Tak Seburuk yang Terlihat

Baca Juga :
    Judul Cerpen Tak Seburuk yang Terlihat

    Di Rumah
    “Cowok itu keren banget, jago olahraga, dan dari yang kulihat dia juga setia banget sama temennya, kaya makin keren gitu kalo dia udah sama temen temennya.” Begitulah kataku saat ditanya tentang Daniel oleh mama.
    “Oh begitu” sahut mama “Namanya siapa ya tadi?”
    “Daniel mah.” Sahutku
    “Jadi menurut kamu sifat jelek dia apa?” Tanya mamaku
    Aku terdiam, tidak tau harus menjawab apa karena aku tidak begitu mengenalnya.
    “Mana Hanny tau ma” jawabku sekenannya karena tidak tau lagi harus menjawab apa.
    “Masa kamu tidak pernah mendengar gossip tentang dia sih? Kalau dia memang sekeren yang kamu bilang, pasti banyak yang menggosipinya kan?”
    Aku berpikir sejenak, benar juga kata mama. Kalau orang keren di tv, pasti merk celana dalam favorit orang itu sudah menjadi rahasia umum. Jadi, aku mulai mengobservasi melalui pendapat pribadiku tentang dia.
    “Menurutku, dia itu gak ramah, dingin, judes, kayaknya gak begitu pinter juga sih, maksudku, prestasinya di kelas tak pernah terdengar olehku…”
    “Kok banyak sih?” potong mama sebelum aku menyelesaikan ceritaku. Itu sih kekurangan yang utama banget, yang gak bisa ditolerir. “Kamu tau keluarga kita kan? Semuanya ramah dan cerdas.”
    “Tapi jangan samain dia sama keluarga kita dong mah, aku tau dia gak sempurna, tapi aku suka sama dia ma, karena sifat gak ramahnya itu yang bisa bikin aku penasaran sama dia, laluu…”
    “Cukup!” potong mama lagi “Mama gak mau dengar lagi, jauhi pria itu!” mama pun berlalu pergi.
    Dari belakang aku berbisik
    “Jauhi bagaimana, kenal saja enggak.”
    “Baguslah, cari pria lain!” teriak mama dari jauh. Ya ampunn, apa suaraku sekeras toa atau telinga mama ada sepuluh?

    Keesokan harinya di Sekolah
    Setelah memarkir mobilku di parkiran sekolah, aku turun dari mobil dengan lemas, muka lecek dan tidak ada semangat hidup. Belum lagi ada 3 buku tebal ini yang sangat mengganggu, belum lagi tambahan 1 atlas jelek dan 1 kamus tebal yang membosankan. Kenapa sih mama membelikan aku tas kecil ini? mana muat untuk bukuku sehari-hari.

    “Hanny!”
    Aku lega sekali mendengar sapaan dari sahabat karibku. Namanya Henny, nama kami mirip kan? Cuma dialah yang mengerti semua permasalahanku dan perasaanku.
    “Mama gak suka Henn” kataku sedih mengingat kejadian kemarin.
    “Sabar ya Hann, kita akan nyelidikin tentang dia. Dia gak seburuk yang kita lihat kok, masa sih seorang Daniel Cuma modal tampang doang? Gak mungkin lah, lagipula kan…”
    “Tunggu dulu” potongku “Kenapa kamu begitu yakin?”
    Kriikk.. Henny langsung bengong. Ada yang aneh dari sikapnya ini. Ah, mungkin hanya perasaanku saja.
    “Sudahlah, aku ke kelas duluan ya” aku mengambil barangku, dan berlari kecil menuju kelas.
    Brukk!! Oh sial, aku ditabrak orang, aku yakin dia yang menabrak.
    “Apaan sih kamu! Jalan liat liat dong!”
    Oh tidak. Suara Daniel. Tapi kenapa dia marah, bukannya dia yang menabrakku? Ada tangan yang muncul di depanku, itu tangan laki-laki, tapi gak terlihat seperti tangan Daniel. Oh itu tangan Ryan, baiknya dia menolongku bangun.
    Henny datang entah darimana, dan membereskan bukuku, dalam sekejap, aku sudah berdiri normal dengan semua buku di tanganku.
    “Kamu gak apa-apa?” Tanya Ryan ramah.
    “Iya” jawabku singkat
    “Wah, hai, Hanny, selamat pagi..” kata Daniel
    Aku termenung. Apa sebenarnya maksud orang ini? setelah memperhatikan lebih lama, ternyata dia mengarahkan mata sekaligus sapaannya untuk Henny. Dan kesimpulannya adalah, dia salah panggil nama Henny dengan namaku.
    Dengan bete, aku berjalan melewatinya sambil berkata “Hanny itu aku, bego!”

