Jati Diri Cinta

Baca Juga :
    Judul Cerpen Jati Diri Cinta

    Afa Point Of View
    “Gagal,” gumamku berdecak kesal, ketika kulirik sekilas cewek itu masih fokus pada pelajaran fisika yang benar-benar membuatku mengantuk, bukan, bukan aku saja, tetapi kulihat hampir semua di kelas 12-IPA-1 -meskipun tergolong unggulan. Rin –nama kesayanganku, cewek yang terkenal rajin super bahkan di kelas unggulan yang katanya rajin-rajin dia masih jadi bigboss diligent.
    “Lu gagal? Lu yakin bisa sama Rin? Rin itu hidupnya cuma buat orang lain, sederhana, cuma mo bikin orang ngerti teori darinya yang katanya jauh lebih baik, cewek sepolos itu gak bakal ditaklukin sama ‘Troublemaker’ kayak lu, percaya deh!” bisik Raihan –teman sebangkuku.
    Kata temen sekelas, aku emang ‘troublemaker’ di kelas saja, bukan satu sekolah.

    “Rin.” Aku menarik tangannya ketika keluar pintu kelas, tentu saja dia meronta keras dan melepaskan tarikanku.
    “Lu ganteng, tinggi, pinter, putih, kaya, sholeh pula. Tapi yang gak gue dapetin dari lu, cuma bagaimana gue jadi diri gue sendiri ketika sama lu, dan gue gak bisa.”
    “Banyak yang cinta mati sama lu Af, ada Rein, cewek perfect di sekolah, Sherin, cewek paling pendiem di sekolah, dan semua klepek klepek sama lu.” Lanjut Rin, dadaku terasa sesak seketika, lalu dia melenggang begitu saja dariku, tunggu… aku melihat matanya berkaca-kaca.

    Rin Point Of View
    “Sorry Fa, gue suka sama lu, tapi gua gak pernah nyaman sama lu, lu emang sempurna lahir dan batin, lu udah lebih dari cukup buat gua, tapi gua gak ingin semua itu, gua ingin sosok yang membawa jati diri gua Fa, perjalanan kita masih panjang.”

    Setelah kejadian itu, Afa sudah mulai tidak mengejar-ngejarku, dia mulai menjadi pendiam sekarang, persis seperti Afa yang kukenal dua tahun yang lalu, saat kelas 10, Afa yang tidak terkena pergaulan nakal teman-temannya, Afa yang selalu jadi impianku, Afa yang selalu aku idamankan.
    Aku pun begitu, liburan SMA setelah UN ini aku menjauh dari dunia, dunia maya atau dunia sekolah, aku ingin hidup dalam duniaku sendiri, alhasil, ponselku mode pesawat dan pintu rumah selalu kututup, berharap tidak ada yang ke rumah.
    Selama itu aku lebih suka menulis novel, menikmati cokelat dan membuat syair lagu, aku pergi ke taman atau jogging pagi atau membaca novel untuk menyegarkan otak.
    Aku mulai membuka internet, 259 messages not read – 185 calls – sekitar 20an notif membuatku bingung memilih yang mana.
    Alhasil, semua notif kuhapus, kubuka mulai dari pesan.

    “Rin… Afa pergi ke Jakarta, sekarang.” 11 June 4.56 a.m.
    Sekarang tanggal 15 Juli 2016, selama itukah aku menghilang? Gumamku sendiri.
    “Rin… Afa pingin nemuin lo, dia bilang Afa bakal kembali ke Lombok setelah lulus S4 nya.”
    S4? Tujuh tahunan dong, gilaa.
    “Rin…” Afa.
    “Rin…” Afa.

    “Afa.. Afa.. Afa melulu sih, lu gak ingin tahu apa kabar gua gimana? Gue lagi apa? Lu pada Afa .. Afa .. Afa .. emang Afa udah kasih apa sih ke lu ampe lu demen banget ngomonginnya?” aku kesal sendiri jadinya, aku memaki-maki Eiffe, Nia dan Fani –teman dekatku.

