Judul Cerpen Sebatang Kara
20 tahun yang silam, mak wati hidup di tengah tengah keluarga besarnya. Tapi, semenjak suaminya yang seorang pensiunan sarsan meninggal, satu persatu anggota keluarganya mulai meninggalkan rumah yang masih dihuni mak wati sampai saat ini. Perlahan lahan, penghuni rumah itu pun hanya tinggal beberapa orang saja. Hingga suatu saat, kini rumah sepeninggal suami mak wati hanya dihuni oleh mak wati seorang diri.
Dengan gaji pensiunan sepeninggal suaminya, mak wati menjalani hidup alakadarnya saja. Karena, meski gaji pensiunannya cukup besar untuk hidup seorang diri, namun saat ini mak wati hanya menerima beberapa rupiah saja, karena ada beberapa keluarganya yang terlebih dahulu meminjam uang yang mengatas namakan mak wati.
Beberapa tahun, mak wati menjalani hidup seorang diri dan seadanya, karena sekarang usianya sudah mulai habis dimakan waktu, karena di dalam rumahnya sudah tidak ada apa apa lagi, bila akan memasak air untuk minum, sesekali mak wati suka menyuruhku untuk membawakan air dari sumur yang terletek di belakang rumahnya. Meski suka memberi uang setiap kali menyuruhku membawakan air, tapi aku tidak pernah menerimanya.
Hari demi hari berlalu, dan kini mak wati sudah tidak berdaya lagi. Setiap harinya mak wati hanya terbaring di tempat tidur, entah dengan alasan apa semua keluarganya sangat tidak peduli dengan keadaan mak wati yang seperti sekarang ini. Untung saja ada beberapa tetanggaku yang merasa iba kepadanya, hingga dari mulai memberi makan, minum sampai membersihkan tubuhnya, semuanya itu dilakukan oleh tetanggaku yang baik hati, saking sudah tidak berdayanya, mak wati harus kencing, buang air besar di tempat tidur. Meski tidak dikasih upah, dengan hatinya yang ikhlas, tetanggaku mau mencuci pakaian mak wati yang sudah kotor, jadi sekarang, mak wati akan makan bila ada yang ngasih makan. Mak wati akan minum, bila ada yang ngasih minum. Badan mak wati akan bersih bila ada yang membersihkannya. Sudah 1 tahun lebih mak wati hidup seperti itu, dan hati kecilku selalu bertanya “Entah sampai kapan mak wati akan hidup seperti itu”.
Cerpen Karangan: Saeful Hidayat
Facebook: Saeful Hidayat
20 tahun yang silam, mak wati hidup di tengah tengah keluarga besarnya. Tapi, semenjak suaminya yang seorang pensiunan sarsan meninggal, satu persatu anggota keluarganya mulai meninggalkan rumah yang masih dihuni mak wati sampai saat ini. Perlahan lahan, penghuni rumah itu pun hanya tinggal beberapa orang saja. Hingga suatu saat, kini rumah sepeninggal suami mak wati hanya dihuni oleh mak wati seorang diri.
Dengan gaji pensiunan sepeninggal suaminya, mak wati menjalani hidup alakadarnya saja. Karena, meski gaji pensiunannya cukup besar untuk hidup seorang diri, namun saat ini mak wati hanya menerima beberapa rupiah saja, karena ada beberapa keluarganya yang terlebih dahulu meminjam uang yang mengatas namakan mak wati.
Beberapa tahun, mak wati menjalani hidup seorang diri dan seadanya, karena sekarang usianya sudah mulai habis dimakan waktu, karena di dalam rumahnya sudah tidak ada apa apa lagi, bila akan memasak air untuk minum, sesekali mak wati suka menyuruhku untuk membawakan air dari sumur yang terletek di belakang rumahnya. Meski suka memberi uang setiap kali menyuruhku membawakan air, tapi aku tidak pernah menerimanya.
Hari demi hari berlalu, dan kini mak wati sudah tidak berdaya lagi. Setiap harinya mak wati hanya terbaring di tempat tidur, entah dengan alasan apa semua keluarganya sangat tidak peduli dengan keadaan mak wati yang seperti sekarang ini. Untung saja ada beberapa tetanggaku yang merasa iba kepadanya, hingga dari mulai memberi makan, minum sampai membersihkan tubuhnya, semuanya itu dilakukan oleh tetanggaku yang baik hati, saking sudah tidak berdayanya, mak wati harus kencing, buang air besar di tempat tidur. Meski tidak dikasih upah, dengan hatinya yang ikhlas, tetanggaku mau mencuci pakaian mak wati yang sudah kotor, jadi sekarang, mak wati akan makan bila ada yang ngasih makan. Mak wati akan minum, bila ada yang ngasih minum. Badan mak wati akan bersih bila ada yang membersihkannya. Sudah 1 tahun lebih mak wati hidup seperti itu, dan hati kecilku selalu bertanya “Entah sampai kapan mak wati akan hidup seperti itu”.
Cerpen Karangan: Saeful Hidayat
Facebook: Saeful Hidayat
Sebatang Kara
4/
5
Oleh
Unknown