Judul Cerpen Cinta Terbaik
Matahari mulai terbenam namun Nathan belum juga datang. Aku menunggu dengan gelisah, sudah satu jam sendirian menunggu. Aku merasa ada yang aneh dengan kekasihku. Hampir sebulan ini dia banyak berubah. Sering membatalkan janji untuk bertemu, tiba-riba pergi tanpa memberitahu.
“Hohoho coba tebak siapa yang datang?”
Seseorang menutup mataku dari belakang. Tentu saja aku yakin, Nathan, kekasihku. Selalu saja dia berhasil membuat kekesalanku hilang begitu saja.
“Aku nunggu sejam lebih, kamu tega sama aku, Bi?”
Aku memasang wajah cemberut. Seperti biasa, dia tiduran di sampingku sambil menatap langit. Aku ikut tertidur dan menyandarkan kepalaku di pundaknya. Nathan mengelus kepalaku.
“Maafin aku, sayang. Nanti aku usahain gak telat lagi.”
“Janji?”
“Aku usahain. Aku gak mau janji, aku takut gak bisa tepatin. Kalo aku janji dan ternyata telat nanti kamu malah makin kecewa.”
“Tapi kalo kita buat janji justru jadi motivasi buat menepati, makanya kamu harus janji gak telat lagi.”
Nathan hanya diam kembali menatap langit. Entah apa yang sedang dia pikirkan.
—
“Itu sih udah tanda-tanda selingkuh, Mel!”
“Sotoy lu! Mel, lo jangan dengerin si Ica. Inget yang namanya hubungan itu harus saling percaya! Lagian gue yakin banget gak mungkin Nathan selingkuh.”
“Ah, ndeso lu mah, Bet! Jaman sekarang udah gak aneh kalo cowok selingkuh. Apalagi ya Nathan sama Meli udah dua tahun pacaran, pastilah ada bosen-bosennya, nah si Nathan kayaknya lagi bosen dan selingkuhlah dia.”
“Heh, justru karena mereka udah pacaran dua tahun gak mungkin selingkuh! Liat dong Glenn sama Chelsea, Dori sama Gama! Mereka pacaran bertahun-tahun gak selingkuh bahkan sampe nikah!”
Kedua sahabatku, Elisabeth dan Clarissa, sering dipanggil Sabeth dan Ica, malah ribut berdua. Bukannya membantuku malah teguh pendirian dengan argumen masing-masing. Tapi mereka berdua ada benarnya.
“Stop stop! Kalian malah bikin gue tambah pusing! Udah, gue balik dulu.”
Aku memutuskan untuk pulang. Aku rasa untuk saat ini aku lebih mendengarkan Sabeth, percaya dengan Nathan.
—
Aku dan Nathan sudah pacaran sejak kelas sepuluh. Sebenarnya kami saling mengenal sejak SD. Bisa dibilang cerita cinta kami begitu unik. Saat di SD dia sering sekali mengejekku. Nathan adalah laki-laki terjail dan terjahat yang pernah aku kenal.
“Eh, rambut kamu panjang, mirip kunti!”
“Merem aja, bangun!! Udah siang!”
SMP kami pisah sekolah. Lalu di SMA kami bertemu lagi bahkan satu kelas. Awalnya Nathan biasa saja hingga akhirnya dia menyatakan perasaannya, di depan kelas saat akan ulangan biologi. Bu Devi, guru biologi, sangat menyukai cara Nathan ini. Teman-teman sekelas pun demikian, tentu saja, cara Nathan yang dianggap sangat romantis dan berhasil menggagalkan ulangan saat itu.
“Anak-anak seperti yang ibu bilang minggu lalu, sekarang kita akan ulangan. Silahkan siapkan kertas dan pulpen kalian.”
“Bu, bolehkah saya pinjam waktu ibu sebentar?”
“Ada apa, Nathan?”
“Saya punya masalah besar, Bu. Ini membuat hidup saya tidak tenang. Saya tidak akan bisa mengerjakan soal ulangan dengan baik jika masalah ini dibiarkan. Masalah ini bahkan sudah menggerogoti hidup saya sejak saya duduk di sekolah dasar!”
