Maaf Membuatmu Menunggu

Baca Juga :
    Judul Cerpen Maaf Membuatmu Menunggu

    Suasana begitu segar. Air bertiup dari segala arah. Membuat rambut gufita berterbangan satu persatu, membuatnya menjadi lebih cantik. melukis bagian wajahnya, terlihat sangat indah lukisanku namun lukisan ini rasanya tak ada apa-apanya dibanding dengan indahnya wajahnya. Angin juga membuat matanya berkedip-kedip. Aku hanya tersenyum melihatnya. Tak butuh waktu lama, lukisan wajahnya pun sudah selesai. “Udah fit” ucapku “akhirnya” balas fita yang dengan seketika membuang nafas panjang, ia sudah lega sekarang tak perlu berpose manis dengan senyuman yang harus terus ia tunjukan.

    Walau udara sejuk, namun tak berarti kami jadi tak ingin memakan es krim. Kami lalu berjalan ke sebuah minimarket yang berada sekitar 17 m dari tempat aku dan fita duduk di Taman. “Ton, mana si aku liat lukisannya?” Pinta fita “jangan sekarang lah, nanti aja kalau kita putus ya” jawab aku dengan tertawa tipis “mau putusnya kapan? Sekarang?” Tanya fita dengan cemberut “uhhh, ngambek. Becanda doang, mana mau aku putus sama kamu” jawab aku yang tersenyum lalu memberikan selembar lukisan pada fita.

    “Nih punya kamu” fita memberikan es krim yang rasa vanila padaku “aku maunya coklat fit” “kamu mah, aku coklat kamu vanila, gak usah coklat ya sayang” jawab fita yang langsung berjalan ke arah kasir lalu membayar es krim itu. Dia pun keluar dari mini market dengan senyuman, tak mempedulikan aku yang sedang berdiri memandangnya heran. Tak lama aku pun berjalan ke luar minimarket lalu duduk di kursi yang ada di depan mini market itu. “Kamu aneh fit” ucapku yang memperhatikan fita yang sibuk dengan es krimnya “aku lucu ya, inih punya kamu” ucapnya memberikan es krim rasa vanila padakanu “kenapa rasa es krim nya harus beda fit? Aneh ih, orang aku maunya rasa coklat” ucapku yang menggeleng-gelengkan kepala namun tak lupa menerima es krim yang diberikan fita “biar saling melengkapi” jawab fita dengan tersenyum. Aku hanya tersenyum mendengar apa yang fita katakan. Dia kadang aneh namun itulah yang membuat aku menyukainya.

    Aku menunggu fita di taman biasa kami bertemu. Aku teringat saat aku melukis wajah fita. Aku terus memandangi jam tangan, tak biasanya fita telat menemuiku. Lalu tangan seorang menutupi mataku “fitaaa, udah ah lepasin” ucapku yang melepaskan tangannya yang menutupi mataku “maaf” ucap fita tersenyum lalu duduk di sebelahku. “Mau ngomong apa ton?” Lanjut fita menaikan alisnya “jika aku mengatakan sesuatu apa kamu akan marah?” Tanyaku “tergantung” jawab fita “jika kamu selingkuh ya aku marah lah” lanjut fita tersenyum miring “ini serius fit” jawabku yang membuat senyum fita sejenak berhenti “aku gak pernah bisa marah sama kamu ton, mau ngomong apa?” Fita tersenyum menaikan kedua alisnya “Maafin aku ya fit, maaf banget, mungkin hubungan kita hanya cukup sampai di sini” ucapku yang menantapnya dalam “apa ada alasannya?” Tanya fita yang mulai berkaca-kaca “aku harus kuliah ke USA, dan tak mungkin kita harus ldr, aku gak mau ngiket kebebasan kamu” jawabku menatapnya dalam “aku menerima apapun keputusan kamu, namun kamu harus ingat aku berjanji walau kita sudah tidak pacaran, ingatlah aku di Indonesia menunggu kamu” jawab fita yang kali ini air matanya sudah mengalir deras di pipi cantiknya “benarkah?” Tanyaku “ya, aku janji” jawab fita. Aku memeluknya begitu erat.

    Perjalanan ke kota yogyakarta. Hening dan juga sepi rasanya. Tak ada suara habdphoneku yang menandakan ada bbm, line atau wa dari fita. Beberapa kali aku mengecek handphone tetap saja tak ada pesan dari fita. Aku ingat, bagaimana dia bisa mengirim pesan singkat, hubungan kami berakhir tadi pagi. Ada sedikit rasa sesal, kenapa aku tak jujur saja pada fita, kenapa kau harus mebohonginya. Fita tak pernah sekalipun marah padaku. Dia selalu mengalah ketika kami berbeda pendapat, dia itu wanita yang baik dan tulus. Tapi aku? Aku malah membohonginya, membuatnya berjanji akan menunggu. Sedang keberangkatanku ke kota Yogyakarta untuk meminang wanita lain. Tak bisa terbayangkan bagaimana hancur hatinya bagitu tahu aku berbohong.

