Dibalik Hilangnya Shina

Baca Juga :
    Judul Cerpen Dibalik Hilangnya Shina

    Purnama kali ini berbeda dengan purnama biasanya. Karena purnama malam ini saudara-saudaraku berkumpul di rumahku. Mereka datang kesini karena kakakku, Kak Litta, besok malam akan mengadakan resepasi pernikahan.

    Malam ini aku, Ghea, Sisil, Alif dan adikku, Shina, bermain kejar-kejaran. Kebetulan Shina yang bertugas mengejar aku, Ghea, Sisil, dan Alif. Ketika Shina mengejarku, aku berlari ke arah utara. Shina mengejarku dengan cekikikan. Aku teringat di ujung utara sana adalah pemakaman.

    Suara Shina tak lagi terdengar. Aku berhenti dan menoleh ke belakang. Kemana Shina?. Ah, mungkin ini hanya strategi Shina saja agar aku menyerah. Aku pun mengumpat di balik pohon beringin. Dari sini aku sudah bisa melihat gapura TPU.
    Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit, tiga puluh menit Shina tak kunjung datang mencariku. Aku memutuskan untuk menyerah. Aku pulang mencari Shina, tapi tak kutemukan. Kutanyakan kepada Ghea, Sisil, Alif. Mereka hanya mengangkat bahu pertanda tidak mengetahui keberadaan Shina.

    Di dalam rumah pun aku tak menemukan Shina. Wah, bagaimana kalo Shina hilang?. Kucoba mencarinya lagi. Hingga di lubang semutpun aku cari. Meskipun aku sudah sepanik ini, aku tak berniat untuk memberi tau mama karena aku tau mama juga lagi panik karena gaun pengantin Kak Litta belum diantar.

    Aku kembali mendekati pemakaman itu, mencoba menguji keberuntungan barangkali Shina yang masih berumur 5 tahun ada disana. Betapa kagetnya aku ketika menemukan sandal jepit berwarna violet tergeletak di atas salah satu makam. Ya, itu sandal milik Shina.

    Otakku tak bisa berpikir jernih. Pikiran negatif tentang Shina silih berganti muncul di otakku. Air mataku bergulir membasahi pipiku. Sebuah suara tangis itu mengagetkanku. Bocah kecil berambut panjang terurai menghadap ke sebuah makam. Aku mendekatinya dan menepuk bahunya. “Shina” panggilku.
    Bocah itu menoleh dan hampir saja jantungku loncat dari tempatnya karena ternyata dia adalah orang gila yang biasa mengganggu warga komplekku. Aku berlari pulang sambil masih memegang sandal Shina itu.

    Sesampainya di rumah, mama bertanya “Kamu kenapa, Bilda?”. Dengan berat hati aku menjawabnya “Shina… Shina… hilang, mah”. Mama hanya tertawa lebar dan menunjuk arah belakangku. Apa??? Shina keluar dari mobil papa?. Aku langsung mendekatinya “Shina habis darimana?”. “Supermarket” jawabnya. Tanpa rasa bersalah dia menyerahkan sebungkus es cream kepadaku.
    “Shina kenapa nggak bilang kalo Shina mau ikut papa? Shina tau nggak kalo Kak Bilda cariin Shina sampai ke pemakaman sana dan hampir aja kakak dimakan orang gila” kataku sambil memegang kedua bahu Shina. “Terus ini punya siapa?” lanjutku sambil menyerahkan sandal violet yang kutemukan tadi.
    “Punya Shina” jawabnya. “Kok, ada di atas kuburan sana?”. “Ya, tadi waktu Shina kejar kakak, sandal Shina putus. Ya udah, yang satunya Shina buang aja. Shina udah beli yang baru sekarang”. Hufh, rasa kesal dan lega bercampur aduk dalam hatiku.
    “Makanya, Bilda, kalo ada apa-apa cepat bilang sama mama atau papa. Jadinya kan nggak kaya gini” mama berkata sambil menahan tawa. “Ya, ma. Bilda udah tau sekarang”

    The end

    Cerpen Karangan: Tiara Eviani Putri
    Facebook: Poetry Ratoe

    Artikel Terkait

    Dibalik Hilangnya Shina
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email