“Kamu bisa selesaikan masalahmu dengan meminta bantuan guru konseling, Nathan.”
“Justru ibu yang paling bisa membantu saya. Saya akan menyelesaikan masalah ini sekarang, Bu. Jadi, ibu mengizinkan saya, kan, untuk menyelesaikan masalah saya sekarang.”
Bu Devi terdiam lalu mengangguk tanda menyetujui permintaan Nathan. Kelas menjadi ramai. Tiba-tiba Nathan berlutut di depanku. Kebetulan aku duduk di paling depan, dekat pintu keluar. Kelas menjadi hening, semua mata tertuju padaku dan Nathan.
“Lo lagi ngapain sih?”
“Kamu Melisa Aprilia ya? Lahir pada 30 April 1999. Anak kedua dari dua bersaudara. Kakakmu, Mario Julio sedang kuliah di ganesha fakultas seni rupa dan desain. Melisa pernah sekolah di SD St Maria bersama Jonathan Widjaja. SMP di Harapan Bangsa berpisah dengan Jonathan karena Jonathan tidak lolos ke Harapan Bangsa. SMA dipertemukan kembali bahkan satu kelas lagi. Di sini, X-2 saya Jonathan Widjaja punya masalah dengan anda, Melisa Aprilia.”
“Masalah apa?”
“Saya mencintaimu sejak SD.”
Semua hening bahkan Bu Devi memperhatikan kami dengan serius.
“Lalu?”
“Ini hanya pengumuman, bukan keinginan dibalas. Tapi saya ingin solusi. Permasalahannya, saya mencintai kamu, saya mengagumimu, saya ingin melindungimu, kamu satu-satunya yang terindah di mata saya. Solusinya saya butuh jawaban anda. Bolehkah saya mencintaimu, mengagumimu, melindungimu?”
Aku terdiam, bingung harus bagaimana.
“Saya beri waktu lima belas menit untuk anda menjawab. Barangkali anda butuh angin untuk bisa berpikir lebih jernih, silahkan anda keluar terlebih dahulu.”
Aku memutuskan keluar bersama Sabeth. Sabeth juga mengenal Nathan sejak SD. Sejak kecil aku dan Sabeth berteman karena keluarga kami juga sering pergi bersama.
“Gue udah punya feeling kalo Nathan suka sama lo! Isengnya dia itu beda, kayak caper sama lo. Lo juga suka kan sama dia?”
“Kok jadi gue?”
“Ngaku aja, sebete-betenya lo sama Nathan lo juga ada rasa sama dia. Cewek kan gitu, benci bisa jadi cinta. Lagian sih Nathan aslinya baik dan perhatian, menurut gue gak ada salahnya lo terima dia.”
“Emang dia nembak gue ya?”
“Iyalah dodol! Gak peka banget sih lo!”
“Sialan lo, nyebut gue dodol. Gak tau, Bet, gue takut ini iseng doang, kalo gue terima dan bener dia cuma iseng kan malu gue!”
“Jadi?”
Aku tidak menjawab Sabeth. Aku langsung ke kelas dan melihat Nathan sedang menatapku dari kejauhan. Sialan, sepertinya Sabeth benar. Aku sebenarnya ada rasa juga untuknya.
“Aku gak bisa jawab ini, aku butuh keseriusan kamu. Kalo kamu serius, bilang sama papa aku soal perasaan kamu ini.”
“Oke, sekarang aku telepon papa kamu.”
Nathan langsung menelepon papa dan berbicara dengannya bahkan di load speaker! Papa malah tertawa dan mengizinkan aku bersama Nathan.
“Aku hanya nunggu jawaban dari kamu.”
“Boleh.”
“Bener?”
“Iyaa.”
Semua bertepuk tangan dan menyalamiku serta Nathan. Bu Devi bahkan memelukku.
“Kamu beruntung sekali, Nathan adalah laki-laki yang bertanggung jawab dan berani. Ibu yakin kamu gak nyesel pilih dia.”
Tepat setelah itu bel tanda istirahat berbunyi, jam biologi sudah habis.
