Berawal Dari Suara Langkah Kakinya

Baca Juga :
    Judul Cerpen Berawal Dari Suara Langkah Kakinya

    Mentari tak lagi memancarkan cahaya yang terang, kini butiran-butiran air hujan mulai menetes. Pelajaran olahraga yang melelahkan, harus mengitari lapangan sebanyak 7 kali putaran karena telat mengganti baju. Namun rasa lelah itu seakan hilang karena butiran hujan yang menetes, apalagi hembusan angin yang bertiup dari berbagai arah. Tempat ternyaman di sekolah adalah di sini, yaitu di tempat parkir. Tempat yang ramai namun dari detik ke detik keramaian itu berubah menjadi keheningan, dimana semua motor sudah tak lagi ada di tempat yang luas ini.

    Ini adalah hujan pertama setelah aku berubah status dari siswa kelas 10 menjadi siswa kelas 11. Aku masih memperhatikan hujan yang kini mulai membesar, namun terdengar suara langkah seseorang yang sedikitnya memecah keheningan saat itu. Dengan refleks aku melihat ke arah suara langkah kaki itu. seorang siswa sedang berjalan ke arahku, tak sengaja mata kami bertemu, kami berpandangan sebentar dengan hitungan detik, siswa itu tersenyum ke arahku menampakan deretan gigi rapinya juga kawat gigi berwarna biru yang menempel di gigi putihnya. Mudah memang merekahkan senyuman bagiku, namun entah kenapa rasanya sulit bagiku untuk melakukan itu. Ceritanya aku tak membalas senyuman manisnya, aku malah memalingkan pandangan lalu kembali menatap ke depan melihat hujan yang indah.

    Tak bisa ku mengerti sebuah rasa yang aku pun tak mengenal rasa apa yang melandaku saat ini. Saat jantung berdetak kencang, ketika melihat senyuman dari wajah seseorang yang sama sekali belum aku kenal. Sudah kucoba hiraukan bayangan wajah tampannya namun hati memaksa untuk tak menghiraukannya. Bunga mawar punyaku mulai mekar kini, tersenyum sendiri di kamar kecilku karena melihat hujan, tidak-tidak bukan kerena melihat hujan tapi karena mengingat laki-laki itu. Aku sering mendengar mereka yang pertama kali jatuh cinta, apa maksudnya hal yang terjadi padaku? Apa ini yang namanya cinta? Dia adalah laki-laki pertama yang membuat aku gugup juga membuat jantungku berdetak kencang.

    Sejak saat sebuah rasa asing mendiami hati, entah cinta atau apapun yang tak dimengerti, aku mulai mengeluarkan apapun yang ada di hati ini dengan menggoreskan pena di sebuah kertas. Aku sampai membeli buku diari untuk menulis banyak kata yang tumbuh terus menerus, terlebih ketika aku terduduk di motorku yang terparkir di tempat parkir di sekolah. Menulis tentangnya, tentang seorang laki-laki yang waktu itu tersenyum padaku. Kebiasaan baru mulai aku lakukan, tetap duduk di motor yang terparkir hingga aku mendengar suara langkah kakinya.

    Lebih dari 30 menit aku menunggu suara langkah kaki itu, terdengar langkah kaki yang kutunggu. Pena berada di tangan kananku juga buku diari yang bukan seperti buku diari karena ketebalannya yang seperti kamus bahasa inggris berada di tangan kiriku. Aku mulai menggoreskan pena pada kertas. Yang waktu itu berisi:

    12 agustus 2017
    Diari, suara langkah kaki sama sudah kudengar. Tak seperti sebelumnya aku sama sekali tak memandang matanya, kini pandanganku hanya padamu diari. Namun walau begitu rasa gugup tetap mendiamiku. kau tahu siapa namanya? Aku akan memberi tahumu, tapi kau harus berjanji jangan beritahu kepada yang lain ya. Dia itu bernama fajar nugraha, dia duduk di jelas 10 mia 4, aku tahu karena dia itu sangatlah terkenal, dia pernah mengisi acara kultum, jadi aku tahu siapa dia. Pria yang hebat, walau dia satu tahun lebih muda dariku tapi entah kenapa rasa itu ada untuknya. Apa kau tahu rasa apa itu? Yah rasa cinta mungkin…