    Hatiku lumayan bahagia setelah memaki manusia itu. Hohoho, mungkin mulutnya sedang ternganga bodoh sekarang!
    Tapi kenapa sapaannya mengarah kepada Henny? Sejak kapan Henny dan Daniel akrab? Mungkinkah mereka memiliki hubungan? Tapi kenapa Henny tidak pernah cerita kepadaku? Begitu banyak pertanyaan yang ingin aku keluarkan sekaligus, tapi aku tau Henny, dia pasti akan cerita semuanya kepadaku.

    Jam istirahat tiba! Baguslah, aku bisa mengisi perutku. Tapi rasa laparku lenyap seketika saat melihat pemandangan di kantin. Itu bagaikan menusukku! Aku langsung berlari kembali ke kelas sambil menangis. Apa itu tadi? Kenapa Henny dan Daniel bisa duduk satu bangku dan makan bareng dan suap suapan? Apa itu? Bagaimana bisa Henny melakukan itu kepadaku? Apa Henny sudah tidak sayang lagi kepadaku?

    “Wuaah, senengnyaa,” terdengar suara Henny memasuki kelas.
    “Eh? Hanny tumben gak ke kantin,” tannya Henny “pas banget Han, aku mau cerita. Tadi aku dan Daniel,”
    “Aku udah tau!” potongku tanpa bisa menyembunyikan nada dingin dan marahku di suaraku. Aku langsung berlari ke luar kelas dengan mata berkaca-kaca. Sampai di luar, aku bertemu Ryan dan Daniel
    “Hai han, kamu kenapa Hann?” Tanya Ryan terlihat khawatir. Aku tidak menghiraukannya dan langsung berlari menuju kamar mandi, akupun menangis sejadi-jadinya.
    Kenapa Henny tidak ada ekspresi bersalah di mukanya? Kenapa dia bisa sesenang itu mengetahui sikapku yang aneh? Apa dia berniat mengkhianatiku? Tidak, tidak, Henny tidak sejahat itu. Aku pun mencoba menghilangkan pikiran buruk itu, mencuci muka, dan ke luar dari kamar mandi.

    Hari itu, aku sangat tidak enak badan, tapi aku tidak sakit. Aku juga sempat diberi kesempatan untuk pulang duluan, tapi kutolak karena jika aku pulang lebih awal, pasti mama akan kepo lagi, dan menanyakan apa yang terjadi, dan akhirnya aku harus menangis di depannya. Dan aku membenci hal itu, terlihat lemah, cengeng, manja dan tak berdaya di depan mama. Henny yang sempat beberapa kali mengajakku berbicara, tidak kuhiraukan. Mungkin dia belum menyadari kesalahannya?

    “Kamu gak mau pulang?”
    Perlu beberapa saat untuk menyadari suara itu berasal dari Henny. Dan perlu beberapa saat juga untuk menyadari bahwa itu sudah jam pulang.
    Jadilah aku berjalan gontai ke lapangan parkir untuk mengambil mobilku. Dari kejauhan aku bisa melihat dua orang sedang bersandar di mobilku. Tak salah lagi, itu Daniel dan Ryan. Wajah Daniel tidak dingin seperti biasanya, melainkan dia terlihat… khawatir? tapi bodo amat dengan wajahnya.

    “Aku pacaran dengan Henny” kuterima kenyataan bahwa suara itu keluar dari mulut Daniel.
    “Jangan coba coba jadi perusak ya, aku sudah dengar dari Henny bahwa kamu me…”
    “Cukup” potongku dengan dingin. Kuangkat daguku, dan berkata
    “Begitu? Ya sudah, selamat kalau begitu, karena apa? Karena kau sudah bisa mengenali Henny, apa kau yakin tidak akan menyebut nama PACARMU itu dengan namaku lagi? Oiya satu lagi Danielnya Henny, aku gak serendah yang kamu pikirin! Perusak itu sangat jauh dari namaku, namaku Hanny Nidea, bukan Hanny perusak! Itu saja kan? Kalau sudah tidak ada yang dibicarakan, singkirkan badanmu itu dari mobilku” Aku pun berlalu sambil memberi senyum ke Ryan.

