itu merasa heran, lalu, ia pun ikut duduk menemani gadis tersebut untuk menyaksikan matahari senja.

    “Mmm mbak, kalau boleh tahu, mbak ngapain disini? Udah sore kan? Sendirian lagi.”
    Gadis itu tersenyum.
    “Aku hanya ingin merasakan ketenangan sesaat, dan meyakinkan diriku bahwa dunia itu tidak kejam.” Terdiam sesaat “Kalau kamu, ngapain nendang-nendang kaleng nggak jelas kayak tadi?” Tanyanya sambil melirik lelaki tersebut.
    “Oh, mmm maaf tadi saya nggak sengaja. Saya lagi ada masalah.”
    “mmm kalau boleh tahu, masalah apa?”
    “Saya lagi kesel, barusan saya ribut sama pacar saya, dan dia mutusin saya.” Ujarnya dengan rasa kesal.
    “Yang sabar ya, mungkin dia bukan yang terbaik untuk kamu. Cinta itu tak harus memiliki. Saat kamu harus melepasnya agar dia bahagia, kamu harus rela melepasnya. Cinta yang tulus itu cukup melihat dia merasa bahagia meski dengan yang lain.”
    Lelaki itu terdiam.
    “Oh ya, nama kamu siapa?”
    “Namaku Agus, kalau nama mbak, siapa?”
    “Aku Nayla. Udah gelap, kita harus pulang.”
    “Makasih ya, kamu udah nasehatin saya.”
    “Iya sama-sama.”
    Gadis itu beranjak pergi meninggalkan Agus yang masih menatap kepergiannya.

    Setelah saling mengenal, mereka sering menghabiskan waktu bersama, di tempat yang sama. Tempat dimana mereka pertama kali bertemu. Dipagi hari, dan senja. Selain waktu tersebut, mereka tak pernah bertemu. Nayla lebih suka menghabiskan hari-harinya di dalam rumah dan hanya keluar di pagi dan sore hari. Sedangkan Agus sibuk dengan sekolahnya.
    Terkadang Agus ingin menemui Nayla selain pagi dan sore, namun Nayla selalu menolak permintaan sahabat barunya itu. Alamat rumahnya pun tak pernah mau Nayla sebutkan.
    Sudah tiga bulan ini mereka bersahabat, namun Agus merasakan ada perasaan yang berbeda terhadap Nayla. Agus merasa, Nayla adalah satu-satunya orang yang selalu mampu menenteramkan hatinya. Nayla adalah gadis yang dewasa, sabar dan selalu tersenyum. Ia adalah wanita yang spesial bagi Agus.
    “Mungkin hari ini sudah saatnya untuk bilang ke Nayla kalau aku suka sama dia.” Gumam Agus di dalam hatinya.

    Senja mulai tiba. Agus pun segera pergi menuju pantai dimana ia bisa bertemu dengan Nayla seperti biasanya. Dari kejauhan, terlihat seorang gadis bepakaian serba hitam tengah memandang matahari senja. Agus pun menghampirinya.
    “Nayla,” Sahut Agus.
    Gadis itu pun menoleh, namun ternyata dia bukan Nayla.
    “Oh, maaf saya kira kamu Nayla sahabat saya.”
    “Kamu benar, harusnya Nayla yang sedang berdiri disini untuk menemuimu.” Tutur gadis tersebut dengan bercucuran air mata. Lalu gadis tersebut menyodorkan surat kepada Agus.
    “Mbak kenapa nangis, dan… surat ini dari siapa?”
    “Itu dari Nayla, kamu baca saja nanti kamu akan mengerti.” Jawabnya sambil menyeka airmata di pipinya.
    Perlahan Agus membuka surat itu kemudian membacanya.

    Assalaamu’alaikum…wr.wb.
    Agus sahabatku, apa kabarmu untuk hari ini? Semoga baik-baik saja ya…
    Sebelumnya aku minta maaf. Mungkin aku tidak bisa menemuimu lagi. Aku tak pernah menginginkan ini. Tapi aku percaya jika semua yang terjadi padaku adalah yang terbaik untukku. Sejak kecil aku mengidap penyakit gagal jantung. Sangat sulit untuk aku terima. Tapi aku sadar bahwa semua ini pasti ada hikmahnya dan aku harus menerimanya.
    Semua ini membuatku mengerti, hidup ini sangat berharga karena hidup adalah anugerah. Meskipun aku hidup hanya untuk menanti kematianku. Memang masih bisa disembuhkan, tapi aku harus cangkok jantung. Itu pun kalau jantungnya cocok, jika tidak, aku akan mati. Jika surat ini sampai padamu, itu artinya aku gagal mempertahankan hidupku. Mungkin Allah mendengarkan tangisanku dan rengekanku bahwa aku sudah lelah. Yaah…s etidaknya aku sudah berjuang untuk tetap hidup.
    Jujur, aku menyayangimu lebih dari seorang sahabat. Yah, mungkin kamu adalah cinta pertamaku. Terimakasih sudah mau menemaniku disaat-saat terakhir aku merasakan kehidupan. Aku sangat bahagia meskipun aku tidak bisa bersamamu selamanya. Selamat tinggal sahabatku.
    Wassalaamu’alaikum…wr.wb.

    TTD
    Nayla

    Setelah Agus membaca surat tersebut, ia tak sanggup menahan kesedihannya. Agus menitikkan airmatanya.
    “Bersabarlah, aku pun sedih atas kepergiannya. Nayla adalah gadis yang kuat. Dia tak pernah menunjukkan kesedihan dan sakitnya kepada siapa pun. Dia adalah sahabatku yang paling baik.” Ujarnya sambil terisak.
    “Nayla… aku juga mencintaimu…!” Teriaknya sambil memandang matahari terbenam.

    The end

    Cerpen Karangan: Syahla Soraya
    Blog / Facebook: www.syahlasoraya.com / syahla hurairoh

    Artikel Terkait

    Cinta di Ujung Senja
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email