Tarawih Bersama Teman

Baca Juga :
    Judul Cerpen Tarawih Bersama Teman

    Pada hari Senin, 27 Juni 2016, saya bersama teman-teman remaja masjid menjaga takjil di masjid sentral perumahan. Kegiatan ini rutin dilakukan ketika akan berbuka puasa. Tetapi pada hari ini, saya dan dua teman saya mengalami pengalaman yang sangat seru dan menyenangkan. Kami melakukan tarawih di luar perumahan bersama-sama.

    Setelah sholat Maghrib, kami memberikan takjil kepada para jamaah. Saya bercerita tentang pengalaman tarawih di luar perumahan selama bulan Ramadhan tahun ini. Salah satu teman saya, Wahyu ingin ikut-ikutan juga. Dia juga mengajak temannya, Aldin. Sebelum berangkat dari masjid, Wahyu pulang ke rumahnya untuk makan besar. Tetapi, saya menunggu dia lama sekali. Sambil menunggu, saya berbincang-bincang tentang suasana tempat yang akan saya kunjungi itu bersama Aldin dan Mbak Ayu. Masing-masing dari kami bertukar pengalaman, sehingga bisa menambah wawasan.

    Ketika Wahyu datang kembali ke masjid, dia langsung mengajak Aldin untuk naik ke motornya. Kemudian saya mengingatkan bahwa mereka harus mempersiapkan helm untuk perjalanan nanti. Setelah itu, saya disuruh duluan oleh mereka, karena mereka ingin pulang untuk mencari helm. Karena itu, saya langsung menunggu mereka di depan Balai RW 09. Setelah beberapa lama menunggu, mereka datang, tetapi mereka tidak memakai helm, melainkan dengan kopiah. Saya sempat menegur mereka karena tidak memakai helm, karena perjalanan yang ditempuh melewati tengah kota. Tetapi mereka menjawab bahwa tidak ada helm di rumah mereka. Saya mengingatkan lagi agar ke depannya mereka berdua diwajibkan memakai helm. Setelah itu, perjalanan pun dimulai. Mereka pun membuntuti saya dari belakang, karena Wahyu, yang mengemudikan motor di belakang saya, tidak hafal jalan kota. Sedangkan Aldin, hafal sebagian dari jalan kota, walaupun jarang ke kota setelah menetap di pondok sejak tahun 2013.

    Ketika dalam perjalanan, saya merasa kurang yakin bahwa mereka aman di perjalanan. Ketika sampai di Jalan Laksda Adi Sucipto, saya tidak berani mengajak mereka ke jalan kembar utama kota, karena mereka tidak memakai helm. Jadi mereka saya lewatkan di Jalan Simpang Laksda Adi Sucipto, jalan tidak bermarka yang agak sempit.

    Ketika azan Isya berkumandang, kami masih berada di Jalan Bungur. Wahyu kemudian bertanya tentang tempat kami bisa sholat. Kemudian saya menjawab bahwa kami bisa sholat di masjid di Jalan Kalpataru, tepatnya di Masjid Muawanah. Setelah itu langsung saya tunjukkan lokasi masjid itu. Setelah sampai di Masjid Muawanah, kami memarkir sepeda motor dengan arah yang sama, ke arah barat. Wahyu belum mengerti tempat wudhu dari masjid ini, jadi ia sempat pergi ke arah toilet, yaitu di sebelah barat. Sebenarnya tempat wudhu berada di sebelah timur. Setelah wudhu, kami langsung memasuki masjid dan melaksanakan sholat Isya. Jamaah disana berjumlah setengah daripada ketika awal Ramadhan.

    Setelah sholat Isya, kami mendengarkan sebuah kultum. Tidak seperti biasanya, kultum tersebut berlangsung sebentar. Walaupun begitu, isi dari kultum tersebut sangat penting, yaitu tentang apa yang harus gencar dilakukan pada akhir Ramadhan. Kami pun hanya melaksanakan sholat tarawih 8 rokaat, karena kami tidak berada di perumahan tempat kami tinggal. Masjid itu berada kurang lebih 11 km dari tempat tinggal kami. Kemudian kami melakukan sholat witir 3 rokaat sendiri-sendiri. Setelah seluruhnya selesai, saya mengajak Wahyu dan Aldin menuju sekolah saya, SMAN 3 Malang. Seperti sebelumnya, saya memandu mereka menuju tempat tersebut. Kami mengambil rute yang sama seperti angkot ABG (Arjosari – Borobudur – Hamid Rusdi (dulu di Gadang)). Tetapi di perempatan jalan utama kota, kami belok kanan menuju Jalan Jaksa Agung Suprapto, kemudian belok kiri ke Jalan Dr. Cipto melewati SMPN 3 Malang, kemudian kembali lagi ke rute angkot ABG.