“Ibu, maafkan saya yang telah menghabiskan waktu ibu.”
“Gak masalah, tapi kamu harus dapat nilai 100 di ulangan nanti.”
Benar saja, Nathan dapat 100. Tentu hal ini membuat Bu Devi semakin bangga.
“Ini berkat ibu dan berkat pacar saya yang cantik, Bu.”
“Gombal mulu lo!”
Kelas menjadi ricuh. Aku hanya tertawa. Benar kata orang, masa SMA adalah masa paling indah, apalagi kisah cintanya.
—
“Datengin aja ke rumahnya. Ya kalian harus saling terbuka. Jangan main tuduh dulu kalo Nathan selingkuh. Kakak rasa dia cowok baik-baik, gak mungkin kayak gitu.”
“Iya, kak. Ya udah anter Meli yuk, Kak.”
Kak Rio mengantarku ke rumah Nathan. Sudah beberapa kali aku ke sini. Di rumah Nathan sepi, tidak ada orang, hanya ada pembantunya Nathan, Bi Imas.
“Lagi pada ke rumah sakit, Non.”
“Oke deh, Bi, gak apa-apa. Emang yang sakit siapa, Bi?”
“Loh, Non gak tau? Mas Nathan…”
“Ngapain kamu ke sini? Bi, masuk ke dalem.”
Nathan muncul di belakangku, Bi Imas langsung masuk ke dalam.
“Aku ke sini mau ketemu…”
“Kenapa gak bilang dulu sama aku?”
“Kamu kok jadi marah sih?”
“Kamu yang selalu marah-marah kalau aku telat dikit. Wajar dong aku marah, kamu tiba-tiba ke rumah tanpa ngasih tau.”
“Kamu kenapa sih? Ada yang kamu tutupin kan dari aku? Kenapa harus gini? Kamu bisa cerita sama aku!”
Nathan terdiam. Ia menarik nafas panjang.
“Kamu ke sini sama Kak Rio kan? Besok aku jemput jam empat di rumah, gak akan telat. Sekarang kamu bisa pulang. Besok aku jelasin semuanya.”
Aku pergi meninggalkan Nathan. Apa yang akan terjadi besok aku tidak tahu, aku hanya berharap hubunganku dengan Nathan akan baik-baik saja.
—
“Maafin aku, Mel.”
“Gak apa-apa. Ini yang terbaik kok, makasih buat semuanya.”
Aku pergi meninggalkan Nathan. Dia pun tidak mengejarku. Semua sudah jelas. Nathan memang sudah bosan denganku. Ini memang diluar dugaan tapi yang namanya hidup bukankah selalu penuh dengan kejutan?
“Gak mungkin ini aneh!”
“Gue bilang juga apa! Cowok emang gitu!”
Aku menemui Sabeth dan Ica. Kami sudah janjian menghabiskan malam minggu bersama di rumah Ica. Kebetulan orangtua Ica sedang ke luar kota. Aku dan Sabeth akan menginap semalam.
“Lo gak nanya siapa ceweknya? Sejak kapan dia selingkuh?”
“Males, Bet. Gue udah muak sama semua ini, gue cape!”
“Dah, Mel. Cowok banyak, tinggal pilih mau yang mana.”
“Lo sendiri gak memperjuangkan hubungan ini. Kalo gitu wajar Nathan selingkuh.”
“Lo itu temennya Nathan apa Meli sih? Lo belainnya Nathan mulu!”
“Ca! Gue kenal mereka berdua dari SD! Mel, gue aja yang gak begitu kenal sama Nathan udah ngerasa ini aneh. Lo itu ceweknya, mantannya apapun lah itu gue gak peduli. Apa lo gak sadar Nathan itu beda? Lo percaya gitu dia selingkuh? Gue sih ngerasa Nathan punya masalah yang masih dia tutupin sama lo. Bukan selingkuh. Gue yakin banget alesan selingkuh itu bikinan dia sendiri. Biar lo ngejauh dari dia dan lo gak tau masalah dia apa.”
