Judul Cerpen Daffa
Entah bagaimana aku mengenalnya, entah bagaimana aku merasa nyaman saat bersamanya. Aku heran, mengapa ada pria yang mau berjuang keras untukku, padahal aku dingin sangat dingin. Aku mulai merajut kisah dengan sebait kata, menahan rindu dengan sebait doa. Entah apa alasan dia mau bertahan denganku, Entah apa alasan dia memperjuangkanku, Entah seberapa sabar dirinya berhadapan denganku. Namun sayangnya hatiku beku, hanya merasa nyaman dan rindu. Aku menyayanginya, tapi cinta? Aku tak tau. Aku lupa cara mencintai seorang kekasih, mungkin akibat masa lalu yang menbuat cintaku hilang, mungkin karena masa lalu yang membuat hatiku beku untuk mencintai.
“Nanda.. dengerin aku ya mau nyanyi” mintanya sambil memegang gitar.
Aku pun hanya mengangguk tersenyum.
Tangannya mulai bermain, suaranya mulai terdengar. Dia bernyanyi dengan tersenyum, dan aku pun hanya mendengarkannya. Aku sangat menyukai suaranya, cara dia bicara bahkan caranya tersenyum tertawa. Meski bukan aku yang menciptkan tawanya, tapi aku bahagia bisa mendengarnya.
“Gimana, bagus?” Tanyanya menatapku.
“Enggak, jeleeek” jawabku
“Ya udah aku gak akan nyanyi lagi” balasnya cemberut
Aku pun mentertawainya, melihat ekspresi wajah dan tingkahnya.
“Lah Autis malah ngetawain”
“Bocah banget sih, idiot haha” ledekku lagi.
Dia hanya tersenyum heran menatapku.
Mungkin bukan aku yang mampu membuatnya bahagia, mungkin begitu keras hatiku sampai aku pun belum bisa mencintainya. Daffa.. orang yang begitu sabar, perhatian, dia bertingkah konyol hanya untuk membuatku tersenyum, dia kuat menghadapai dinginnya sikapku. Aku lupa cara mencintai, aku lupa bahagianya mencintai, yang aku rasa, aku hanya mampu mecintai pria dan itu pun ayahku saja untuk saat ini. Waktu membawaku mengenalnya, menyimpan rasa untuknya, tersenyum dan tertawa karenanya. Waktu yang menarikku untuk menggenggam tangannya, namun untuk sekarang waktu belum mampu membuatku mencintinya. Entah aku akan merasakan cinta terhadapnnya, atau hanya sekedar menyayanginya.
“Nanda.. bagaimanapun caranya aku akan menggenggam tanganmu” ucapnya menatapaku.
“Tak usah berbicara itu, mungkin saja aku yang melepaskan genggaman itu” jawabku datar.
“Mengapa? Kamu gak serius sama aku?” Tanyanya mengerutkan kening.
“Aku hanya merasa tak pantas untukmu, bukan aku ingin melepaskan genggamanmu. Waktu menyeretku berkenalan denganmu, waktu pun akan menarikku menjauh darimu” jelasku menatapnya tersenyum.
“Sekeras apapun waktu mengambilmu, sekeras itu pula aku akan menggenggammu.” Ucapnya meyakinkanku.
“Sekeras kamu menolak perpisahan, sekeras itu pula takdir mewujudkan perpisahan. Sudahlah, aku tak berjanji akan selalu bersamamu, tapi sekarang aku hanya menikmati waktu saat aku menggenggam tanganmu” ucapku tersenyum kecil.
Daffa, mungkin sulit mencari pria sepertimu. Dia sabar, dia tak pernah berani membentakku keras, bahkan untuk memarahiku pun dia tidak pernah. Jikalau pun aku salah, dia hanya menegurku dan menasehatiku dengan sabar. Dia tidak pernah menggores luka, dia berharga dan aku pun merasa tak pantas untuknya.
“Sampai kapanpun aku bakalan sayang sama kamu” ucap daffa.
Aku pun hanya tersenyum tanpa membalas ucapannya. Mungkin begitu beku hatiku sehingga aku tak mampu mencintai pria itu, mungkin begitu keras sikapku sehingga aku tak mampu selalu bersikap baik terhadapnya. Aku harap, bila waktu mengizinkan aku bersamanya dengan jangka waktu lama, aku harap hatiku sempat mencintainya. Dan bila waktuku telah habis dengannya, dan aku pun belum sempat mencintainya, aku bersyukur sempat memilikinya dan mampu menyayanginya.