    Ketika sampai di pertigaan Jalan Pajajaran, kami terpisah. Saya belok kanan ke Jalan Pajajaran, karena jalan tersebut merupakan rute terdekat menuju sekolah itu. Sedangkan Wahyu dan Aldin lurus menuju arah stasiun. Saya melihat ke belakang, kemudian mencari mereka. Saya bertanya kepada tukang parkir, penjual makanan, sampai pedagang kaki lima, yang jelas berada di pinggir jalan. Saya hubungi mereka berkali-kali dengan ponsel saya, mereka pun tidak menjawab serta membalas juga. Ketika saya bertanya kepada penukar uang di pinggir Jalan Pattimura serta para pembeli yang ada disana, mereka melihat sepeda motor yang ditumpangi dua orang berbaju putih, tidak memakai helm, dan memakai kopiah menuju ke arah timur. Prediksi saya menandakan bahwa yang mereka maksud adalah Wahyu dan Aldin. Saya juga memprediksi bahwa mereka menuju arah pulang ke rumah. Saya langsung berterima kasih kepada mereka, kemudian saya menuju ke arah timur. Saya merasa sedih, khawatir, dan harus bertanggung jawab atas kejadian itu.

    Ketika sampai di Jalan Mayjend. M. Wiyono, saya bertanya kepada penjual bakpao dengan pertanyaan yang sama. Beliau tidak melihat sepeda motor lewat yang ditumpangi dua orang berbaju putih, tidak memakai helm, dan memakai kopiah. Setelah itu, saya duduk di tempat duduk yang disediakan, sebuah kertas kardus. Saya juga bercerita kepada beliau bahwa baterai saya baru saja habis setelah menghubungi Aldin, tetapi Aldin tidak segera menjawab. Kemudian penjual bakpao tersebut langsung menyediakan charger agar ponsel saya bisa dipakai lagi. Ketika itu, pembeli bakpao bertanya kepada saya penyebab saya bersedih dan khawatir. Saya menjawab bahwa saya kehilangan dua teman saya. Saya juga menceritakan kepada pembeli bakpao tersebut tentang saat-saat saya berpisah dari Wahyu dan Aldin. Kemudian saya bertanya tentang alamat rumah dari pembeli tersebut. Beliau menjawab bahwa beliau tinggal di Jalan Werkudoro, kemudian beliau pulang menuju ke rumah beliau dengan membawa bakpao. Setelah itu, saya sempat berbincang-bincang sebentar dengan penjual bakpao. Setelah menunggu beberapa lama, Aldin baru saja membaca pesan itu. Ternyata, Aldin sudah berada di masjid sentral perumahan dan melaksanakan tadarus. Setelah saya tahu hal itu, saya langsung berterima kasih kepada penjual itu dan langsung menuju masjid sentral perumahan.

    Saya langsung meminta maaf kepada Aldin karena saya merasa bahwa saya meninggalkannya. Tetapi dia memaklumi kesalahan itu, karena dia tidak tahu bahwa kami telah beda jalur untuk menuju ke tempat yang sama. Ternyata dia sudah menunggu lama di depan sekolah itu. Saya juga sempat berada disana, tetapi saya tidak bertemu mereka. Saya juga bertemu, bertegur sapa, dan berbincang-bincang dengan para orang tua yang sedang melakukan ramah tamah di halaman masjid. Setelah itu, saya menuju ke rumah Wahyu untuk meminta maaf pula. Wahyu juga memaklumi kesalahan itu dengan alasan yang sama. Dia juga menjelaskan rute yang diambilnya, berbeda dengan rute saya. Rencananya, kami akan melaksanakan tarawih bersama di luar perumahan lagi tahun depan, atau bisa lebih cepat lagi. Semuanya tergantung pada keadaan masing-masing. Akhirnya, perjalanan kami selesai dengan damai. Sungguh perjalanan yang menyenangkan.

    Cerpen Karangan: Alifiandi Rafi Muhammad
    Facebook: Alifiandi Rafi Muhammad

    Artikel Terkait

    Tarawih Bersama Teman
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email