Temanku Hidayah Mu

Baca Juga :
    Judul Cerpen Temanku Hidayah Mu

    Pagi cerah menghiasi alam semesta dengan indahnya, burung-burung berkicauan riang, angin sepoi-sepoi hangat datang dari segala penjuru arah.

    “Kringgggggg…”
    “Kringgggggg…”
    “Kringgggggg…”
    Suara dering telepon kos-kosan berdendang dengan keras tapi membangunkan jiwa yang terlelap. Al datang ke asal suara telepon tersebut dengan mata sayup-sayup, menuruni anak tangga, melewati ruang tamu dan akhirnya sampai di asal suara tersebut. Al mengangkat telepon dengan malasnya.
    “Assalamualaikum. Ini bersama Ali.” Suara berat yang berasal dari jauh telepon.
    “Iya. Emang ada apa, pagi-pagi begini nelfon?” seru Al dengan mulut menguap dan sesekali menutupnya.
    “Al, ini bukan lagi pagi tapi sudah hampir siang. Kamu tidak berangkat kuliah?” tanya di seberang sana yang ternyata Dodon teman sekampus Al.
    Al langsung melihat ke belakang tepat ke arah jam dinding yang dari tadi berdetak dengan cepat, jam tersebut menunjukkan pukul 10.00 pagi yang dimana Al harus berangkat kuliah. Al langsung merespon dengan menepuk jidatnya.
    “Al, kamu harus datang sekarang juga, keburu dosennya datang!” seru Dodon dengan suara berat yang keras.
    “Iya.” Jawab singkat Al yang langsung meletakkan ganggang telepon dengan cepat dan segera berlari menuju kamar mandi.

    5 menit kemudian Al sudah memakai pakaian rapi dan tasnya, dengan terburu-buru Al menuruni tangga tanpa hati-hati dan hampir menabrak Pak Chun pemilik kos-kosannya. Tapi Al menghiraukan suara teriakkan yang menyebut namanya dan terus berlari hingga menuju tempat motornya di parkirkan.
    “Nang, ameh neng dhi? kok lagian mangkat kuliah.” Tanya Abang Ren penjual rujak yang sedang membuka lapak dagangannya.
    Tapi pertanyaan Abang Ren dihiraukan lagi oleh Al yang sudah melesat dengan cepat, kecepatan motornya sampai 100 km/jam.

    15 menit sampailah Al di kampusnya, dengan terengah-engah Al berlari menuju ke kelas dengan cepat dan menabrak seorang perempuan. Tanpa minta maaf Al meninggalkan perempuan tersebut dengan memaki-maki perempuan tersebut dalam hatinya. Al sampai di kelas dan langsung duduk di kursinya, membanting tasnya dengan rasa kesal.
    “Untung saja, Dosen belum datang.” Batin Al yang langsung mengeluarkan bukunya.
    “Hei, Al. Baru datang kamu?” tanya Dodon dengan nyengir memperlihatkan giginya yang enggak pernah rata.
    “Iya, Don.” Jawab Al dengan cuek dan kesal.

    10 menit kemudian dosen datang dengan mengusapkan salam kepada mahasiswa, tapi dosen tersebut tidak sendirian beliau membawa seorang Ustad yang berperawakan tinggi dan berwibawa. Dosen memperkenalkan Ustad tersebut dengan rinci. Nama Ustad tersebut ialah Syekh Ali Khodar, beliau seorang Ustad yang berpendidikan tinggi hingga mengelilingi dunia di saat umur beliau 20 tahuan.