Aku meresapi kata-kata Sabeth. Benar juga, sebenarnya tidak logis kalau Nathan selingkuh. Oke, dia suka datang terlambat tapi sejauh itu sikapnya masih biasa saja. Jika mau pinjam handphonenya Nathan selalu biasa saja.
“Apa gue hubungin nyokapnya ya? Tapi gue takut, Nathan marah. Gue dateng ke rumahnya aja dia marah gitu.”
“Menurut gue sih lo hubungin nyokapnya nanti, jangan sekarang banget. Mungkin Sabeth bener, ada sesuatu yang ditutupin Nathan.”
“Lo yang sabar aja. Kalo Nathan buat lo, dia pasti balik lagi kok.”
“Thanks, guys, gue seneng banget punya kalian.”
“Naah mending sekarang kita nonton dramaa!!”
Kami bertiga menghabiskan malam dengan drama korea koleksi Ica. Untuk sementara aku akan melupakan masalah Nathan. Aku masih berharap aku dan Nathan bisa bersama kembali. Bagaimanapun, aku menyayanginya.
—
Hai sayang. Maaf, saat kamu baca surat ini aku udah gak ada di bumi. Maafin aku yang banyak bohong sama kamu. Maafin aku yang cuma bisa bikin kamu sedih dan kecewa. Di sini aku mau kasih tau sedikit kebohongan aku. Sisanya, kamu gak perlu tau atau kalo kamu kepo kamu bisa tanya sama mami. Aku minta maaf gak pernah bilang sama kamu. Aku sakit kanker otak stadium akhir. Ini yang bikin aku jadi sering ke rumah sakit, sering telat kalo ketemu. Ini yang bikin aku buat mutusin hubungan kita. Maaf sayang, aku gak mau kamu sedih. Aku gak mau bikin kamu khawatir. Aku baik-baik aja. Aku cuma ingin kamu bahagia dan terbiasa tanpa aku. Jangan nangisin aku ya. Tetaplah hidup dengan bahagia. Dari surga aku bakal ngawasin kamu lho! Aku percaya, pasti ada laki-laki yang baik dan pantas buat kamu.
Udah ya, jangan kepanjangan nanti kamu bosen bacanya. Pokoknya aku selalu sayang kamu.
Dari aku yang selalu mencintai kamu sampai kapanpun.
Jonathan Widjaja
“Maafin tante, Mel. Ini semua permintaan Nathan. Dia gak mau kamu sedih.”
Aku tidak bisa berkata apa-apa. Hatiku terlalu perih menerima semua ini.
“Tante… Meli gak tau harus gimana…”
Aku menangis di pelukan Tante Gina. Ini terlalu menyakitkan. Nathan meninggal dua minggu lalu. Aku tidak tahu karena sedang pergi ke luar kota bersama Kak Mario. Hal ini juga ternyata sudah diatur oleh Nathan. Semua orang tahu Nathan sakit kecuali aku sendiri. Ini sangat tidak adil.
—
“Sayang, kenapa kamu sejahat ini sama aku? Harusnya kamu tau dan ngerti, gak peduli kamu kayak gimana yang penting aku cuma pengen selalu bareng kamu. Aku pengen waktu kamu sakit aku selalu ada di samping kamu, nyemangatin kamu. Kenapa kamu tega ngebohongin aku sih?”
Aku menangis di makam Nathan. Tante Gina mengantarku ke sini lalu pergi meninggalkanku. Tante Gina mengerti aku perlu sendirian di sini. Hatiku sangat perih melihat orang yang kucintai kini sudah menyatu dengan bumi.
Nathan, aku sangat marah kamu seperti ini. Namun bagaimanapun kamu, aku selalu mencintaimu. Terima kasih untuk semuanya. Aku berharap, suatu saat nanti kita bisa dipertemukan lagi. Jangan harapkan aku bertemu dengan laki-laki lain. Bagiku sampai kapanpun cintamu yang terbaik, hanya cintamu yang akan tersimpan di hati ini.
