Bumi Perkemahan (Part 1)

Baca Juga :
    Judul Cerpen Bumi Perkemahan (Part 1)

    Bersaksi cinta di atas cinta
    Dalam alunan tasbihku ini
    Menerka hati yang tersembunyi
    Berteman di malam sunyi penuh doa
    Terdengar dering Hp dari kamar Wianda yang berada di lantai atas. Sudah lama Ringtone Istikharah Cinta milik Sigma tidak menyambar seantero ruangannya.

    Nada dering sengaja disetting oleh Rianda, karena ia merasa kesal dan jengkel dengan wianda suatu ketika. Rianda menelepon berulang kali, tapi wianda tak mengangkatnya. Karena Hp nya silent. Sudah menjadi kebiasaan wianda, jika berada di rumah, Hp-nya terletak begitu saja di atas meja dengan keadaan silent.

    “Kak, ada yang nelepon!!!”, ujar Tiara setengah teriak dari ruang keluarga yang tengah menikmati cemilan di depan Televisi. Wianda bergegas menuju kamarnya setelah melepas celemek yang ia gunakan saat memasak di dapur di tempatnya.
    “Assalamu’alaikum, bang?”, sapanya di ujung Hanphone dengan girangnya.
    “Wa’alaikumussalam, dik. Afwan ya, aku baru bisa menghubungi akhir-akhir ini. Ya karena aku fikir, kamu kan lagi ujian. Jadi biar fokus dengan Ujian dulu, dan aku juga ada kesibukkan dalam sebulan ini”, ujar rianda seolah menangkap pemikiran wianda.
    “Ya, gak apa-apa sih bang. Abang, ada apa menelepon?”, tanya wianda dengan senyuman yang mengembang.
    “Oh iya, Teman-teman kampus aku mau ngadain kegiatan Camping. Jadi camping itu diadakan di jorong kita dan mengajak para pemuda-pemudi, khususnya yang belum menikah. Untuk lebih jelasnya, kau datang saja ke lapangan setelah ashar pukul 16.30, bagaimana?”, tanya rianda balik. Wianda pun tak dapat menolak acara ini. Camping merupakan kegiatan yang sangat ia minati dari Sekolah Dasar. Tapi, ia harus minta izin dulu kepada amak dan apaknya.

    Wianda menjelaskan semua perihal kegiatan tersebut, agar orangtua mengizinkannya. Akhirnya izin didapatkan. Ba’da ashar wian langsung melangsir ke lapangan desa tak jauh dari rumahnya. Sekitaran 10 menit jika ditempuh dengan jalan kaki.

    Semua sudah berkumpul di lapangan. Teman-teman rianda, para pemuda dan pemudi di jorongnya. Awalnya wianda cukup canggung dengan teman sekampus rianda, tapi rianda mengangguk saat salah seorang teman rianda memintanya mengenalkan diri.
    “Assalamu’alaikum Warhohmatullahi Wabarhokaatuuh”, salamnya sembari memandang peserta rapat hari itu secara keseluruhan dan menyunggingkan lesung pipitnya. Salam terjawab serentak dan penuh semangat.
    “Terima kasih kepada Moderator. Namaku Wianda Najma, biasa dipanggil wianda. Sekarang aku tengah menempuh semester 4 insyaallah, disalah satu kampus di Bumi Minang. Terima kasih dan Wassalamu’alaikumussalam Warhohmatullahi Wabarhokaatuuh”, ujar wianda. Semua bertepuk gemuruh.
    Semua peserta rapat yang terdiri dari 100 orang memperkenalkan diri dengan singkat. Usai perkenalan, rapat inti pun dimulai. Semua hal yang berhubungan dengan kegiatan camping pun dikupas satu persatu. Memang didalam rapat banyak sekali terdapat opini dan terkadang berbeda. Namun, hasil dari keputusan rapat itulah yang diambil.