    Dosen menerangkan mengapa Ustad Ali masuk ke kelas, ia mengundang beliau untuk mengisi materi tentang keutamaan berteman dengan orang baik dan peduli kepada orang lain. Materi mulai dengan bacaan basmallah yang dipimpin oleh Ustad Ali, pada saat Al mendengarkan materinya Ada yang melempar ketas menuju Al, Al langung reflek dengan cepat.
    “Nama Ustadnya seperti namamu, Al.” Seru Ad dengan tertawa kecil.
    “Tidak, namaku itu Ali Qadar.” Jawab Al dengan nada kesal.
    “Tapi mirip, kamu Ali Qadar sedangkan ulama terkemuka di depan kita itu Ali Khodar. Hanya saja tulisannya berbeda, dan kamu itu sukanya main terus tidak pernah mengerti soal agama tapi lihat Syekh Ali, beliau itu paham tentang agama. Tidak seperti kamu! Hahahaha…” Seru Dodon yang ikut angkat bicara.
    Ad dan Dodon tertawa keras, sehingga ia terkena imbasnya, dilempar oleh dosen dengan penghapus papan tulis.
    “Ah, terserah kalian.” Seru Al yang langsung memperhatikan ceramah sang Ustad.
    “Ada sebuah hadist tentang berbuat baik kepada ornag lain yang artinya “Dari Abu Musa r.a., dia berkata, ‘ Rasulullah saw. Bersabda, ‘ Perumpamaan sahabat yang baik dan sahabat yang buruk ibarat perumpamaan penjual minyak wangi (misik) dan penempa besi. Engkau akan terkena wanginya dari penjual minyak wangi, baik engkau membelinya maupun sekedar mendapati aromanya. Sementara itu, penempa besi akan membakar badanmu atau pakaiamu atau pakaianmu atau engkau akan terkena bau tidak sedap.” (HR Al Bukhari, 2101/Jawami’ul Kalim, 1969)” terang Ustad Ali panjang lebar.
    Al mencerna ceramah tadi dengan matang dan tahu apa yang di maksud oleh ibarat tersebut, tapi ia masih bertanya-tanya. Ustad Ali menerangkan lagi tentang hadist lainnya tentang kepedulian terhadap orang lain.
    “Siapa yang pernah tidak peduli terhadap sesama manusia?” tanya Ustad Ali terhadap mahasiswa, mereka bingung dengan pertanyaan tersebut.
    “Emangnya anak kecil, ditanyain dengan pertanyaan yang begitu.” Batin Ad dan Dodon yang berada di sebelah Al.
    Al hanya diam dan menyimak ceramah tersebut.
    “Kini hadist tentang peduli yang artinya: “Dari Bahaz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, dia mendengar Rasullulah saw. Membaca firman Allah, ‘Kalian adalah sebaik-baik umat yang diutus bagi umat manusia.’ Beliau bersabda, ‘Sungguh, kalian sempurna sebagai umat yang ke tujuh puluh, yang paling baik dan paling mulia di sisi Allah.’ ” (HR AtTirmizi, 3001/Jawami’ul Kalim, 2946) jadi kita semua yang hadir di sini harus bisa memiliki rasa peduli dan baik kepada orang lain, jangan di ejek jika teman kita sedang ada masalah. Tapi kita harus menolongnya dengan memberi masukan atau nasehat yang benar, agar masalahnya akan selesai.”
    “Waktu saya memberi sedikit ceramah sudah berakhir, jadi saya ingin kalian memahami makna atau artinya dengan baik. Mari tutup acara ini dengan bacaan Hamdallah bersama-sama. Alhamdullilahhirobbil alamin… Wassalamualaikum.” Seru Ustad Ali yang mengakhiri ceramah.
    Ustad Ali selesai mengisi sedikit ceramah dan bersalaman dengan Pak Dosen dengan senang, setelah Ustad Ali keluar kelas Dosen sudah mulai pembelajarannya.

