Judul Cerpen Mak
Sinar mentari pagi mulai bersinar terang. Rasanya hari ini beda banget dengan hari-hari yang sudah kulalui dengan kesedihan.
Kenalin namaku ra zayri panggil aku ra aku anak pertama dari dua bersaudara adikku perempuan sama sepertiku namanya rey zeinna, aku anak yatim bapak baru pergi satu bulan yang lalu, umurku 12 tahun.
“Mak… Ni, bajunya ra cuci yee” Kataku
“Yooooo” Jawab mama yang menyuapi rey yang baru berumur 1 tahun itu.
Aku mengambil satu keranjang cucian ke kamar mandi, dan mencuci bajunya. Sesekali aku bernyanyi lagu dangdut yang berjudul bunda.
“Bunda… Engkaulah muuara kasih dan sayang… Apapun pasti kau lakukan… Demi anakmu tersayang…” Suara itu terdengar dari mulutku.
Selasai sudah aku mencuci baju aku langsung ke luar menjemur pakaian.
“Eh, apaan tuh… Awan item… Ujan es…” Kataku
“Ujan es!!” Emak tiba tiba datang
“Tutup pintu, masukin jemurannya, siapin ember yang banyak” Perintah emak
Wuuuzzz… Angin kencang berhembus. Aku melihat ke kaca depan rumah. Hei lihat! Apaan tuh? Angin kencang yang berputar cepat dan membuat pusaran raksasa datang.
“Apaan tuh? Pusaran angiiin.. I.. It.. I..Tu… It…Ittt.Tu kkk… Ka.. A.. A… Ka..Aan… Aaaa maaaaaak ada badai topan gede kesini mak, emaaaaakk” Teriakku
Aku langsung berlari ke arah emak berada.
“Adoyy” Aku jatuh kepeleset kain lap.
Mak langsung menyuruhku untuk menggendong adikku, sementara emak mengemasi pakaian untuk kami. Emak langsung ke luar manarik tanganku untuk mencari tempat yang jauh untuk menyelamatkan diri dari badai
“Wusss” Satu bajuku terlempar ke belakang
“Aa” Aku terpelanting keningku sakit
Emak pergi mencari bajuku yang terbang. Aku berlari kencang mencoba mencari tempat perlindungan. Aku harus berlari berlari lari lari dan lari menjauh dari pusaran angin topan yang mengejarku.
“Eh… Ada cahaya” Kuikuti terus, terus lagi terasa seperti cahaya itu yang mendekatiku.
Aku mulai kewalahan berlari kencang. Tak mungkin ada sebotol air yang kubisa minum.
“Ra, rey pergi tinggalkan kampung ini ikuti kemana cahaya matahari pergi” Dari jauh terdengar suara, seperti suara emak
“Makkk maafin ra sama rey” Teriakku
Tetapi.. Saat saat cahaya itu mulai dekat rey menangis histeris kencang kencang kencang lebih dari kencang! Aku langsung menggendong erat erat dan berlari lebih kencang lagi.
Tibalah aku di tempat yang terlihat terang itu. Aku rasa ini sebuah kampung yang entahlah seberapa jauh dari kampungku. Pusaran angin terlihat seperti lingkaran yang berputar mundur mundur dan menjadi titik. Aman! Dan syukurlah ketika aku datang semua penghuni kampung ini langsung membantuku. Mereka mengantar kami berdua ke rumah seorang di antara mereka semua. Mereka memberi kami makanan dan minuman juga, mengobati keningku yang lecet parah.
“Kamu ra ya anaknya bu rie?” Tanya tante itu
“Ya tante, maaf tante siapa ya” Serasa aku pernah berkenalan dengannya
“Oh.. Saya namanya gabriel, kamu nggak inget kamu bertiga pernah nginep di rumah ini” Tante gabriel mencoba memutar balikkan pikiranku.
