Hanya Allah yang Tahu

Baca Juga :
    Judul Cerpen Hanya Allah yang Tahu

    Sejenak kita saling berpandangan, menatap bola mata yang berbinar-binar menahan haru satu sama lain. Haru karena bertemu insan yang dirindu-rindu, sejak lama tak bertemu.

    “Hari ini aku senang dapat bertemu denganmu kembali ukhti, namun aku datang dengan membawa banyak duka” katamu lirih sekali. Sambil sesekali menyeka air mata yang membanjiri pipi cabimu.
    Batinku mulai menerka dan menebak mungkinkah dukamu ini karena pesanan doa yang belum dikabulkan oleh sang pengkabul doa? Aku yang begitu berambisi ingin sekali tahu tentang apa sebenarnya yang terjadi denganmu pun langsung sigap merangkai kalimat tanya yang kuusahakan agar tidak menyinggung perasaanmu. Ku akui, aku tidak terlalu pandai merangkai kata-kata menjadi kalimat tanya yang lembut. Dengan suara yang lirih pula aku mulai mengajukan pertanyaan sederhana padamu.
    “Duka apa itu wahai ukhti?”
    “Dia menikah” jawabmu singkat sekali.

    Kutahu, kau sangat sedih sekali. Bagaimana mungkin sebuah hati akan tetap utuh sementara ia telah dicukil oleh tajamnya pengkhianatan. Aku pun merasakan luka itu. Kurangkul tubuh mungilmu itu, kupeluk dirimu erat-erat seraya berkata “tidak mengapa dia meninggalkanmu duhai ukhti, yang terpenting Dia (Allah) senantiasa mendekapmu dalam cinta dan kasih sayang-Nya” kataku mencoba memotivasimu.

    Waktu pun cepat berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul 18.00, itu artinya kita harus segera bergegas pulang kerumah.
    “Ukhti” kataku yang mengejutkanmu dari lamunan.
    “Ya naam ukhti” jawabmu lagi-lagi dengan nada begitu lirih.
    “Mari pulang ukhti, sudah hampir magrib”
    “Ya ukhti”.
    Akhirnya kita berpisah kembali.

    Lama tak ada kabar darimu, aku mendapat pesan singkat dari nomor yang tidak kutahu itu siapa. Ternyata pesan singkat itu darimu, yang berisi tentang undangan pernikahanmu dengan orang yang kusukai selama ini. Hahah, tawaku getir sekali. Bahagia melihat sahabat tersayang akan segera menikah, namun sedih karena melihat dia yang ada di doaku bersama sahabatku. Dunia begitu sempitnya, entah bagaimana kronologisnya mereka bisa bertemu. Aku mencoba mengikhlaskannya saja.
    Kupikir, aku juga yang salah. Tak pernah menceritakan pria yang kusuka selama ini. Memang aku orangnya sangat tertutup, apalagi masalah asmara, akulah orang yang paling pandai menyembunyikan perasaan.

    Hari itu aku datang kepernikahanmu. Senyum, tawa bahagia tampak jelas di wajahmu. Ku peluk tubuh mungilmu lagi dan berkata “happy wedding sahabatku, semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warrohma”.
    Setelah itu, aku langsung bergegas meninggalkan tempat bahagia itu. Bahagia untuk kalian, tapi tidak untukku.
    Bahkan sampai detik ini pun, tak ada seorang pun yang tahu tentang rasa ini. Hanya Allah yang tahu.
    Biarlah dia yang kusebut namanya dalam doaku menjadi hakmu duhai ukhti. Aku pun bahagia melihat dua insan yang kucintai akan saling mengasihi.

    Cerpen Karangan: Indri Wahyuniati
    Facebook: Indri Wahyuniati Mps

    Artikel Terkait

    Hanya Allah yang Tahu
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email