Cerpen Karangan: Novia Fernanda
Facebook: Novia Sepersial Fernanda
Entah bagaimana aku mengenalnya, entah bagaimana aku merasa nyaman saat bersamanya. Aku heran, mengapa ada pria yang mau berjuang keras untukku, padahal aku dingin sangat dingin. Aku mulai merajut kisah dengan sebait kata, menahan rindu dengan sebait doa. Entah apa alasan dia mau bertahan denganku, Entah apa alasan dia memperjuangkanku, Entah seberapa sabar dirinya berhadapan denganku. Namun sayangnya hatiku beku, hanya merasa nyaman dan rindu. Aku menyayanginya, tapi cinta? Aku tak tau. Aku lupa cara mencintai seorang kekasih, mungkin akibat masa lalu yang menbuat cintaku hilang, mungkin karena masa lalu yang membuat hatiku beku untuk mencintai.
“Nanda.. dengerin aku ya mau nyanyi” mintanya sambil memegang gitar.
Aku pun hanya mengangguk tersenyum.
Tangannya mulai bermain, suaranya mulai terdengar. Dia bernyanyi dengan tersenyum, dan aku pun hanya mendengarkannya. Aku sangat menyukai suaranya, cara dia bicara bahkan caranya tersenyum tertawa. Meski bukan aku yang menciptkan tawanya, tapi aku bahagia bisa mendengarnya.
“Gimana, bagus?” Tanyanya menatapku.
“Enggak, jeleeek” jawabku
“Ya udah aku gak akan nyanyi lagi” balasnya cemberut
Aku pun mentertawainya, melihat ekspresi wajah dan tingkahnya.
“Lah Autis malah ngetawain”
“Bocah banget sih, idiot haha” ledekku lagi.
Dia hanya tersenyum heran menatapku.
Mungkin bukan aku yang mampu membuatnya bahagia, mungkin begitu keras hatiku sampai aku pun belum bisa mencintainya. Daffa.. orang yang begitu sabar, perhatian, dia bertingkah konyol hanya untuk membuatku tersenyum, dia kuat menghadapai dinginnya sikapku. Aku lupa cara mencintai, aku lupa bahagianya mencintai, yang aku rasa, aku hanya mampu mecintai pria dan itu pun ayahku saja untuk saat ini. Waktu membawaku mengenalnya, menyimpan rasa untuknya, tersenyum dan tertawa karenanya. Waktu yang menarikku untuk menggenggam tangannya, namun untuk sekarang waktu belum mampu membuatku mencintinya. Entah aku akan merasakan cinta terhadapnnya, atau hanya sekedar menyayanginya.
“Nanda.. bagaimanapun caranya aku akan menggenggam tanganmu” ucapnya menatapaku.
“Tak usah berbicara itu, mungkin saja aku yang melepaskan genggaman itu” jawabku datar.
“Mengapa? Kamu gak serius sama aku?” Tanyanya mengerutkan kening.
“Aku hanya merasa tak pantas untukmu, bukan aku ingin melepaskan genggamanmu. Waktu menyeretku berkenalan denganmu, waktu pun akan menarikku menjauh darimu” jelasku menatapnya tersenyum.
“Sekeras apapun waktu mengambilmu, sekeras itu pula aku akan menggenggammu.” Ucapnya meyakinkanku.
“Sekeras kamu menolak perpisahan, sekeras itu pula takdir mewujudkan perpisahan. Sudahlah, aku tak berjanji akan selalu bersamamu, tapi sekarang aku hanya menikmati waktu saat aku menggenggam tanganmu” ucapku tersenyum kecil.
Daffa, mungkin sulit mencari pria sepertimu. Dia sabar, dia tak pernah berani membentakku keras, bahkan untuk memarahiku pun dia tidak pernah. Jikalau pun aku salah, dia hanya menegurku dan menasehatiku dengan sabar. Dia tidak pernah menggores luka, dia berharga dan aku pun merasa tak pantas untuknya.
“Sampai kapanpun aku bakalan sayang sama kamu” ucap daffa.
Aku pun hanya tersenyum tanpa membalas ucapannya. Mungkin begitu beku hatiku sehingga aku tak mampu mencintai pria itu, mungkin begitu keras sikapku sehingga aku tak mampu selalu bersikap baik terhadapnya. Aku harap, bila waktu mengizinkan aku bersamanya dengan jangka waktu lama, aku harap hatiku sempat mencintainya. Dan bila waktuku telah habis dengannya, dan aku pun belum sempat mencintainya, aku bersyukur sempat memilikinya dan mampu menyayanginya.
Cerpen Karangan: Novia Fernanda
Facebook: Novia Sepersial Fernanda
Daffa
4/
5
Oleh
Unknown