Saat kulewati beberapa pikiranku…
“Hiks.. Hiks. Huaaa” Aku menangis
“Kenapa?” Tanya tante yang gabriel itu
“Hiks.. Hiks e.. Hiks.. Mak… E.. Hiks… Mak kemana…” Tangisku mulai kencang
Satu jam kemudian…
Keadaan kembali tenang rey tertidur di pangkuan tante gabriel. Tangisku pun mulai reda setelah dihibur dan diberi beberapa makanan. Kak asyilla menyiapkan makan malam di dapur. Walaupun dari jauh masih terlihat gumpalan awan hitam tapi pusaran angin itu sudah hilang.
“Perhatian, perhatian! Warga kampung brantos yang mengenal beberapa kerabat dari kampung kutan, harap segera mendatangi rumah sakit rojo wijaksana. Sekali lagi warga kampung brantos yang mengenal beberapa kerabat dari kampung kutan, harap segera mendatangi rumah sakit rojo wijaksana!” Kata seorang dari kantor kepala desa.
Tante gabriel dengan cepat menaruh rey dan meminta kak asyilla menjaga rey yang tertidur lelap. Tante gabriel langsung menarik tanganku dan membawaku ke rumah sakit rojo wijaksana. Tepat saat aku sampai pas di depan rumah sakit tepat di depan pintu besar rumah sakit tertulis korban jiwa, tante gabriel langsung menarik tanganku menuju ke tempat itu.
“Ya ampun” Aku kaget bukan main dalam hati kutemukan jasad emak yang masih tersenyum sambil memegang baju hijau yang terbang tadi.
“Maaak… Emaaaak” Tangisku lagi
“Mak bangun mak… Mak jangan tinggalin ra mak emak bangun jangan pergi…” sambil memegang tangan emak dan mengambil bajuku.
Ada sesuatu yang jatuh, sebuah kertas kecil dari bajuku
“Maafkan emak ra, rey”
Cerpen Karangan: Syahla Syifa
Sinar mentari pagi mulai bersinar terang. Rasanya hari ini beda banget dengan hari-hari yang sudah kulalui dengan kesedihan.
Kenalin namaku ra zayri panggil aku ra aku anak pertama dari dua bersaudara adikku perempuan sama sepertiku namanya rey zeinna, aku anak yatim bapak baru pergi satu bulan yang lalu, umurku 12 tahun.
“Mak… Ni, bajunya ra cuci yee” Kataku
“Yooooo” Jawab mama yang menyuapi rey yang baru berumur 1 tahun itu.
Aku mengambil satu keranjang cucian ke kamar mandi, dan mencuci bajunya. Sesekali aku bernyanyi lagu dangdut yang berjudul bunda.
“Bunda… Engkaulah muuara kasih dan sayang… Apapun pasti kau lakukan… Demi anakmu tersayang…” Suara itu terdengar dari mulutku.
Selasai sudah aku mencuci baju aku langsung ke luar menjemur pakaian.
“Eh, apaan tuh… Awan item… Ujan es…” Kataku
“Ujan es!!” Emak tiba tiba datang
“Tutup pintu, masukin jemurannya, siapin ember yang banyak” Perintah emak
Wuuuzzz… Angin kencang berhembus. Aku melihat ke kaca depan rumah. Hei lihat! Apaan tuh? Angin kencang yang berputar cepat dan membuat pusaran raksasa datang.
“Apaan tuh? Pusaran angiiin.. I.. It.. I..Tu… It…Ittt.Tu kkk… Ka.. A.. A… Ka..Aan… Aaaa maaaaaak ada badai topan gede kesini mak, emaaaaakk” Teriakku
Aku langsung berlari ke arah emak berada.
“Adoyy” Aku jatuh kepeleset kain lap.