    Tak ada yang salah selain aku, viana tak salah dengan berakhirnya hubunganku dengan fita, fita pun tak salah telah menjadi pengganti viana selama 7 Bulan kebelakang. Aku yang salah berpindah ke hati fita disaat aku masih berhubungan dengan viana calon tunanganku. Viana dan aku sudah 4 tahun pacaran. Walau lama kami pacaran, namun kedatangan fita di 7 Bulan terakhir sudah berhasil membuat nama viana terpental jauh dari hatiku. Kalau saja viana tahu kalau aku selingkuh di belakangnya, dia pasti marah besar dan juga akan memutuskan pertunangan kami. Namun, itulah yang aku harapkan, aku tak jadi bertuanangan dengan viana.

    Harusnya hari ini aku bertunangan dengan viana. Namun aku meminta waktu satu hari untuk beristirahat sejenak, keluarga viana pun mengijinkannya. Kunyalakan lagu bervolume besar di kamarku, agar tak ada suara lain yang bisa terdengar di telingaku. Namun tetap saja suara lembut fita tentang janjinya menggema keras di telingaku. Bagaimana bisa aku menyakiti hatinya? Wanita yang hatinya bagaikan kain sutera, begitu lembut. Oh tuhan, aku sudah melakukan kesalahan besar dalam hidupku.

    Hari yang sangat menyedihkan. Dimana ku harus meletakan cincin pertunangan di tangan seorang gadis yang sudah tak aku cintai lagi. Namun apa daya, jika pertunangan batal sesuatu yang buruk akan terjadi pada ayahku. Satu-satunya pilihan dalam hidupku. Sebuah cincin bermatakan permata dengan mulus telah aku pakaikan di tangan viana. Melihat senyuman di wajah ibu dan ayah, juga keluarga besarku membuat hatiku senang juga karena melihat senyum manis viana. Gadis yang sudah aku khianati 7 Bulan ini tersenyum, namun bagaimana dengan fita? Mungkin dia sekarang sedang duduk di kursi Taman memandangi lukisan yang aku buat dan mungkin saja butiran air mata sudah jatuh di pipi manis fita.

    7 bulan kemudian
    Kini, statusku sudah menjadi seorang suami dari Viana Sidiqyah. Status yang banyak lelaki idamkan, menjadi suami seorang wanita cantik, pintar dan juga shalehah. Aku pun berfikir hal yang sama saat ini. Aku beruntung mempunyai istri viana, istri yang shalelah. Tak lupa aku menceritakan apa yang telah aku perbuat. Dia marah? Tidak, dia tidak marah ketika dia tahu kalau aku mengkhianatinya, dia berkata “yang sudah bialah berlalu”. Namun ketika dia mengetahui kalau aku membohongi fita tentang keberangkatanku ke USA, dia marah.

    Yogyakarta – Jakarta, perjalanan yang melelahkan. Gundah hati ini, menunggu fita yang tak kunjung datang ke Taman. Terpotret jelas kebersamaan kita di tempat yang sama. Namun sekarang berbeda, aku sudah menjadi suami orang lain. Fita pun datang dengan berlari ke arahku, dengan cepat dia memelukku begitu erat “kenapa pulang cepat ton?” Tanyanya yang menangis dengan posisi masih memeluku “maaf fit” aku melepaskan pelukan fita. “Kenapa kamu? Apa ada hati wanita lain yang sedang kamu jaga?” Tanyanya yang memandangku dalam “Ada hati seorang istri yang membiarkan suaminya datang ke taman ini, taman dimana suaminya mengkhianatinya ketika kami masih pacaran. hari berganti hari, dadaku sesak terus memendanm kebohongan yang 7 bulan ini aku sembunyikan padamu fit.” “Istri?” Tanya fita yang kini semakin deras meneteskan air mata “yah dia istriku, aku berbohong tentang kepergian ku ke USA, aku pergi ke Yogyakarta untuk melamar seorang gadis, dan sudah 5 Bulan aku mejadi suami gadis itu” “astagfirullah, setega itukah? Membiarkan aku menunggu?” katanya yang mulai bernada layu menundukan kepala “maafkan aku fit, inilah takdir kita berjalan masing-masing, kamu adalah kenangan Indah di beberapa Bulan yang laku hanya kenangan bukan kenyataan fit” “Berat untuk memaafkan, namun aku akan berusaha memaafkanmu” jawab fita yang mencoba merekahkan senyuman “sekali lagi maaf sudah membuatmu menunggu”.

    Gufita memang gadis yang aku cintai sampai aku mempunyai status suami gadis lain. Namun gadis yang menjadi istriku adalah gadis yang lebih baik dari fita. Gadis yang shalehah. Istri yang menyuruh suaminya bertemu dengan mantan pacarnya dan menyuruhnya meminta maaf tentang kebohongan suaminya. Hanya satu kata yang yang ingin sekali setiap hari aku katakan pada fita mengingat kebohonganku “maafkan aku membuatmu menunggu” hanya itu. Namun insyaallah, aku akan mencoba kembali menghadirkan rasa Cinta untuk istriku, viana.

    Cerpen Karangan: Renita Melviany
    Facebook: Renita melviany

    Artikel Terkait

    Maaf Membuatmu Menunggu
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email