    “Rin… Afa kecelakaan.” Eiffe tanggal 10 July 2016 – 11.34 p.m.
    “Rin… Afa kritis.” Nia tanggal 11 July 2016 – 1.23 a.m.
    “Rin… Afa meninggal.” Fani tanggal 14 July 2016 – 11.59 p.m.

    Aku membelalakkan mataku dengan kabar terakhir itu, Afa meninggal? Batinku tak percaya. Jantungku seolah ingin keluar dari tubuhku, aku masih bergeming disana, pandanganku masih teredar ke depan.

    Saat-saat bersamanya pun mulai terekam oleh otakku, layak Slide Video yang terputus-putus.

    Ucapan Afa, bibir merah delima Afa, perhatian Afa, datarnya Afa, dan yang terakhir Afa yang terpaku karena aku menolaknya beberapa bulan lalu.

    ‘Gua sayang lu Rin, lu benar! Gua gak pantes sama lu, semoga dengan kepergian gua, lu bakal dapet yang lebih dari gua, bukan lebih sempurna. Tapu lebih membuatmu nyaman dan menuntunmu bersama jati dirimu. Terima kasih sudah mengenalkanku keindahan cinta Rin. ~Afa.”

    Secarik kertas yang kubaca di depan makam Afa seolah menusuk jantungku, perlahan ia mulai membunuhku, paru-paru seolah meronta-ronta, napasku mulai sesak, wajah Afa mulai berada di otakku.
    “Rin.” Suara itu, suara berat seseorang, aku mendongakkan kepalaku, wajahku pucat pasi, aku masih bergeming tak percaya oleh apa yang ditangkap mataku, bayangan Afa.
    Detik berikutnya, bayangannya samar, aku mulai lemas tak kuat menahan tubuhku sendiri, akhirnya tubuhku ambruk ke tanah.

    Dua jam kemudian…
    Mataku mulai terbuka, rasanya berat untuk membuka kedua manik itu, akhirnya dengan perlahan aku membukanya.
    “Afa.” Satu kata yang kuingat, satu kata yang terucap, satu kata yang terlihat samar-samar.
    Setelah mataku sempurna, bayangan itu akhirnya menjadi terang, kulihat cowok itu tersenyum disana.
    “Rin.. lu rindu kan sama gua? Peluk gua dong!” ucapnya, aku masih tak bergeming.
    “Lu bukan Afa.” Ucapku, perlahan air matanya membasahi pipinya pelan.
    “A-aku malikat yang dikirim Afa untukmu.” Katanya pelan, aku tersenyum sinis.
    “Iblis tepatnya, kenapa kau bersedia menggantikan posisi kembaranmu kalau kau takkan pernah bisa menjadi Afa, bahkan kau tak bisa memindahkan posisi Afa dari hatiku.”
    “Hidupmu terlalu sederhana Rin, kau ingin membahagiakan orang lain, hingga kau lupa caranya bahagia untukmu sendiri. Kau naif bila kau menolak cintaku dulu, karena kau menemukan sosok Afa yang jauh berbeda, Afa yang udah lenyap dan ada Afa yang baru yang merubah karakternya menjadi dirinya sendiri demi seorang sepertimu. Jika kau menolakku lagi, aku tidak akan berubah karena ini Afa yang sesungguhnya, Rafanda, Afa orang lain dan Rafa yang kau kenal sekarang.”
    Rin mengerjap dua kali, dia bingung, siapa yang ada di hadapannya sekarang.
    “Gua Rafa, teman chat lu waktu itu.”
    Rin jadi ingat seminggu yang lalu, saat ia chatan sama orang tak dikenal dari twitter, awalnya dia males, tapi dia rasa cowok itu beda, cowok itu punya karakter yang hampir sama dengan dirinya, dan benar dia membuatku nyaman.

    END

    Cerpen Karangan: Aulia Taureza
    Facebook: Ataureza Aulia

    Artikel Terkait

    Jati Diri Cinta
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email