    “Izin bicara!!!”, ujar wianda sembari mengangkat tangan, semua mata menoleh ke arahnya. Dan rianda semakin terkagum melihat keaktifan wianda. Wianda angkat bicara, setelah Angga sebagai moderator mempersilahkannya mengemukakan pendapat.
    “Mungkin semua pendapat telah kita dengar. Hanya saja di sini, aku hanya menambahkan sebuah pendapat”, ujar wianda mencoba mencari kalimat yang tepat untuk disampaikan.
    “Aku sedikit berfikir, bagaimana, jika camping kita ini diisi dengan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat tentang betapa pentingnya menjaga kebersihan dan semangat gotong royong”, akhir wianda. Semua semakin bersemangat dengan apa yang diutarakan wianda.
    “Dan bagaimana jiak kita akan mengadakan hiking mengitari perbukitan jorong ini. Di jorong ini kan banyak pepohonan yang terkadang kita tidak tahu apa nama pohon itu, umurnya dan kapan mesti ditebang untuk ditanam lagi tumbuhan yang baru. Kita perlu penyuluhan tentang bagaiman cara menjaga hutan agar tetap lestari. Yang kita lihat selama ini, telah terjadi pembabakan hutan hingga menjadi gundul. Akibatnya banyak sekali bencana yang melanda negri ini. Kita sebagai pemuda penerus estafet bangsa, sebaiknya kitalah hendak menjaga bangsa ini. Salah satu dengan menjaga kebersihan desa dan juga kelestarian hutan. Itu dari aku, jika ada yang menanggapi dan menambahkan silahkan”, tutup wianda dengan semangatnya dalam berpendapat.
    Sorakan tepuk tangan menghadiahi keaktifannya. Beberapa diantaranya berdiri dengan tepukan tangan. Berbagai ide mengalir seiring dengan kembalinya sang surya keperaduannya. Ayat Alqur’an menggema di ujung desa menjadi penutup rapat yang telah menghasilkan sebuah kesepakatan dan siap untuk dilaksanakan. Merdunya kitab suci yang dilantunkan oleh Muhammad Thahaa menjadi awal dari bumi perkemahan.

    Azan berkumandang. Semua umat beriringan menuju rumah-Nya. Wajah-wajah muda memadati mesjid kecil dijorong itu. Namun dengan hati nan lapang, semuanya menjadi bisa dikendalikan. Khidmat sholat magrib terasa dihati mereka.
    Pak Wali Nagari dan Pak Wali Jorong dan massa telah berkumpul di lapangan. Malam semakin pekat setelah Isya berlalu. Obor bumi perkemahan telah berdansa mengikuti arus angin. Tenda-tendapun telah berdiri dengan gagahnya dan bersinar karena lentera meneranginya.
    Salam rianda sebagai MC untuk pembukaan perkemahan. Jawaban serentak menghiasi keheningan dan gelapnya malam. Muqaddimah ia sampaikan tak luput juga sholawat untuk Rasulullah SAW. Ia mempersilahkan pak Wali Nagari untuk menyampaikan kata sambutan.
    Salam dari pak Wali mengusir kedinginan malam dengan lautan semangat yang membuat mereka tetap hangat.

    “Saya pribadi merasa sangat bangga dengan kegiatan perkemahan ini. Sebagai Wali Nagari, saya memberikan apresiasi yang sedalam-dalamnya atas kegiatan positif dan sangat bermanfaat ini. Dimana dalam kegiatan ini, kita bisa saling berbagi dan memahami perbedaan. Dan saya berterima kasih kepada masyarakat yang telah ikut datang menghadiri pembukaan bumi perkemahan ini, khususnya kepada pemuda dan pemudi yang telah bekerja keras untuk mengangkat kegiatan ini. Sekali lagi, saya benar-benar bangga, semoga ini menjadi contoh yang baik dan semakin mengembangkan ide-ide positif untuk masyarakat. Sekian dan terima kasih”, ujar pak Wali dengan salam. Selanjutnya sambutan oleh Wali jorong yang juga sangat apresiasi dengan perkemahan ini.

    Acara inti telah di depan mata. Pemotongan pita pembukaan bumi perkemahan oleh Pak Wali Nagari dan Pak Wali Jorong. Semua yang hadir di bumi perkemahan tunduk sembari menengadahkan tangan untuk berdo’a sebelum memulai pemotongan pita. Gunting pun menyentuh pita yang berlarian diterpa angin dan terputus saat tangan Pak Wali Nagari dan Pak Wali Jorong sama-sama memegang gunting. Akhirnya pembukaan Bumi Perkemahan berlangsung hangat dan siap memulai perkemahan sesuai rencana.

    Pak Wali Nagari dan Pak Wali Jorong meninggalkan tempat. Ditemaini oleh beberapa pemuda. Masyarakat ada yang masih menyaksikan perkemahan, dan sebagian lagi ada yang memilih meninggalkan setelah pembukaan berakhir.
    Semua penghuni perkemahan berkumpul untuk membicarakan kelanjutan dari rencana esok hari. Akhirnya didapat kesepakatan, mereka akan melangsungkan perkemahan ini selama satu minggu. Dimana hari pertama, tepatnya esok. Mereka akan mengundang dan mengumpulkan anak-anak sekolah. Mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Masing-masing tingkatan sekolah akan mendapatkan Penanggung Jawab (PJ) nya sebanyak 10 orang. Kegiatan yang diadakan berupa cerdas cermat seputar ilmu pengetahuan dan beraneka ragam permainan.

