Sinar mentari menyinari kamarku. Melalui jendela kamar yang terbuka. Wangi bunga-bunga di halaman yang diselimuti oleh embun pagi, memenuhi kamar mungilku yang juga berhias bunga. Pagi ini begitu cerah. Tapi tidak begitu dengan hatiku. Tidak bisa kudefinisikan apa perasaaanku saat ini.
Sebuah foto berukuran postcard kugenggam erat-erat. Foto seorang pria memakai baju batik berwarna coklat lembut. Ia tampak tersenyum sambil memegang sebuah piagam yang bertuliskan “Guru terbaik se-Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau”. Ia begitu gagah. Sudah puluhan kali aku memandangi foto itu, tapi tak pernah merasa puas.
Aku merindukannya. Sudah hampir dua tahun sejak ia pergi meninggalkanku. Ingin rasanya aku bertanya, kenapa ia meninggalkanku? Tanpa sebuah pesan. Membawa seluruh kenanganku bersamanya. Kenapa ia pergi meninggalkanku? Disaat aku menyayanginya? Di saat aku membutuhkannya?
Aku hanya bisa diam, di kamar ini. Aku tak bisa marah dengannya. Aku juga tak bisa menyalahkan kepergiannya. Air mataku mengalir. kugenggam erat foto itu di dadaku. Aku masih ingin memeluknya. Menggenggam tangannya seperti dulu. Bersepeda bersama di sore hari. Membuatkan makanan favoritnya.
“Hari ini, aku akan pergi dengan pria lain. Pria yang benar-benar menyayangiku. Bukan berarti aku sudah lupa padamu. Tapi sudah saatnya aku pergi dengan pria itu. Maaf tidak memberitahumu sebelumnya.” Ucapku dalam hati.
Klerk! Seseorang membuka pintu kamarku.
“Kau masih di sini, Sayang? Mereka sudah datang. Semua orang menunggumu.” Kata seorang wanita yang baru saja masuk ke kamarku.
Aku mengusap wajahku yang basah oleh air mata.
“Kenapa kau menangis? Apa kau merindukan ayahmu?” Katanya lagi. Ia melirik foto yang sedang kupeluk. Tangannya mengusap sisa-sisa air mata di wajahku.
“Ibu…” ucapku pelan.
“Sini. Peluk ibu.” Katanya
“Ayahmu pasti bahagia. Karena mulai hari ini ada orang yang akan menjagamu, menggantikannya.” Ibu memelukku dengan hangat. Kenapa aku bisa lupa? Masih ada dua orang lagi yang menyayangiku. Ibuku. Dan adikku, yang saat ini berdiri di depan pintu.
Hari ini hari pernikahanku. Ayahku yang seharusnya menjadi wali, telah pergi mendahului kami semua, karena sakit jantung yang dideritanya. Akulah yang tidak ada di sisinya saat ia pergi. Tapi aku tidak bisa menyesalinya, semua sudah kehendakNya.
“Ayah. Maafkan aku. Aku selalu menyayangimu. Saat ini hanya do’a yang bisa kuberikan padamu. Izinkan aku pergi bersamanya. Pria yang kusayangi” Ucapku dalam hati.
Cerpen Karangan: Anthika
Facebook: Anthika Alfarobi
Sebuah foto berukuran postcard kugenggam erat-erat. Foto seorang pria memakai baju batik berwarna coklat lembut. Ia tampak tersenyum sambil memegang sebuah piagam yang bertuliskan “Guru terbaik se-Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau”. Ia begitu gagah. Sudah puluhan kali aku memandangi foto itu, tapi tak pernah merasa puas.
Aku merindukannya. Sudah hampir dua tahun sejak ia pergi meninggalkanku. Ingin rasanya aku bertanya, kenapa ia meninggalkanku? Tanpa sebuah pesan. Membawa seluruh kenanganku bersamanya. Kenapa ia pergi meninggalkanku? Disaat aku menyayanginya? Di saat aku membutuhkannya?
Aku hanya bisa diam, di kamar ini. Aku tak bisa marah dengannya. Aku juga tak bisa menyalahkan kepergiannya. Air mataku mengalir. kugenggam erat foto itu di dadaku. Aku masih ingin memeluknya. Menggenggam tangannya seperti dulu. Bersepeda bersama di sore hari. Membuatkan makanan favoritnya.
“Hari ini, aku akan pergi dengan pria lain. Pria yang benar-benar menyayangiku. Bukan berarti aku sudah lupa padamu. Tapi sudah saatnya aku pergi dengan pria itu. Maaf tidak memberitahumu sebelumnya.” Ucapku dalam hati.
Klerk! Seseorang membuka pintu kamarku.
“Kau masih di sini, Sayang? Mereka sudah datang. Semua orang menunggumu.” Kata seorang wanita yang baru saja masuk ke kamarku.
Aku mengusap wajahku yang basah oleh air mata.
“Kenapa kau menangis? Apa kau merindukan ayahmu?” Katanya lagi. Ia melirik foto yang sedang kupeluk. Tangannya mengusap sisa-sisa air mata di wajahku.
“Ibu…” ucapku pelan.
“Sini. Peluk ibu.” Katanya
“Ayahmu pasti bahagia. Karena mulai hari ini ada orang yang akan menjagamu, menggantikannya.” Ibu memelukku dengan hangat. Kenapa aku bisa lupa? Masih ada dua orang lagi yang menyayangiku. Ibuku. Dan adikku, yang saat ini berdiri di depan pintu.
Hari ini hari pernikahanku. Ayahku yang seharusnya menjadi wali, telah pergi mendahului kami semua, karena sakit jantung yang dideritanya. Akulah yang tidak ada di sisinya saat ia pergi. Tapi aku tidak bisa menyesalinya, semua sudah kehendakNya.
“Ayah. Maafkan aku. Aku selalu menyayangimu. Saat ini hanya do’a yang bisa kuberikan padamu. Izinkan aku pergi bersamanya. Pria yang kusayangi” Ucapku dalam hati.
Cerpen Karangan: Anthika
Facebook: Anthika Alfarobi
Merindukanmu
4/
5
Oleh
Unknown