Gila (Part 1)

Baca Juga :
    Judul Cerpen Gila (Part 1)

    Ray menatap sendu ke suatu arah. Melihat sesuatu yang sulit diterima oleh matanya. Dimana keberadaannya itu ada seorang gadis dan pria sedang bersendau gurau. Gadis itu sesekali mengangguk-nganggukan kepala saat si pria berbicara padanya. Dan sesaat gadis itu tertawa lepas. Ray menggeram. Kedua tangannya mengepal sangat kuat, sampai terlihat memutih.

    BRAKKK
    Ray menggebrak meja. Menghentikan sekejap aktivitas di kantin. Mengundang banyak mata untuk melihatnya. Meskipun itu membuat jantung orang berolahraga, tak ada satu orang pun yang berani membentaknya. Malah banyak murid cewek memuji ketampanannya saat Ray berubah menjadi seorang pria brutal sekalipun.
    “Duh, ni bocah makin hari makin cakep. Dikasih makan apa sih sama mamanya?”
    “Aww, rambutnya itu loh. Kece badai.”
    “Fix. Gue nggak akan bisa move on dari pria sadar pesona ini.”
    “Uluu uluuuu, gemesin bet.”
    Itulah salah empat dari mereka yang berhasil ditangkap oleh telinga Ray. Dan apa balasannya? Dia hanya melirik sekilas ke arah siswi yang mulai bergerombol di sebelah kirinya. Walaupun itu hanya lirikan mata, namun berhasil membuat siswi berlonjak-lonjak ria di tempat.

    Tiba-tiba datang tiga cowok berpenampilan luar biasa berandal berjalan dengan gaya artis menuju bangku yang diduduki Ray. Ya, mereka adalah komplotan si Ray. Geng empat serangkai yang dibangun sejak Ray mulai belajar di sekolah ini. Tidak disangka banyak murid lain yang takut dengan Ray, karena posisinya masih duduk di kelas 10 sedangkan tiga cowok tadi sebagai kakak kelas, 12. Bisa dibayangkan kan bila ada salah satu murid yang berani mengusik kehidupan Ray? Apalagi mereka pandai bergulat. Kelar hidupnya.

    “Wuihh. Jangan gebrak-gebrak meja. Kasihan. Untung nggak patah. Hmm…” Kata Efendi menggakntung, “Kaya hati lo. ya.. ”
    Terdengar kekehan menyambut ejekkan Efendi.
    Ray menggeram, “Bisa diem nggak lo.”
    “Eits.. Baper.” Usil Rian.
    Saat Ray hampir menonjok muka Rian, Dion menahan tangannya, “Udahlah, Ray. nggak usah terlalu dipikirin. Cewek banyak. Bukan dia doang. Move on, bro.” Ucapnya menenangkan Ray.
    “Ayo c’mon mari c’mon buat apa kita ngedown… Move on. Move on. Move on. Yeah..”
    Suara menggelegar acak-acakkan tidak sesuai intonasi itu, berhasil membuat telinga siswi yang berdiri di samping bangku Ray sakit. Alhasil, mereka bubar satu per satu menuju tempat duduk masing-masing seperti semula. Sambil bergumam tak jelas. Ya, suara toa itu berasal dari mulut Efendi dan Rian.

    “Lo pikir move on gampang apa. Gini-gini gue tipikal cowok setia.” Ucap Ray memuji dirinya sendiri.
    “Setia tapi makan hati ya percuma.” Skak Efendi.
    Rian terkekeh pelan seraya menoel hidung super mancungnya dengan ibu jari, “Kayak gue dong. Putus 1, dateng 1000.”
    “Seumur-umur gue belum pernah ngerasain gimana rasanya sakit hati.” Ucap Efendi jujur.
    “Ya iyalah. Pacaran aja belum pernah.” Sahut Rian.
    Mereka tertawa keras begitupun Dion, kecuali Ray. Rasa sakit yang d alaminya begitu dalam, sampai-sampai lawakan sahabatnya tak mampu menghiburnya. Melihat Ray dengan wajah murung, Dion mendekati lalu duduk di sampingnya.

    “nggak usah masang muka bete” Dion menyidir, “Kesannya terlalu alay bagi seorang cowok patah hati.”
    “Kayak kita dong. Always happy.” Ucap Rian dan Efendi sambil melakukan khas ala CherryBelle.
    Dion bergidik ngeri, “Jangan sok manis lo-lo pada. Jijik!”
    “Elah, kita kan pingin menghibur Ray.”
    “Ray, nggak usah sok dramatis deh. Lupain aja.” kata Efendi yang tidak suka melihat Ray dengan wajah kehilangan senyum.
    “Kalian nggak ngerti apa yang gue rasain.” Jawab Ray dengan sedikit meninggikan suara.
    Murid-murid yang berlalu lalang di kantin sontak melihat di sumber suara keras tersebut.
    “Gue sayang sama dia. Gue cinta sama dia. Apapun udah gue lakuin supaya dia bahagia. Tapi apa balasannya? Dia pergi ninggalin gitu aja, tanpa mikir perasaan gue.” Lanjutnya.