Cerpen Karangan: Helena Yasinta Kartikasari
Blog: officialhelenayasinta.blogspot.com
Ask.fm/hyasinta
Matahari mulai terbenam namun Nathan belum juga datang. Aku menunggu dengan gelisah, sudah satu jam sendirian menunggu. Aku merasa ada yang aneh dengan kekasihku. Hampir sebulan ini dia banyak berubah. Sering membatalkan janji untuk bertemu, tiba-riba pergi tanpa memberitahu.
“Hohoho coba tebak siapa yang datang?”
Seseorang menutup mataku dari belakang. Tentu saja aku yakin, Nathan, kekasihku. Selalu saja dia berhasil membuat kekesalanku hilang begitu saja.
“Aku nunggu sejam lebih, kamu tega sama aku, Bi?”
Aku memasang wajah cemberut. Seperti biasa, dia tiduran di sampingku sambil menatap langit. Aku ikut tertidur dan menyandarkan kepalaku di pundaknya. Nathan mengelus kepalaku.
“Maafin aku, sayang. Nanti aku usahain gak telat lagi.”
“Janji?”
“Aku usahain. Aku gak mau janji, aku takut gak bisa tepatin. Kalo aku janji dan ternyata telat nanti kamu malah makin kecewa.”
“Tapi kalo kita buat janji justru jadi motivasi buat menepati, makanya kamu harus janji gak telat lagi.”
Nathan hanya diam kembali menatap langit. Entah apa yang sedang dia pikirkan.
—
“Itu sih udah tanda-tanda selingkuh, Mel!”
“Sotoy lu! Mel, lo jangan dengerin si Ica. Inget yang namanya hubungan itu harus saling percaya! Lagian gue yakin banget gak mungkin Nathan selingkuh.”
“Ah, ndeso lu mah, Bet! Jaman sekarang udah gak aneh kalo cowok selingkuh. Apalagi ya Nathan sama Meli udah dua tahun pacaran, pastilah ada bosen-bosennya, nah si Nathan kayaknya lagi bosen dan selingkuhlah dia.”
“Heh, justru karena mereka udah pacaran dua tahun gak mungkin selingkuh! Liat dong Glenn sama Chelsea, Dori sama Gama! Mereka pacaran bertahun-tahun gak selingkuh bahkan sampe nikah!”
Kedua sahabatku, Elisabeth dan Clarissa, sering dipanggil Sabeth dan Ica, malah ribut berdua. Bukannya membantuku malah teguh pendirian dengan argumen masing-masing. Tapi mereka berdua ada benarnya.
“Stop stop! Kalian malah bikin gue tambah pusing! Udah, gue balik dulu.”
Aku memutuskan untuk pulang. Aku rasa untuk saat ini aku lebih mendengarkan Sabeth, percaya dengan Nathan.
—
Aku dan Nathan sudah pacaran sejak kelas sepuluh. Sebenarnya kami saling mengenal sejak SD. Bisa dibilang cerita cinta kami begitu unik. Saat di SD dia sering sekali mengejekku. Nathan adalah laki-laki terjail dan terjahat yang pernah aku kenal.
“Eh, rambut kamu panjang, mirip kunti!”
“Merem aja, bangun!! Udah siang!”
SMP kami pisah sekolah. Lalu di SMA kami bertemu lagi bahkan satu kelas. Awalnya Nathan biasa saja hingga akhirnya dia menyatakan perasaannya, di depan kelas saat akan ulangan biologi. Bu Devi, guru biologi, sangat menyukai cara Nathan ini. Teman-teman sekelas pun demikian, tentu saja, cara Nathan yang dianggap sangat romantis dan berhasil menggagalkan ulangan saat itu.
“Anak-anak seperti yang ibu bilang minggu lalu, sekarang kita akan ulangan. Silahkan siapkan kertas dan pulpen kalian.”
“Bu, bolehkah saya pinjam waktu ibu sebentar?”
“Ada apa, Nathan?”
“Saya punya masalah besar, Bu. Ini membuat hidup saya tidak tenang. Saya tidak akan bisa mengerjakan soal ulangan dengan baik jika masalah ini dibiarkan. Masalah ini bahkan sudah menggerogoti hidup saya sejak saya duduk di sekolah dasar!”