Mak langsung menyuruhku untuk menggendong adikku, sementara emak mengemasi pakaian untuk kami. Emak langsung ke luar manarik tanganku untuk mencari tempat yang jauh untuk menyelamatkan diri dari badai
“Wusss” Satu bajuku terlempar ke belakang
“Aa” Aku terpelanting keningku sakit
Emak pergi mencari bajuku yang terbang. Aku berlari kencang mencoba mencari tempat perlindungan. Aku harus berlari berlari lari lari dan lari menjauh dari pusaran angin topan yang mengejarku.
“Eh… Ada cahaya” Kuikuti terus, terus lagi terasa seperti cahaya itu yang mendekatiku.
Aku mulai kewalahan berlari kencang. Tak mungkin ada sebotol air yang kubisa minum.
“Ra, rey pergi tinggalkan kampung ini ikuti kemana cahaya matahari pergi” Dari jauh terdengar suara, seperti suara emak
“Makkk maafin ra sama rey” Teriakku
Tetapi.. Saat saat cahaya itu mulai dekat rey menangis histeris kencang kencang kencang lebih dari kencang! Aku langsung menggendong erat erat dan berlari lebih kencang lagi.
Tibalah aku di tempat yang terlihat terang itu. Aku rasa ini sebuah kampung yang entahlah seberapa jauh dari kampungku. Pusaran angin terlihat seperti lingkaran yang berputar mundur mundur dan menjadi titik. Aman! Dan syukurlah ketika aku datang semua penghuni kampung ini langsung membantuku. Mereka mengantar kami berdua ke rumah seorang di antara mereka semua. Mereka memberi kami makanan dan minuman juga, mengobati keningku yang lecet parah.
“Kamu ra ya anaknya bu rie?” Tanya tante itu
“Ya tante, maaf tante siapa ya” Serasa aku pernah berkenalan dengannya
“Oh.. Saya namanya gabriel, kamu nggak inget kamu bertiga pernah nginep di rumah ini” Tante gabriel mencoba memutar balikkan pikiranku.
Saat kulewati beberapa pikiranku…
“Hiks.. Hiks. Huaaa” Aku menangis
“Kenapa?” Tanya tante yang gabriel itu
“Hiks.. Hiks e.. Hiks.. Mak… E.. Hiks… Mak kemana…” Tangisku mulai kencang
Satu jam kemudian…
Keadaan kembali tenang rey tertidur di pangkuan tante gabriel. Tangisku pun mulai reda setelah dihibur dan diberi beberapa makanan. Kak asyilla menyiapkan makan malam di dapur. Walaupun dari jauh masih terlihat gumpalan awan hitam tapi pusaran angin itu sudah hilang.
“Perhatian, perhatian! Warga kampung brantos yang mengenal beberapa kerabat dari kampung kutan, harap segera mendatangi rumah sakit rojo wijaksana. Sekali lagi warga kampung brantos yang mengenal beberapa kerabat dari kampung kutan, harap segera mendatangi rumah sakit rojo wijaksana!” Kata seorang dari kantor kepala desa.
Tante gabriel dengan cepat menaruh rey dan meminta kak asyilla menjaga rey yang tertidur lelap. Tante gabriel langsung menarik tanganku dan membawaku ke rumah sakit rojo wijaksana. Tepat saat aku sampai pas di depan rumah sakit tepat di depan pintu besar rumah sakit tertulis korban jiwa, tante gabriel langsung menarik tanganku menuju ke tempat itu.
“Ya ampun” Aku kaget bukan main dalam hati kutemukan jasad emak yang masih tersenyum sambil memegang baju hijau yang terbang tadi.
“Maaak… Emaaaak” Tangisku lagi
“Mak bangun mak… Mak jangan tinggalin ra mak emak bangun jangan pergi…” sambil memegang tangan emak dan mengambil bajuku.
Ada sesuatu yang jatuh, sebuah kertas kecil dari bajuku
“Maafkan emak ra, rey”
Cerpen Karangan: Syahla Syifa
Mak
4/
5
Oleh
Unknown