    Ray menundukkan kepala. Empat jarinya menyusup di sela rambut. Nafasnya masih terengah-engah. Dion, Rian dan Efendi terkejut melihat kelakuan Ray. Sejak berteman dengan Ray, mereka tidak pernah menemukan Ray dengan keadaan seperti ini. Akhirnya Rian dan Efendi mendekatinya dengan posisi duduk di meja. Tipikal anak yang suka melanggar peraturan.

    “Ray, kita hidup di dunia ini seperti robot yang sedang dikendalikan. Allah sutradanya, kita pemerannya. Lo pacaran sama Maya pasti ada alurnya, kan? Itu Allah yang ngatur. Dari pertama ketemu, mulai ada rasa, PDKT, gombal-gombalan, akhirnya nemplok jadi pacar. Pas lagi sayang-sayangnya, tiba-tiba muncul sebuah konflik. Alhasil, membuat hubungan kalian merenggang. Merasa tidak kuat menghadapi, akhirnya memilih untuk memutuskan hubungan.” Jelas Dion seraya menggerak-gerakan tangan mengikuti alur pembicaraannya.
    “Ray, Tuhan sengaja membiarkan dia pergi karena dia bukan yang terbaik.” Rian menghela nafas, “Demi menyelamatkan dari orang yang salah, Tuhan matahin hati lo.”
    “Dari yang nggak kenal menjadi sayang. Dari yang sayang menjadi cinta. Dari yang cinta menjadi benci. Dan akhirnya memutuskan untuk pergi. Kita berani mengenal cinta, berani patah hati juga.” Sahut Efendi.
    Rian melirik Efendi, “Gara-gara itu lo nggak mau pacaran. Takut patah hati?” Sindirnya.
    Efendi mengangguk mantap, lalu nyengir tidak jelas.

    Seluruh murid yang berada di kantin menyaksikan bijaknnya tiga cowok tersebut, bertepuk tangan meriah. Layaknya sedang diundang di acara Show Mario Teguh. Dan seperti biasa tidak mempunyai rasa malu, Rian dan Efendi berdiri di atas meja membungkukkan badannya lalu mengucapkan terima kasih. Sambil melambai-lambaikan tangannya. Merasa puas dengan aksi konyolnya, mereka duduk kembali di atas meja.

    Ray menggelengkan kepala pelan, “Lo bertiga abis makan apa tadi? Bijak banget. Ngalah-ngalahin Pak. Ambar kalo lagi pidato.”
    Rian menepuk kedua tangan sekali, lalu mengangkat jari telunjuk kearah Ray, “Yahh… udah ngelawak dia.”
    “Nah, senyum dong Ray. Kan gue tambah cinta.” Ucap Efendi seraya mengedipkan matanya.
    “Apa lo bilang lo cinta sama gue?!” Ray mendelik, “Okay, kita pacaran.”
    “Amit-amit jabang bayi! Ogah” Efendi mengusap-usap perutnya dengan tangan kananya. Sontak membuat tawa mereka pecah seketika.
    “Enak ya ngomong sama lo. Nurut.” Kata Dion saat tawa mulai mereda.
    “Emang gue orangnya penurut.” Jawab Ray.
    Dion, Efendi dan Rian mengerutkan kening bersama, dengan tatapan tidak percaya terhadap perkataan Ray.

    “Hai kak Ray,” Sapa salah satu seorang siswi yang sama sekali tidak dikenali Ray.
    Ray dengan baik hati menjawab sapaan tersebut dengan sebuah senyuman. Alangkah anehnya cewek tersebut malah lari terbirit-birit dengan sengaja atau tidak, dia terpeleset lalu jatuh pingsan. Ray dan ketiga teman yang melihatnya sekedar mengangkat bahu.
    “Haii..” Sontak empat cowok tersebut melirik ke arah sumber suara.
    Terdapat seorang gadis cantik dengan body aduhai sedang menatap Ray.
    “Hai juga sayang,” Sapa Rian tanpa meminta ijin.
    “Ih!” Ucap gadis tersebut lalu melangkah pergi.
    Efendi menonyor lengan Rian, “Sadar, Yan. Lo masih punya Nita.”
    Rian terkekeh, “Santai. Gue yang jadi pacarnya aja selow, kenapa kalian yang faster.”
    “Bukannya gi…tu, Mampus!”

    Cerpen Karangan: Assifa Rohmalya
    Blog: https://selow-aja-guys.blogspot.com

    Artikel Terkait

    Gila (Part 1)
    4/ 5
    Oleh

    Berlangganan

    Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email