“Kamu bisa selesaikan masalahmu dengan meminta bantuan guru konseling, Nathan.”
“Justru ibu yang paling bisa membantu saya. Saya akan menyelesaikan masalah ini sekarang, Bu. Jadi, ibu mengizinkan saya, kan, untuk menyelesaikan masalah saya sekarang.”
Bu Devi terdiam lalu mengangguk tanda menyetujui permintaan Nathan. Kelas menjadi ramai. Tiba-tiba Nathan berlutut di depanku. Kebetulan aku duduk di paling depan, dekat pintu keluar. Kelas menjadi hening, semua mata tertuju padaku dan Nathan.
“Lo lagi ngapain sih?”
“Kamu Melisa Aprilia ya? Lahir pada 30 April 1999. Anak kedua dari dua bersaudara. Kakakmu, Mario Julio sedang kuliah di ganesha fakultas seni rupa dan desain. Melisa pernah sekolah di SD St Maria bersama Jonathan Widjaja. SMP di Harapan Bangsa berpisah dengan Jonathan karena Jonathan tidak lolos ke Harapan Bangsa. SMA dipertemukan kembali bahkan satu kelas lagi. Di sini, X-2 saya Jonathan Widjaja punya masalah dengan anda, Melisa Aprilia.”
“Masalah apa?”
“Saya mencintaimu sejak SD.”
Semua hening bahkan Bu Devi memperhatikan kami dengan serius.
“Lalu?”
“Ini hanya pengumuman, bukan keinginan dibalas. Tapi saya ingin solusi. Permasalahannya, saya mencintai kamu, saya mengagumimu, saya ingin melindungimu, kamu satu-satunya yang terindah di mata saya. Solusinya saya butuh jawaban anda. Bolehkah saya mencintaimu, mengagumimu, melindungimu?”
Aku terdiam, bingung harus bagaimana.
“Saya beri waktu lima belas menit untuk anda menjawab. Barangkali anda butuh angin untuk bisa berpikir lebih jernih, silahkan anda keluar terlebih dahulu.”
Aku memutuskan keluar bersama Sabeth. Sabeth juga mengenal Nathan sejak SD. Sejak kecil aku dan Sabeth berteman karena keluarga kami juga sering pergi bersama.
“Gue udah punya feeling kalo Nathan suka sama lo! Isengnya dia itu beda, kayak caper sama lo. Lo juga suka kan sama dia?”
“Kok jadi gue?”
“Ngaku aja, sebete-betenya lo sama Nathan lo juga ada rasa sama dia. Cewek kan gitu, benci bisa jadi cinta. Lagian sih Nathan aslinya baik dan perhatian, menurut gue gak ada salahnya lo terima dia.”
“Emang dia nembak gue ya?”
“Iyalah dodol! Gak peka banget sih lo!”
“Sialan lo, nyebut gue dodol. Gak tau, Bet, gue takut ini iseng doang, kalo gue terima dan bener dia cuma iseng kan malu gue!”
“Jadi?”
Aku tidak menjawab Sabeth. Aku langsung ke kelas dan melihat Nathan sedang menatapku dari kejauhan. Sialan, sepertinya Sabeth benar. Aku sebenarnya ada rasa juga untuknya.
“Aku gak bisa jawab ini, aku butuh keseriusan kamu. Kalo kamu serius, bilang sama papa aku soal perasaan kamu ini.”
“Oke, sekarang aku telepon papa kamu.”
Nathan langsung menelepon papa dan berbicara dengannya bahkan di load speaker! Papa malah tertawa dan mengizinkan aku bersama Nathan.
“Aku hanya nunggu jawaban dari kamu.”
“Boleh.”
“Bener?”
“Iyaa.”
Semua bertepuk tangan dan menyalamiku serta Nathan. Bu Devi bahkan memelukku.
“Kamu beruntung sekali, Nathan adalah laki-laki yang bertanggung jawab dan berani. Ibu yakin kamu gak nyesel pilih dia.”
Tepat setelah itu bel tanda istirahat berbunyi, jam biologi sudah habis.
