Judul Cerpen Diabetes
“Lagi ngapain, Gy?” aku duduk mensejajarinya.
“Liat danau.” Dia tidak menoleh sama sekali.
“Aku tau, Gigy sayang. Kok murung? Jelek tau, kaya ayam pengen kawin aja.” Aku tertawa.
Dia hanya diam, dan menarik nafas panjang.
Baiklah. Aku mengerti, dia sedang menikmati rasa kecewanya.
“Sakit gak sih, Tan?” dia mulai mencairkan hening.
“Sialan!” Aku menimpuknya.
“Apaan?” wajahnya keheranan.
Aku memasang muka sok sebal. “Lu manggil nama ujung gue kesannya gue ini setan.”
“Eh sorry sorry.” Dia tergelak. “Lagian nama lu kepanjangan, gue susah nyari nama pendeknya. Ya enaknya itu, Tan. Haha” dia tergelak lagi.
“Meskipun nama gue aneh, tapi kan orang-orang udah pada biasa manggil gue Tatan, Gy. Bukan Tan nya aja.” Aku mendelik.
“Hmmeeh.” Dia menghela nafas. “Ok Selatan Putri Nur Jaman.” Dia tersenyum menatapku.
Semoga kamu lupa dengan kepura-puraan kamu. Aku balas tersenyum.
“Masih kecewa, Gy?” aku bertanya hati-hati.
“Sedikit. Tapi sudahlah. Aku bisa apa. Ini kenyataannya.” dia menatap danau di depannya.
“Ikhlaskan saja, Gy. Semoga akan digantikan oleh yang lebih baik.” Dia menoleh, aku tersenyum berusaha menghiburnya. meyakinkan dengan kata-kataku tadi.
Aku tau rasanya dikecewkan, diberi harapan, tapi semuanya hanya angan. Dan terhempas begitu saja bagai debu. Bahkan aku lupa kapan terakhir kali aku mengingat namanya. sudahlah. Semua sudah berjalan terlalu jauh.
“Aku juga pernah di posisi kamu.” Lanjutku. “Semua laki-laki sama saja.” aku menghela nafas.
“Hanya wanita yang berhati sempit menilai semua laki-laki sama saja brengseknya. bukankah ayahmu pun laki-laki? Bahkan adikmu.” ucapnya terdengar bijak.
“Aku lega kamu telah mengikhlaskannya, Gy.” Aku tersenyum, merangkul bahunya. “Itu yang ingin aku dengar. Semoga rasa itu cepat hambar ya. Kalau udah waktunya nanti, pasti bakal terjadi.”
“Iya, Sel. Aku juga berharap begitu.” Gigy menarik nafas.
Posisi wanita kadang menyulitkan. Tapi seorang yang dapat belajar, dia akan membentengi diri oleh pelajarannya di masa lalu. Semoga ini tidak terulang lagi.
“Dipikir-pikir lu kurang apa coba?” aku mengamati Gigy.
“Iya, ya kurang apa gue? Sampe tega dikasih harapan manis gitu. Jadinya diabetes kan gue.” Gigy nyengir.
“Diabetes keseringan makan harapan manis mulu sih lu.”
Kami tergelak tertawa bersama.
Sejak saat itu, kami sangat berhati-hati untuk berteman dengan makhluk yang bernama laki-laki. Kami hanya berteman sewajarnya. Semua rasa kecewa itu tidak ingin lagi kami rasakan.
Cianjur, July 2016
Cerpen Karangan: Santih Lestari
Facebook: santihalsihab[-at-]yahoo.com
“Lagi ngapain, Gy?” aku duduk mensejajarinya.
“Liat danau.” Dia tidak menoleh sama sekali.
“Aku tau, Gigy sayang. Kok murung? Jelek tau, kaya ayam pengen kawin aja.” Aku tertawa.
Dia hanya diam, dan menarik nafas panjang.
Baiklah. Aku mengerti, dia sedang menikmati rasa kecewanya.
“Sakit gak sih, Tan?” dia mulai mencairkan hening.
“Sialan!” Aku menimpuknya.
“Apaan?” wajahnya keheranan.
Aku memasang muka sok sebal. “Lu manggil nama ujung gue kesannya gue ini setan.”
“Eh sorry sorry.” Dia tergelak. “Lagian nama lu kepanjangan, gue susah nyari nama pendeknya. Ya enaknya itu, Tan. Haha” dia tergelak lagi.
“Meskipun nama gue aneh, tapi kan orang-orang udah pada biasa manggil gue Tatan, Gy. Bukan Tan nya aja.” Aku mendelik.
“Hmmeeh.” Dia menghela nafas. “Ok Selatan Putri Nur Jaman.” Dia tersenyum menatapku.
Semoga kamu lupa dengan kepura-puraan kamu. Aku balas tersenyum.
“Masih kecewa, Gy?” aku bertanya hati-hati.
“Sedikit. Tapi sudahlah. Aku bisa apa. Ini kenyataannya.” dia menatap danau di depannya.
“Ikhlaskan saja, Gy. Semoga akan digantikan oleh yang lebih baik.” Dia menoleh, aku tersenyum berusaha menghiburnya. meyakinkan dengan kata-kataku tadi.
Aku tau rasanya dikecewkan, diberi harapan, tapi semuanya hanya angan. Dan terhempas begitu saja bagai debu. Bahkan aku lupa kapan terakhir kali aku mengingat namanya. sudahlah. Semua sudah berjalan terlalu jauh.
“Aku juga pernah di posisi kamu.” Lanjutku. “Semua laki-laki sama saja.” aku menghela nafas.
“Hanya wanita yang berhati sempit menilai semua laki-laki sama saja brengseknya. bukankah ayahmu pun laki-laki? Bahkan adikmu.” ucapnya terdengar bijak.
“Aku lega kamu telah mengikhlaskannya, Gy.” Aku tersenyum, merangkul bahunya. “Itu yang ingin aku dengar. Semoga rasa itu cepat hambar ya. Kalau udah waktunya nanti, pasti bakal terjadi.”
“Iya, Sel. Aku juga berharap begitu.” Gigy menarik nafas.
Posisi wanita kadang menyulitkan. Tapi seorang yang dapat belajar, dia akan membentengi diri oleh pelajarannya di masa lalu. Semoga ini tidak terulang lagi.
“Dipikir-pikir lu kurang apa coba?” aku mengamati Gigy.
“Iya, ya kurang apa gue? Sampe tega dikasih harapan manis gitu. Jadinya diabetes kan gue.” Gigy nyengir.
“Diabetes keseringan makan harapan manis mulu sih lu.”
Kami tergelak tertawa bersama.
Sejak saat itu, kami sangat berhati-hati untuk berteman dengan makhluk yang bernama laki-laki. Kami hanya berteman sewajarnya. Semua rasa kecewa itu tidak ingin lagi kami rasakan.
Cianjur, July 2016
Cerpen Karangan: Santih Lestari
Facebook: santihalsihab[-at-]yahoo.com
Diabetes
4/
5
Oleh
Unknown