Judul Cerpen Kue Dari Malaikat
Mengapa ia menghilang begitu saja? Aku bahkan belum sempat mengucapkan terimakasih atas segala yang telah ia lakukan. Aku tahu tidak ada sesuatu yang kekal di dunia ini. Tetapi, aku hanya berharap beberapa menit saja untuk berterima kasih padanya.
Kue itu, terasa begitu manis dan lezat. Siapapun yang telah membuatnya dan memasukkannya diam-diam ke tasku pasti telah membuatnya dengan hati. Namun sungguh sayang aku belum bisa tahu siapa yang melakukannya.
“Kue? Untuk apa? Aku bahkan tidak pernah membawanya ke sekolah,” ucap Lily, sambil menyelipkan rambut halusnya ke balik telinga.
“Ini aneh, aku harus mengetahuinya,” aku berguman dalam hati.
“Yah, anggap saja ibumu atau nenekmu memasukkannya pagi-pagi sebelum berangkat kan bisa,” Lily kembali berucap.
“Tidak mungkin. Jelas-jelas di halte bus tadi aku sempat cek kalau aku lupa bawa bekal,” balasku.
Sepotong kue berwarna hijau pandan yang hadir di tas sekolahku terus mengusik pikiranku. Bahkan sampai matahari terbit di hari yang baru ingatan itu masih saja mengganggu. Tanpa aku sadari aku telah melamun selama beberapa waktu yang tidak kusadari.
“Mungkin Jack yang memberikannya padamu. Cie…” teringat kata-kata Lily kemarin. Itu tidak mungkin terjadi. Bahkan Jack tidak mungkin berani melakukan hal tersebut. Pipinya saja masih berubah kemerahan saat namaku disebut, apalagi sampai memberikan kue padaku. Atau mungkinkah benar dia?
“Dek, jangan melamun. Gak bagus kalau gitu.” Terdengar suara seorang wanita bicara padaku, dan aku akhirnya mengedipkan mataku untuk menyadarkan diri.
Wanita itu tampak sederhana, dengan rambutnya yang sedikit teruntai ke bawah karena diikat secara buru-buru. Di sebelahnya ia meletakan sekeranjang penuh kue. Dari bolu, kue mangkuk, kue lapis, dengan warna yang cukup beragam. Dari semua itu, setumpuk kue berwarna hijau menarik perhatianku.
Kue itu, adalah kue yang kemarin datang begitu saja ke dalam tasku. Itu dia! Aku merasa bahagia karena telah menemukan orang yang menyalurkan berkat kepadaku, dan aku berkesempatan untuk mengucapkan terimakasih padanya.
“Ibu, terimakasih banyak atas apa yang telah ibu lakukan kemarin padaku. Itu benar-benar bermanfaat besar bagiku,” ucapku. Kemudian aku merogoh dompetku dan mengeluarkan beberapa uang. “Ini untuk membayar yang kemarin.”
Ibu penjual kue itu tersenyum dan berkata, “Dek, ibu iklas. Ambil saja ya buat adek.” Ia mendorong ringan tanganku yang memegang uang.
“Jangan begitu ibu, ambil saja gak papa,” ucapku sambil kembali menyodorkan uang tersebut.
“Dek, cukup doakan saja usaha ibu selalu diberkati Tuhan. Itu lebih berharga dari apapun.” Kata ibu itu sambil tersenyum dengan sangat ramah.
Hari itu, aku benar-benar memperoleh pengalaman yang berharga. Semua orang di sekitar kita bisa menjadi orang yang akan menolong kita. Karena malaikat tak selalu bersayap, tapi mereka yang dengan tulus hati membantu orang lain yang membutuhkan.
Cerpen Karangan: Sindy Sintya
Blog: thesparkleofstar.blogspot.co.id
Mengapa ia menghilang begitu saja? Aku bahkan belum sempat mengucapkan terimakasih atas segala yang telah ia lakukan. Aku tahu tidak ada sesuatu yang kekal di dunia ini. Tetapi, aku hanya berharap beberapa menit saja untuk berterima kasih padanya.
Kue itu, terasa begitu manis dan lezat. Siapapun yang telah membuatnya dan memasukkannya diam-diam ke tasku pasti telah membuatnya dengan hati. Namun sungguh sayang aku belum bisa tahu siapa yang melakukannya.
“Kue? Untuk apa? Aku bahkan tidak pernah membawanya ke sekolah,” ucap Lily, sambil menyelipkan rambut halusnya ke balik telinga.
“Ini aneh, aku harus mengetahuinya,” aku berguman dalam hati.
“Yah, anggap saja ibumu atau nenekmu memasukkannya pagi-pagi sebelum berangkat kan bisa,” Lily kembali berucap.
“Tidak mungkin. Jelas-jelas di halte bus tadi aku sempat cek kalau aku lupa bawa bekal,” balasku.
Sepotong kue berwarna hijau pandan yang hadir di tas sekolahku terus mengusik pikiranku. Bahkan sampai matahari terbit di hari yang baru ingatan itu masih saja mengganggu. Tanpa aku sadari aku telah melamun selama beberapa waktu yang tidak kusadari.
“Mungkin Jack yang memberikannya padamu. Cie…” teringat kata-kata Lily kemarin. Itu tidak mungkin terjadi. Bahkan Jack tidak mungkin berani melakukan hal tersebut. Pipinya saja masih berubah kemerahan saat namaku disebut, apalagi sampai memberikan kue padaku. Atau mungkinkah benar dia?
“Dek, jangan melamun. Gak bagus kalau gitu.” Terdengar suara seorang wanita bicara padaku, dan aku akhirnya mengedipkan mataku untuk menyadarkan diri.
Wanita itu tampak sederhana, dengan rambutnya yang sedikit teruntai ke bawah karena diikat secara buru-buru. Di sebelahnya ia meletakan sekeranjang penuh kue. Dari bolu, kue mangkuk, kue lapis, dengan warna yang cukup beragam. Dari semua itu, setumpuk kue berwarna hijau menarik perhatianku.
Kue itu, adalah kue yang kemarin datang begitu saja ke dalam tasku. Itu dia! Aku merasa bahagia karena telah menemukan orang yang menyalurkan berkat kepadaku, dan aku berkesempatan untuk mengucapkan terimakasih padanya.
“Ibu, terimakasih banyak atas apa yang telah ibu lakukan kemarin padaku. Itu benar-benar bermanfaat besar bagiku,” ucapku. Kemudian aku merogoh dompetku dan mengeluarkan beberapa uang. “Ini untuk membayar yang kemarin.”
Ibu penjual kue itu tersenyum dan berkata, “Dek, ibu iklas. Ambil saja ya buat adek.” Ia mendorong ringan tanganku yang memegang uang.
“Jangan begitu ibu, ambil saja gak papa,” ucapku sambil kembali menyodorkan uang tersebut.
“Dek, cukup doakan saja usaha ibu selalu diberkati Tuhan. Itu lebih berharga dari apapun.” Kata ibu itu sambil tersenyum dengan sangat ramah.
Hari itu, aku benar-benar memperoleh pengalaman yang berharga. Semua orang di sekitar kita bisa menjadi orang yang akan menolong kita. Karena malaikat tak selalu bersayap, tapi mereka yang dengan tulus hati membantu orang lain yang membutuhkan.
Cerpen Karangan: Sindy Sintya
Blog: thesparkleofstar.blogspot.co.id
Kue Dari Malaikat
4/
5
Oleh
Unknown