    Tak sadar, pria itu sudah tak ada di tempat parkir karena aku lebih asik menulis tentangnya di buku diariku. Kini tinggal aku sendiri di tempat parkir ini, memandang langit yang agaknya sudah mendung. Berbeda dengan cuaca waktu itu. Sebaliknya hatiku seakan bercahaya menandakan kalau waktu itu aku sangat senang sekali walau sekedar mendengar langkah kakinya. Langkah kaki yang seakan melodi yang membantuku menggerakan tangan untuk menulis tentangnya di buku diariku yang tebal. Memang tak setiap hari aku tinggal di parkiran untuk waktu yang lama, aku hanya tinggal di tempat parkir ketika aku melihat motor matiknya masih terparkir. Jika tidak aku langsung pulang seperti yang lain.

    Sudah sebulan penuh aku terbiasa menunggu di tempat parkir. Suatu hari, sudah kupersiapkan pena dan buku diariku di tangan kanan dan tangan kiriku. Seraya mendengar langkah kakinya aku pun juga menggerakan tangan kananku untuk menulis kata per kata yang akan menjadi sebuah paragraf. Kali ini, tak butuh waktu lama untuk mendengar langkah kaki itu, telingaku begitu peka terhadap suara, aku pun mendengar langkah kaki lain yang terdengar bersamaan dengan langkah kaki yang aku yakin sekali itu adalah langkah kaki dia. Aku mulai menggerakan pena, menulis apa yang ada di otakku tentangnya, menulis kalau ada suara kaki lain yang berada di dekatnya. Kini suara langkah kaki telah berganti dengan suara dengungan motor yang dihidupkan. Terdengar motornya melaju. Dengan refleks aku menggerakan kepalaku ke atas lalu memandang ke arah motor itu melaju, seorang siswi berada di jok motor yang sama yang dia tempati. Kini, air mulai menetes bukan dari atas langit melainkan dari mataku.

    Aku berjalan pelan menuju tempat parkir, tak seperti biasanya yang suka berjalan terburu-buru menuju tempat itu karena takut suara langkah kaki tak bisa kudengar. Aku merasa sedikit pusing, karena semalaman penuh aku terjaga hingga pagi menjelang. Hanya sekedar kepikiran tentang dia yang membonceng seorang siswi, sepele memang tetapi entah kenapa hal itu menbuat mataku terjaga tak tidur sedikitpun. Butuh waktu yang lama untuk menuju tempat parkir, dan akhirnya sampailah di tempat yang aku tuju. Aku kembali duduk di jok motorku, mengambil buku diari juga penaku dari dalam tas.

    15 menit buku diari dan juga pena kupegang. Terdengar langkah kakinya, aku mulai menulis kembali tentangnya hari ini juga tentang aku yang terjaga semalaman, namun berbeda dengan sebelumnya biasanya ketika suara langkah kaki itu mulai pudar dan menghilang, akan ada suara motor yang bersuara, namun kali ini tidak. Aku sampai beres menulis apa yang mengganjal di hati tentang apa yang ingin aku tulis sebelumnya, lama tak ada suara motor yang bersuara. Sampai aku kehabisan kata-kata untuk menulis tentangnya di buku diariku. Selesai sudah aku menulis, aku menutup buku diariku, tatapanku lurus ke depan karena tetesan air hujan mulai turun tapi rasa pusing tiba-tiba mendiami kepalaku, begitu pusing hingga aku menundukan kepalaku dan tiba-tiba pandanganku buyar juga menjadi gelap. Brukk, aku terjatuh mungkin bersamaan dengan pena dan buku diariku yang terjatuh.

    Telingaku masih aktif mendengar, badanku juga masih bisa merasakan sentukan seseorang yang menyentuh-nyentuh pipiku juga mengangkat badanku. Aku mencoba membuka mataku, sulit melakukannya, namun itu bisa kulakukan. Terlihat wajah seseorang tepat di atasku. Aku terus menatapanya seakan tanpa berkedip sedetik pun, walau kepalaku sangatlah pusing namun hari itu adalah hari terbaik dalam hidupku.

    Dia menyadari kalau aku sudah sadar, dia sedikit menatapku namun kembali dia fokus ke jalan. Dia membaringkanku di tempat tidur kecil, terlihat ruang putih, aku mengenali ruangan ini, ini adalah ruang uks. Aku pun sudah terbaring di tempat tidur itu, dia memperlakulanku dengan lembut, hati-hati ketika meletakanku di kasur itu. Aku tersenyum tipis, dia membalas senyumanku dengan sangat manis.