“Ibu, maafkan saya yang telah menghabiskan waktu ibu.”
“Gak masalah, tapi kamu harus dapat nilai 100 di ulangan nanti.”
Benar saja, Nathan dapat 100. Tentu hal ini membuat Bu Devi semakin bangga.
“Ini berkat ibu dan berkat pacar saya yang cantik, Bu.”
“Gombal mulu lo!”
Kelas menjadi ricuh. Aku hanya tertawa. Benar kata orang, masa SMA adalah masa paling indah, apalagi kisah cintanya.
—
“Datengin aja ke rumahnya. Ya kalian harus saling terbuka. Jangan main tuduh dulu kalo Nathan selingkuh. Kakak rasa dia cowok baik-baik, gak mungkin kayak gitu.”
“Iya, kak. Ya udah anter Meli yuk, Kak.”
Kak Rio mengantarku ke rumah Nathan. Sudah beberapa kali aku ke sini. Di rumah Nathan sepi, tidak ada orang, hanya ada pembantunya Nathan, Bi Imas.
“Lagi pada ke rumah sakit, Non.”
“Oke deh, Bi, gak apa-apa. Emang yang sakit siapa, Bi?”
“Loh, Non gak tau? Mas Nathan…”
“Ngapain kamu ke sini? Bi, masuk ke dalem.”
Nathan muncul di belakangku, Bi Imas langsung masuk ke dalam.
“Aku ke sini mau ketemu…”
“Kenapa gak bilang dulu sama aku?”
“Kamu kok jadi marah sih?”
“Kamu yang selalu marah-marah kalau aku telat dikit. Wajar dong aku marah, kamu tiba-tiba ke rumah tanpa ngasih tau.”
“Kamu kenapa sih? Ada yang kamu tutupin kan dari aku? Kenapa harus gini? Kamu bisa cerita sama aku!”
Nathan terdiam. Ia menarik nafas panjang.
“Kamu ke sini sama Kak Rio kan? Besok aku jemput jam empat di rumah, gak akan telat. Sekarang kamu bisa pulang. Besok aku jelasin semuanya.”
Aku pergi meninggalkan Nathan. Apa yang akan terjadi besok aku tidak tahu, aku hanya berharap hubunganku dengan Nathan akan baik-baik saja.
—
“Maafin aku, Mel.”
“Gak apa-apa. Ini yang terbaik kok, makasih buat semuanya.”
Aku pergi meninggalkan Nathan. Dia pun tidak mengejarku. Semua sudah jelas. Nathan memang sudah bosan denganku. Ini memang diluar dugaan tapi yang namanya hidup bukankah selalu penuh dengan kejutan?
“Gak mungkin ini aneh!”
“Gue bilang juga apa! Cowok emang gitu!”
Aku menemui Sabeth dan Ica. Kami sudah janjian menghabiskan malam minggu bersama di rumah Ica. Kebetulan orangtua Ica sedang ke luar kota. Aku dan Sabeth akan menginap semalam.
“Lo gak nanya siapa ceweknya? Sejak kapan dia selingkuh?”
“Males, Bet. Gue udah muak sama semua ini, gue cape!”
“Dah, Mel. Cowok banyak, tinggal pilih mau yang mana.”
“Lo sendiri gak memperjuangkan hubungan ini. Kalo gitu wajar Nathan selingkuh.”
“Lo itu temennya Nathan apa Meli sih? Lo belainnya Nathan mulu!”
“Ca! Gue kenal mereka berdua dari SD! Mel, gue aja yang gak begitu kenal sama Nathan udah ngerasa ini aneh. Lo itu ceweknya, mantannya apapun lah itu gue gak peduli. Apa lo gak sadar Nathan itu beda? Lo percaya gitu dia selingkuh? Gue sih ngerasa Nathan punya masalah yang masih dia tutupin sama lo. Bukan selingkuh. Gue yakin banget alesan selingkuh itu bikinan dia sendiri. Biar lo ngejauh dari dia dan lo gak tau masalah dia apa.”
