QISA Si Empat Sahabat

Baca Juga :
    Judul Cerpen QISA Si Empat Sahabat

    Pada senin pagi, Aku bersiap berangkat ke sekolahanku, Sdn Permata Indonesia. Sebelumnya, aku pamit pada Mama dan Papaku. Lalu aku diantar pak Dony, sopir pribadi keluargaku menggunakan mobil. Bukannya aku takut lelah ke sekolah, cuma jarak ke sekolah dari rumahku itu lumayan cukup jauh. Di perjalanan aku hanya termenung menatap luar jendela.

    Ghushun Inayatullah itulah namaku. Aku sering dipanggil Inaya. Aku anak semata wayang. Tapi, Papa hanya karyawan swasta di PT paling terkenal di kota tempatku tinggal. Mama, tidak kerja. Ia menemaniku setiap di rumah.

    Sampailah aku di sekolah. Aku langsung pamit ke pak Dony dan menuju kelasku, 5-1A. Langsung aku meletakkan tasku di bangkuku. “Hai! In,” sapa sahabatku, Syanaz. “Hello, Naz! Amela mana?” tanyaku. Amela sahabatku juga. “Inaya, ngapa sih, nyari anak itu lagi!?” bentak Syanaz. Aku kaget. Padahal, Syanaz dan Amela sahabat yang tak pernah bertengkar! “Emang kenapa, Naz?” tanyaku yang kagetnya belum hilang. “Kan aku sapa dia, dia malah marah sama aku, kan enggak nyambung!!! Aku selalu memberi contekan latihan maupun ulangan!” curhat Syanaz sembari menangis. Aku memeluk Syanaz. “Amel.. Mela… Hiks… Seka…Rang… Hiks… Ber.. Berteman… Hiks… sama… Qirly… huhuhuhu…,” isak tangis Syanaz. Aku pun yang kagetnya hilang malah muncul lagi. Qirly, dia adalah anak paling sombong di kelasku, bahkan satu sekolahan ini membenci Qirly. “Udah! udah cucup!!” aku berusaha menenangkan Syanaz. Tak lama, Syanaz berhenti menangis.

    Tet!!! Tet!!!
    Bel berbunyi. Kami semua berbaris di halaman sekolah. Kali ini, petugasnya kelas 5-1A. Aku, bertugas menjadi pengibar bendera. Aku, Syanaz, dan Genny yang menjadi pengibar bendera. Tak lama, upacara selesai. Semua masuk kelas. Pelajaran dimulai.

    Tak terasa, bell istirahat berbunyi. “Naz! ke kantin, yuk,” ajakku. “Aku BAB dulu!! dah!!!” teriaknya seraya berlari kencang menuju kamar mandi. Aku ke kantin. Di kantin, aku melihat Amela dan Qirly berbisik sembari menatapku sinis. Aku tak peduli. Aku langsung memesan makan. “Bu. Saya pesan mie kuah kari ayam 1, bubble gum juice 1, apel merah 1, sama puding coklat dengan Vla susu putih,” pesanku pada pelayan kantin, bu Khadijah. “Baik! Inaya,” jawab bu Khadijah. Ia mengambilkan pesananku, lalu aku membawa kemeja bundar no. 4. Di sana ada teman curhatku, Zhevy dan Nisca. “Vy, Nis! aku mau curhat,” kataku. “Ada pa lagi, In?” tanya Zhevy. “Hem… Amela sama Syanza bertengkar, gara-gara Qirly merebut Amela, gimana, nih solusinya, Vy, Nis?” curhatku. “Gini aja, Nay! kamu berbicara dengan Qirly empat mata saja. Tapi, kami awasin. Kalian bisa bicara di taman sekolah. Pas pulang, kan sepi,” usul Zhevy seraya melahap ikan bakar favoritnya yang dipesan. “Hai Inaya! hai Zhevy! Hai Nisca!!!” sapa Syanaz sembari membawa pesanannya. Lalu ia duduk di sampingku. Kami mengobrol seru. Aku sengaja menghabiskan makan duluan. Aku menghampiri Qirly. Kebetulan, Qirly sedang sendiri. “Qirly! ada yang mau aku kasih tau!!” kataku ke Qirly. “Apaan, cepetan!!” desak Qirly dengan suara manja dan mentel. “Temuin aku di taman sekolah, Qir… ya, sehabis pulang sekolah!” jawabku. “Ok, Ok,” katanya lalu berlalu dengan angkuhnya.

    Tet!! Tet!!
    Pelajaran kedua dimulai. Pelajaran kedua ialah pelajaran favoritku, Math dan Ipa. Tak terasa bel pulang berbunyi. Aku saliman ke guru, lalu menuju mobilku. “Pak, saya ada keperluan! boleh bapak tunggu sebentar?” pintaku ke pak Dony. “Ya, tak papa, kok Inaya,” jawab pak Dony ramah.

    Aku menuju taman sekolah. Di bangku, sudah ada Qirly. Qirly mengibaskan rambutnya sepinggang. “Hai Qirly!!!” sapaku seraya duduk di samping Qirly. “Apaan, sih nyuruh aku ke sini?! panas tau nggak!? emang mau omong apa?! cepetan!?!” desak Qirly angkuh. “Kenapa kau rebut Mela dari Syanaz dan aku?!” tanyaku. Qirly kaget dan memelukku. “Maaf, aku rebut Amela! aku kesepian, sendiri, aku nggak punya temen kayak kamu!!!” isak tangis Qirly. “Ya aku maafin, aku tau cara kamu bisa punya teman,” jawabku. “Apa Inaya, apa?” tanya Qirly semangat. Ia tak menangis lagi. “Pertama, kau harus menjelaskan ke Syanaz dan Amela. Lalu, ubah sikap sombongmu,” jawabku. Qirly pulang duluan. Zhevy dan Nisca muncul di balik semak-semak dekat aku dan Qirly duduk. “Berhasil, In!” seru Nisca. Aku pun pulang dengan dijemput Pak Dony.

    Esoknya, Qirly menjelaskan semuanya. Amela, aku, dan Syanaz bersahabat dan bermaafan. Qirly merubah sikapnya. Ia pun disegani di sekolah. Aku, Syanaz, Amela, dan Qirly bersahabat dengan membuat nama grupnya “QISA si empat Sahabat”. Q = Qirly, I = Inaya (aku), S = Syanaz, dan A = Amela. Kami pun bersahabat sampai dewasa.

    Cerpen Karangan: Alyaniza Nur Adelawina
    Facebook: Alya Aniza

    Artikel Terkait

    QISA Si Empat Sahabat
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email