    Kini aku sudah berada di kamarku, kakakku menjemputku ke sekolah. Dan mengenai dia yaitu fajar, dia menungguku ketika kakakku belum sampai ke sekolah. Walau aku masih merasa pusing, namun itu tak membuatku berhenti tersenyum sendiri mengingatnya. Tasku terletak di pinggir tempat tidurku, aku mencoba meraihnya walau masih lemas. Aku mecari-cari buku diari itu, tak ada buku itu dalam tasku. Aku fikir buku diari itu terjatuh di lahan parkir, dan aku berharap itu benar. Aku tak berharap kalau buku diariku itu berada di tangan dia sekarang, itu tak boleh terjadi. Aku takut dia membaca semua yang telah aku tulis tentang dirinya.

    2 hari aku tak masuk sekolah karena sakit. Dan hari ini pun orangtuaku melarang aku pergi ke sekolah karena suhu badanku masih belum normal, namun ada satu alasan yang membuatku ingin pergi ke sekolah, yaitu karena buku diariku. Aku berjalan lemas menuju lahan parkir yang berada di belakang sekolah, walau aku tak membawa motor namun ada suatu barang berharga untukku. Kucari di tempat aku pingsan waktu itu, namun tetap tak ada, bahkan aku mengitari tempat parkir takut buku diariku ada yang membuang. tapi itu lebih baik daripada dia melihatnya. Tempat sampah terlihat berada di sudut belakang tempat parkir, tak lelah ku berusaha mencari, aku kembali berjalan.

    Baru saja aku membuka tutupnya, ada tangan seseorang yang menariku sampai aku berbalik badan 180°. Jarak aku dan dia sangatlah dekat, aku melihat ke arah atas karena dia jauh lebih tinggi dariku. Seperti ca eun cang dan lee min ho yang saling berhadapan dan memandang dalam film the heirs. Dia memadangku dalam, tak tersenyum sedikitpun. Mataku mulai berkaca-kaca takut dia akan marah karena dia tau kalau aku menyukainya. Dia lalu tersenyum, dan merubah posisinya menjadi lebih pendek lalu mendekatlan wajahnya dengan wajahku, bukan untuk apa-apa melainakan hanya untuk meniup mataku agar air mata itu tak jatuh. “Agar air matamu tak jatuh” ucapnya, dengan tersenyum aku pun membalas senyumnya “aku tak akan membencimu, seperti apa yang kamu tulis di diarimu itu” lanjutnya dengan tersenyum “Aku hanya takut” jawabku yang menundukan kepala “kau wanita misterius yang membuat aku ingin terus berada di parkiran ini, melihatmu yang setiap harinya menulis buku ini” dia memberikan buku diarku “benarkah?” Tanyaku dengan mengambil buku diari yang ia berikan, namun aku bertanya dengan tertunduk “ya, itu benar sekali” jawabnya “kau menulis banyak tentangku, jangan malu, tunjukan senyummu. wajahmu begitu merah sekarang namun itu terlihat sangat cantik. Kau tak banyak bicara, sekarang pun kau hanya diam. Namun aku mohon jawablah ya atau tidak, tapi aku rasa jawabannya pasti ya karena aku sudah membaca seluruh diarimu. Kau mau jadi pacarku?” Tanyanya. Aku memangangkat kepalaku melihat ke wajahnya. Lalu tersenyum dan mengangguk.

    Seperti itulah ceritaku, cinta yang berawal dari suara langkah kakinya. Dia menjelaskan banyak hal tentang wanita yang dia bonceng waktu itu, kalau itu adalah sepupunya. Semuanya terjawab sudah. kini aku tak kesepian lagi, dan kini aku tak sendirian lagi diam di tempat parkir, karena seseorang telah berjanji akan menemaniku di tempat parkir ini, karena tempat ini adalah satu-satunya tempat kenangan terindah dalam hidupku tentang cinta terutama tentangnya.

    Cerpen Karangan: Renita Melviany
    Facebook: Renita melviany

    Artikel Terkait

    Berawal Dari Suara Langkah Kakinya
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email