Aku meresapi kata-kata Sabeth. Benar juga, sebenarnya tidak logis kalau Nathan selingkuh. Oke, dia suka datang terlambat tapi sejauh itu sikapnya masih biasa saja. Jika mau pinjam handphonenya Nathan selalu biasa saja.
“Apa gue hubungin nyokapnya ya? Tapi gue takut, Nathan marah. Gue dateng ke rumahnya aja dia marah gitu.”
“Menurut gue sih lo hubungin nyokapnya nanti, jangan sekarang banget. Mungkin Sabeth bener, ada sesuatu yang ditutupin Nathan.”
“Lo yang sabar aja. Kalo Nathan buat lo, dia pasti balik lagi kok.”
“Thanks, guys, gue seneng banget punya kalian.”
“Naah mending sekarang kita nonton dramaa!!”
Kami bertiga menghabiskan malam dengan drama korea koleksi Ica. Untuk sementara aku akan melupakan masalah Nathan. Aku masih berharap aku dan Nathan bisa bersama kembali. Bagaimanapun, aku menyayanginya.
—
Hai sayang. Maaf, saat kamu baca surat ini aku udah gak ada di bumi. Maafin aku yang banyak bohong sama kamu. Maafin aku yang cuma bisa bikin kamu sedih dan kecewa. Di sini aku mau kasih tau sedikit kebohongan aku. Sisanya, kamu gak perlu tau atau kalo kamu kepo kamu bisa tanya sama mami. Aku minta maaf gak pernah bilang sama kamu. Aku sakit kanker otak stadium akhir. Ini yang bikin aku jadi sering ke rumah sakit, sering telat kalo ketemu. Ini yang bikin aku buat mutusin hubungan kita. Maaf sayang, aku gak mau kamu sedih. Aku gak mau bikin kamu khawatir. Aku baik-baik aja. Aku cuma ingin kamu bahagia dan terbiasa tanpa aku. Jangan nangisin aku ya. Tetaplah hidup dengan bahagia. Dari surga aku bakal ngawasin kamu lho! Aku percaya, pasti ada laki-laki yang baik dan pantas buat kamu.
Udah ya, jangan kepanjangan nanti kamu bosen bacanya. Pokoknya aku selalu sayang kamu.
Dari aku yang selalu mencintai kamu sampai kapanpun.
Jonathan Widjaja
“Maafin tante, Mel. Ini semua permintaan Nathan. Dia gak mau kamu sedih.”
Aku tidak bisa berkata apa-apa. Hatiku terlalu perih menerima semua ini.
“Tante… Meli gak tau harus gimana…”
Aku menangis di pelukan Tante Gina. Ini terlalu menyakitkan. Nathan meninggal dua minggu lalu. Aku tidak tahu karena sedang pergi ke luar kota bersama Kak Mario. Hal ini juga ternyata sudah diatur oleh Nathan. Semua orang tahu Nathan sakit kecuali aku sendiri. Ini sangat tidak adil.
—
“Sayang, kenapa kamu sejahat ini sama aku? Harusnya kamu tau dan ngerti, gak peduli kamu kayak gimana yang penting aku cuma pengen selalu bareng kamu. Aku pengen waktu kamu sakit aku selalu ada di samping kamu, nyemangatin kamu. Kenapa kamu tega ngebohongin aku sih?”
Aku menangis di makam Nathan. Tante Gina mengantarku ke sini lalu pergi meninggalkanku. Tante Gina mengerti aku perlu sendirian di sini. Hatiku sangat perih melihat orang yang kucintai kini sudah menyatu dengan bumi.
Nathan, aku sangat marah kamu seperti ini. Namun bagaimanapun kamu, aku selalu mencintaimu. Terima kasih untuk semuanya. Aku berharap, suatu saat nanti kita bisa dipertemukan lagi. Jangan harapkan aku bertemu dengan laki-laki lain. Bagiku sampai kapanpun cintamu yang terbaik, hanya cintamu yang akan tersimpan di hati ini.
Cerpen Karangan: Helena Yasinta Kartikasari
Blog: officialhelenayasinta.blogspot.com
Ask.fm/hyasinta
Cinta Terbaik
4/
5
Oleh
Unknown