    Para pemuda tampak menikmatinya. Seolah-olah mereka baru saja kembali dari masa kecil yang sangat menyenangkan. Bergaul dengan anak sekolahan mengingatkan betapa indahnya masa-masa sekolah, hanya saja bagi mereka yang tertunda kesempatan untuk mengecap dunia pendidikan malah sangat merindukan “Bangku Pendidikan”. Tak ada raut kekecewaan di muka mereka, yang ada hanya tawa bergelut didalam bahagia. Bahagia bisa berbagi dan bahagia bisa membuat orang lain bisa tertawa.

    Mentari seakan memahami kelelahan dalam semangat mereka. Hingga ia memutuskan untuk menutup indahnya pagi menuju siang hingga sore menjadi malam sebagai rehat mereka. Mereka tampak menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas penutup malam. Dengan berkemas diri, mempersiapkan makan malam dan merangkai aktifitas hari esok.

    Wianda sangat menikmati acara itu, begitupun dengan yang lainnya. Kesepakatan didapat bahwa, esok mereka akan mendatangi rumah warga untuk berbagi ilmu tentang dunia kesehatan dan bagaimana menjaga kesehatan. Tentunya mereka mendatangi seluruh rumah di jorong itu. Wilayah jorong dibagi menjadi 4. Yaitu wilayah atas, bawah, hilir dan mudik. Dimana wilayah atas adalah rumah warga yang berada didekat perbukitan, untuk wilayah bawah adalah rumah warga yang berada didekat persungaian. Sementara wilayah hilir adalah rumah warga yang berada dihilir atau ujung bawah jalan raya dan wilayah mudik yaitu rumah warga yang berada diujung jalan atas jalan raya.

    Masing-masing kubu terdiri dari 20 orang. Totalnya tentu 80 orang. Sementara 20 orang lainnya. Tengah piket mempersiapkan keperluan dapur, kebutuhan selama camping, dan menjaga masing-masing tenda. Beberapa diantaranya memilih stay di camp harus istirahat karena semalaman mereka melaksanakan Ronda Malam yang merupakan program wajib dari Jorong itu. Tenda terdiri dari 10. Dimana tenda Rianda dan rombongan adalah 8 dan pemuda jorong yaitu 2 tenda. Masing-masing tenda bermuatan 10 orang. Dan tentunya, tenda itu dipisahkan antara laki-laki dan perempuannya. Mereka membuat pemisah dari bambu yang dipagari ke masing-masing tenda. Jadi seperti membagi menjadi dua kawasan.
    Mereka melakukan pendataan dan memohon izin sebelumnya kepada Wali Jorong untuk mengunjungi rumah warga. Mereka saling berkonstribusi satu sama lainnya. Mereka berbagi cerita ketika malam menyapa dicamp. Ada yang saat mengunjungi rumah warga, dikejar oleh penjaga rumahnya, yaitu anjing. Ada yang terpeleset dijalanan yang licin di daerah perbukitan. Ada yang hampir tertabrak saat menyebrangi jalan karena tak melihat kendaraan di depannya. Dan ada yang lebih menggucang tawa, salah seorang dari mereka ada yang nyasar dan numpang ngecas karena Hp-nya mati saat bertugas.