    Sampai rumah, aku langsung menghempaskan badanku ke kasurku yang empuk. Rasanya sangat nyaman, tempat yang sangat nyaman, untuk menangis. Aku pun tertidur dengan mata bengkak hari itu.

    Hari ini hari minggu, yap, ulangtahunku. Kulirik jam beker di sebelahku, menunjukkan pukul 8 pagi. Aku penasaran apa yang akan terjadi hari ini. Biasanya ada special gift dari orangtuaku, special gift dari Henny, dan beberapa hadiah figuran. Tapi hari ini sepertinya hanya ada satu special gift.

    Aku turun dari kamarku setelah mandi, menjelajahi isi rumah untuk mencari mama dan papa. Tapi aku tidak menemukan siapapun kecuali bibi.
    “Papa Mama mana bi?”
    “Tadi pagi udah ke luar non, katanya non bakal ditelepon jam satu nanti” jawab bibi

    Bel rumahku berbunyi, bibi yang membukakan pintu, dan aku kembali ke kamar.
    “Non, ada tamu buat non”
    “Siapa bi?”
    “Katanya namanya Ryan non”
    “Tolong suruh tunggu sebentar ya bi”
    “Oke non”

    Itu Ryan, aku harus tampil rapi. Aku punya prinsip, harus tampil rapi di depan semua cowok. Jadi aku mengganti baju dengan baju dan celana panjang hitam. Aku juga selalu menyiapkan cardigan dan tasku yang berwarna putih, aku juga punya prinsip just in case ada acara mendadak agar tidak kelabakan.
    Tapi yang benar saja, Ryan langsung menggedor pintu kamarku,
    “Hann!! Hann!”
    “Sebentar!” aku membuka pintu “Kamu kenapa Ryan?”
    “Henny Han, Henny?” katanya tergagap
    “Kenapa? Henny kenapa?!”
    “Ada sesuatu yang buruk terjadi padanya, barusan aku ditelepon Daniel, kita harus ke rumahnya sekarang.”
    “Ya udah, kamu ke bawah duluan, aku nyusul.”
    “Oke” sahut Ryan langsung berlari

    Langsung aku merenggut tasku dari gantungannya, dan astaga, talinya putus. Tidak ada waktu untuk membereskannya. Jadilah aku hanya mencomot dompet, hp, dan cardiganku yang langsung aku pakai. Aku berpikir ini akan jadi ulangtahun terburukku. Apa yang terjadi pada Henny? Kecelakaan? Mengancam bunuh diri? Tubuhnya dimutilasi? Ahh sudah, aku harus cepat.

    Aku membuka pintu, daann.. disana ada Daniel dengan membawa bunga mawar putih dan mengulurkannya padaku sambil mengucapkan “Kamu mau jadi pacar aku?” setelah itu ada teriakan surprise, dan suara terompet mirip toa yang norak banget tentunya dibunyikan oleh Ryan dan Bibi. Disana juga ada Mama Papa, dan Henny
    “Apa ini?” tanyaku.
    “Happy Birthday Hanny” kata Henny yang langsung memelukku. Berani taruhan, mukaku pasti jelek banget saat sedang kebingungan.
    “Semua cuma bohongan Han” kata Henny
    “Semua? Termasuk kamu dan Daniel?” tanyaku tak percaya.
    “Ya begitu deh” jawab Henny
    Kakiku lemas dan hatiku sangat lega. Aku bisa jatuh jika tidak ditahan oleh Daniel.
    “Segitu sukanya kamu sama Daniel sayang?” Tanya mama.
    “Kamu tau? Semua ini rencana Daniel. Dia itu orang yang baik” lanjut papaku.
    “Kamu boleh pacaran sama dia.” Kata papa, dann diikuti anggukan dari mama.
    Aku sudah bisa berdiri normal, dan berdiri di hadapan Daniel.
    “Kamu mau jadi pacar aku?” Kata Daniel.
    Setelah melihat sekeliling, aku menatap Daniel, dan menjawab “Yaa”
    Daniel langsung memelukku, dan menciumi rambutku. Dan ya, ini ulangtahunku yang paling berharga

    Cerpen Karangan: Candrika Wirananda

    Artikel Terkait

    Tak Seburuk yang Terlihat
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email