    Waktu berganti cepat, siang itu jam kuliah belum selesai sekitar jam 13.00, Al duduk di kursi panjang yang berada di taman dengan membawa buku kecil untuk menulis sebuah pengalamannya tadi dan diubah menjadi sebuah puisi yang indah, di buku kecil milik Al terdapat puisi banyak yang membuat hati terkesan saat membacanya. Dengan indah jari-jari tangan Al menulis satu perkata dengan baik, tiba-tiba ada seseorang yang di sebelahnya melihat tulisan Al yang tersusun rapi dalam sebuah kalimat.
    “Bagus juga, puisimu. Itu puisi tentang agama kan?” tanya seorang perempuan yang sedari tadi melihat buku kecil milik Al.
    “Eh, Iya.” Jawab singkat Al yang terkejut karena yang di sebelahnya adalah perempuan yang ia tabrak waktu berangkat kuliah.
    “Aku juga suka membuat puisi, tapi tidak pernah melihat puisi yang lebih baik dari aku. Boleh aku pinjam?” seru perempuan tersebut dengan senyuman yang manis dan mata sipitnya.
    Al langsung meminjamkan buku kecil yang di tangannya kepada perempuan tersebut, tanpa basa-basi Al menjulurkan tangan untuk berkenalan.
    “Aku Ali Qadar fakultas Sastra Belanda.” Seru Al menjulurkan tangan kepada perempuan tersebut.
    “Aku Ling-Ling fakultas Tarbiah.” Seru perempuan tersebut dengan menelengkup kedua tangan dan tersenyum.
    “Kamu keturunan China?” tanya Al yang tiba-tiba saja bertanya begitu.
    “Iya, emang kelihatan ya kalau keturunan China?” jawab Ling-Ling dengan senyum yang manis.
    Saat pertemuan tadi dengan Ling-Ling, ia menceritakan segala sejarah perkembangan islam kepada Al secara rinci, tentang perkembangan universitas pertama di dunia, tentang dirinya yang keturunan China, dan lain-lain.
    “Kalau kamu ingin tahu tentang sejarah islam, kamu bisa ke rumahku. Nanti kamu bisa bicara sama Ayahku, ini alamat rumahku. Aku pergi dulu!” Seru Ling-Ling senyum dengan menjulurkan secarik kertas.
    “Insya Allah. Terimah kasih. Hati-hati di jalan.” Seru Al membalas senyuman Ling-Ling dan melambaikan tangannya.
    Al memandangi kertas pemberian Ling dengan seksama dan menyimpannya di dalam tasnya. Al berjalan menuju ke parkir untuk mengambil motor dan melaju ke kos-kosannya yang berada di daerah kampusnya. Melaju dengan kecepatan 100 km/jam melesat bagaikan peluru yang cepat, sampailah Al di kos-kosan. Disana Al langsung menuju kamarnya dengan cepat, melewati ruang tamu dan menaiki tangga dengan semangat. Al membuka daun pintu kamarnya dan merebahkan dirinya ke kasur empuk bersama tasnya.

    Al memejamkan mata sebentar dengan tenang, tiba-tiba ia teringat akan menghampiri rumah Ling-Ling. Bergegas mengambil pakaian, jam tangan, merapikan rambut yang berantakan, dan mengambil kunci motor, tidak lupa juga Al membawa kertas kecil yang di beri Ling-Ling.
    “Semua dah beres..” seru Al dengan bangga.

    Al turun dengan cepat menuju motornya dan langsung melesat lagi, Al melihat sepanjang jalan untuk menemukan alamat yang ada di kertas dengan seksama. Tiba-tiba Al melihat alamat di kertas dengan sebuah rumah yang terlihat ramai oleh anak-anak yang berlarian, Al memberanikan diri untuk bertanya kepada salah satu anak-anak yang berlarian. Ternyata benar itu adalah rumahnya Ling-Ling. Al masuk ke dalam rumah dan mengetok rumah dengan pelan, muncullah Ling-Ling dengan memakai pakaian yang Al kira pakaian China. Ling-Ling mempersilahkan Al masuk ke dalam rumah dan menyuruh Al untuk duduk.
    Al melihat-lihat ruangan tamu yang tidak besar, dan muncullah Ling-Ling bersama Ayahnya yang ternyata Ustad yang pernah berceramah di kelasnya.
    “Assalamualaikum. Kamu mau belajar tentang sejarah Islam?” Seru Ayahnya Ling-Ling dengan suara yang berat tapi berwibawa.
    “Eh, Iya. Pak.” Jawab Al dengan gugup.
    “Kita pernah bertemu, Nak?” seru Ayahnya Ling-Ling yang langsung duduk di sebelah Al.
    “Iya.” Jawab Al.

    Ling-Ling langsung menuju ke belakang untuk menjamu tamunya dengan sedikit air untuk menghilangkan dahaga. Saat pertemuan dengan Ayahnya Ling-Ling yang ternyata Ustad Ali, mereka berbincang-bincang tentang sejarah agama islam dan lain-lain terkait dengan islam. Al mulai menyadari ia itu salah dalam berpendapat terhadap islam, padahal Al itu islam yang tak pernah mengerti apa itu islam?. Saat itulah Al mulai sadar dan langsung bertaubat kepada Allah dengan mengerjakan yang diperintahNya.
    Saat itulah pintu hati Al terbuka dengan luas membuat Al tenang dan damai.
    “Terima kasih atas hidayah-Mu yang engkau berikan kepada hambamu ini, melewati seorang teman.” Batin Al dengan senang.

    Cerpen Karangan: Aisy Azzahra Nurjati
    Facebook: Aisy Azzahra N

    Artikel Terkait

    Temanku Hidayah Mu
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email