    “Aku kehilangan jejak yang lain, jadi aku bingung mesti ke mana. Saat aku hendak menelpon. Ehh, malah hp-ku yang mati. Kebetulan di salah satu rumah warga tak berapa setelah kuberjalan, aku memasuki rumah itu dan melirik kilometernya. Takut-takut masih ada warga yang belum memasukkan listrik kerumahnya. Bapak itu mengizinkan masuk dan numpang ngecas. Aku berceritalah tentang kegiatan kita ini. Tapi hal yang lebih memalukan adalah aku merasakan pekikan hebat di perutku. Buka lapar, tapi hendak membuang hajat. Dengan muka tak tahu malu, aku bertanya dimana kamar mandinya. Bapak itu hanya tersenyum sembari memandangi arah kamar mandinya.
    “Usai membuang sebuah sampah perut, penghuni rumah menawarkan untuk makan di rumah mereka. Aku awalnya menolak karena sangat dan banget merepotkan. Udah nyasar, numpang ngecas, numpang kamar mandi dan sekarang, masak numapang makan lagi. Meskipun aku memang sedikit lapar, tapi pada prinsipku, jangan hanya memakan yang orang lain punya jika kau belum pernah memberinya apa-apa. Aku sudah memegang prinsip itu semenjak SMP. Jika ada seseorang yang menawariku kebaikan, aku akan menolaknya. Dan menyuruhnya menunggu aku untuk melakukan kebaikan dulu padanya, barulah dia bisa menolongku. Bapak itu cukup kecewa mendengar prinsipku. Tapi beliau memahamiku. Setelah baterai hp-ku sudah cukup terisi, aku undur diri dan akan datang kembali jika ada kesempatan”, cerita arman teman rianda.
    “Pantesan saja perut kau meletus ditengah jalan, orang kau makan sambalado jengkolnya banyak banget semalam dan sudah 3 kali melapor ke WC darurat hingga tadi pagi kan”, seloroh irvan menunjuk-nunjuk batang hidung arman. Gelak berderai saat mereka membayangkan irvan yang sakit perut karena nafsu dengan jengkol bolak-balik ke WC darurat.
    “Habisss, sambalado jengkolnya terus manggil sich, jadi gak tahan jika porsinya sedikit”, balas arman dengan gaya gemulai dan ayunya.
    “Uuuuu,”, sorak mereka sembari melayangkan tangan ke kepala arman. Arman jadi korban bullyan mereka. Mereka menutup malam yang bertaburan bintang dengan kegiatan esok hari.

    Hari ketiga mereka camping. Mereka akan melakukan Hiking. Rutenya dimulai dari wilayah hilir, bawah, mudik dan berakhir di wilayah atas. Mereka sudah stay pukul 07.00 WIB di wilayah hilir. Mereka ada 18 tim. Tiap tim terdiri dari 5 orang. Jadi sisanya tengah piket di perkemahan seperti biasanya. Piket dilakukan bergantian agar kebagian rata atas tugas yang mereka emban.

    Rute hilir dipenuhi dengan semak belukar dan hamparan persawahan nan hijau menuju kuning menyejukkan mata. Tak lupa mereka ber-selfi ria sepanjang perjalanan. Setiap tim harus membawa perbekalan selama perjalanan masing. Dengan tujuan, saat salah seorang hendak makan dan minum, ia juga harus membaginya kepada yang lain dalam timnya. Sehingga tidak ada yang merasa kekurangan ataupun kelaparan.

    “Di dalam perkemahan, sifat ingin menang sendiri dan keegoisan silahkan dibuang jauh-jauh dari perkemahan. Jika tidak, lebih baik sadar diri meninggalkan arena ini”, tegas ketua perkemahan salman. Ia memang terkenal dengan tegasnya, dan dia juga senior di antara mereka. Beliau adalah mantan ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Dan di kampus, ia juga bertanggung jawab. Tak salah rianda berguru kepadanya.

    Rute hilir telah tertinggal di belakang. Saatnya menapaki rute bawah yang dikelilingi sungai nan jernih. Untung saja tak hujan semalam. Karena kalau hujan, arus air menjadi deras dan mungkin mereka akan kesulitan menyeberangi sungai.
    Ransel terpasang hebat punggung wianda. Celana gunung pembelian apaknya telah berlumuran lumpur. Sepanjang sungai, jalan yang mereka tempuh bernuansa lumpur dan sedikit becek. Karena tanahnya berada di tepian sungai. Ada mata khawatir yang dari tadi memandangnya di kejauhan. Ia tak menyadari itu. Ia menikmati perjalanan dan gurauan cerita dari timnya. Mata khawatir itu adalah rianda. Ia cemas karena, perjalanan itu tidak mudah. Akan ada hewan-hewan muncul melihatkan wujudnya. Wianda phobia pada salah satu hewan.

    Mereka melanjutkan rute ke arah mudik setelah menunaikan kewajiban zhuhur dan mengisi kampung tengah. Tepat pukul 14.00 WIB, mereka merambah ke rute mudik. Rute mudik hampir sama dengan rute hilir. Hanya saja persawahan lebih banyak dimudik ketimbang di daerah hilir.

    Ada mata lain yang memandang wianda. Bukan hanya mata khawatir saja yang meliriknya. Diam-diam mata kagum juga menatap lepas wajah lesung pipitnya itu. Mata itu kepunyaan Zaid, ketua tim wianda. Ia yang berada di depan merasa melindungi wianda dan anggotanya. Wianda tak merasakan itu. Ia hanya beberapa kali bertemu dan pertama kalinya berada dalam satu tim selama perkemahan. Jadi, tidak begitu terjalin kedekatan. Malah zaid mencoba mendekati wianda. Wianda yang terlihat polos, hanya menerima sebagai sikap yang wajar. Karena zaid ketua timnya dan seniornya. Itu saja.

    Terik meluluhkan asam, basa yang mengalir di sekujur tubuh mereka. Tak sesekali mereka menyeka butiran peluh yang menjadi saksi perjalanan mereka. Yel-yel kekompakkan mereka terus mengalir dan semakin keras meskipun menuju akhir dari perjalanan mereka. Alur atas. Yang menjadi titik akhir perjalanan.

    Mata khawatir tak henti melirik kondisi wianda. Ia berada di tim lain. Rianda berada 2 tim sebelum wianda. Ia berada di tim 6 sementara wianda ditim 8. Meski lirikan mata itu cukup jauh, namun rianda tetap memperhatikan.
    “Ia akan baik-baik saja”, lirihnya berkata pada hatinya.

    Sunset terlihat jelas di puncak perbukitan. Mereka akhirnya sampai. Wianda membentangkan tangan dan menutup mata. Seolah mentari seakan memberi kekuatan kepadanya. Ia bersyukur dalam tutupan matanya, ada hal terindah yang Allah ciptakan di dunia ini. Yaitu matahari. Tanpanya, kelamlah dunia ini. Dan ia berterima kasih, karena Allah masih memberinya waktu terus bersyukur dan memuji-Nya.
    Mereka saling melirik setelah membuka mata. Wianda dan rianda.

    “Zeeeiilleeehhh, kompakkan nie ye, the couple of the sun”, seloroh bagas pemuda jorong. Wianda menjadi kikuk setelah menyadari ternyata rianda juga melakukan hal yang sama dengannya. Hanya mereka berdua yang melakukannya.
    “Gak hanya sekedar kompak. Mereka juga sehati. Coba lihat, kaus dan celana mereka juga sewarna. Kayaknya mereka janjian nie”, timpal meli.
    Seketika mereka berdua berdiri di depan para pembully. Wianda sangat risih dengan kondisi itu dan memilih duduk di sebelah aisyah setelah melempas senyum kecutnya.
    “Kebetulan aja kami pake baju yang sama. Jadi ya gak ada yang salah!!!”, bela rianda
    “Ya gak salah sih, tapi tetap saja kalian terlihat serasi”, tambah ilham
    “Tahu gak, dari tadi ada sesosok mata yang memperhatikan wianda. Mata itu seperti mata khawatir. Selama perjalanan tadi, mata itu seakan-akan tak lepas dari kemunculan sosok yang menjadi objek perhatian”, ujar toni membuka rahasia. Semua mata menatapnya penasaran. Zaid dan rianda saling memandangi.
    “Ada orang lain kah yang memperhatikan wianda”, fikir mereka.
    “Nanti pas api unggun aku beritahu” ujar zaid tidak memberitahu siapa orangnya. Semua orang malah memaksanya mengatakan siapa orangnya. Ia memilih tersenyum dan tak peduli seberapa banyak yang lain memukulnya. Salah satu kelebihan zaid adalah membuat orang penasaran akan apa yang ia katakan. Ia selalu menggantung cerita ketika bersama dengan alasan belum membaca sepenuhnya. Kadang-kadang memang iya.

    Wianda yang menjadi Attention Of The Queen tenang-tenang saja melihat keadaan menyudutkannya. Karena ia tak merasa diperhatikan dan dipedulikan. Walau sebenarnya ia cukup penasaran siapa mata yang selalu memperhatikannya.
    Lantunan Ayat Alqur’an samar-samar di kejauhan. Mereka bergerak cepat sebelum ketinggalan magrib. Hewan senja mengudara menjadi pembuka malam. Hewan itu berbaris rapi dan saling berpacu untuk mencapai tujuan. Hewan itu adalah kelawar yang akan pulang ke penginapannya.
    Iqomah bersenandung ketika mereka menapaki bumi perkemahan. Di antara mereka ada yang memutuskan untuk langsung sholat dan ada yang memilih membersihkan diri terlebih dahulu baru menunaikan sholat.
    Lelahnya perjalanan membuat mereka membaringkan tubuh di peristirahatan. Sehingga hanya ketua camp atau tenda yang diminta berkumpul di lapangan untuk rapat kecil kegiatan hari esok.

    Cerpen Karangan: Wilhami Wati
    Facebook: Wilhami Wati

    Artikel Terkait

    Bumi Perkemahan (Part 1)
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email